Nurul Ghufron Tak Datang di Sidang Etik 'Mutasi Kerabat': Sengaja Minta Tunda

2 Mei 2024 18:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, saat ditemui wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (2/5/2024) Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, saat ditemui wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (2/5/2024) Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, membeberkan alasannya tak memenuhi panggilan Dewas KPK untuk menjalani sidang etik terkait kasus mutasi anak kerabat di Kementerian Pertanian (Kementan), yang mestinya digelar hari ini, Kamis (2/5).
ADVERTISEMENT
Ghufron tengah mengajukan gugatan terhadap keabsahan forum pemeriksaan sidang etik tersebut ke PTUN sehingga dia meminta persidangan ditunda.
"Bahwa yang tadi jam 09.30 saya diundang untuk kegiatan sidang etik, kebetulan saya sengaja dan juga melalui surat menyampaikan bahwa saya berharap pemeriksaan sidang etik terhadap diri saya itu ditunda," ujar Ghufron saat ditemui wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (2/5).
"Kenapa juga perlu penundaan menjadi akan tidak berkepastian, kalau kemudian forumnya atau sidang etiknya yang memeriksa dugaan pelanggaran etik terhadap saya sedang saya gugat ke PTUN Jakarta, forumnya saya gugat tentang keabsahannya, tapi forumnya itu sendiri berjalan," imbuh dia.
Ghufron pun menerangkan bahwa dirinya memang sengaja untuk meminta penundaan sidang etiknya.
ADVERTISEMENT
"Saya tadi menyampaikan permohonan penundaan, bukan saya tidak hadir, tapi memang sengaja untuk meminta penundaan," tuturnya.
Menurutnya, gugatan yang diajukannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta itu berkaitan dengan kasus etik yang ditangani Dewas KPK tersebut telah kedaluwarsa.
Hal itu disampaikannya berdasar pada Peraturan Dewas Nomor 4 Tahun 2021 Pasal 23. Berikut bunyi pasal yang dimaksud:
Laporan dan/atau Temuan atas dugaan terjadinya Pelanggaran dinyatakan daluwarsa dalam waktu 1 (satu) tahun sejak terjadinya atau diketahuinya dugaan Pelanggaran.
Ghufron mengungkapkan bahwa kasus yang menyeretnya ke sidang etik itu terjadi pada 15 Maret 2022. Sementara, dia dilaporkan ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023.
"Laporannya tanggal 8 Desember [2023] atas peristiwa tanggal 15 Maret 2022. Satu tahun kemudian berarti berapa? 16 Maret 2023, [jadi] sudah expired atau daluwarsa," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
"Ini dilaporkan 8 Desember 2023, artinya sudah lewat enam bulan lebih lah," imbuhnya.
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
Sebelumnya, Dewas KPK menerima pemberitahuan bahwa Ghufron tidak hadir dengan alasan sedang menggugat Dewas KPK ke PTUN. Gugatan itu terkait keberatan Ghufron dengan proses etik yang dilakukan Dewas KPK.
"Sidang sudah dibuka, kemudian sudah ditutup karena Nurul Ghufron tidak hadir dengan alasan dia sedang menggugat Dewas melalui Pengadilan Tata Usaha Negara," kata Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, saat dikonfirmasi, Kamis (2/5).
Syamsuddin mengungkapkan, sidang etik itu ditunda dan akan dilaksanakan kembali pada Selasa, 14 Mei 2024 mendatang.
Jika Ghufron kembali absen, Syamsuddin menegaskan sidang etik akan tetap dilanjutkan tanpa kehadiran pimpinan KPK tersebut.
Dalam kasusnya, Ghufron diduga melanggar etik karena penyalahgunaan wewenangnya untuk membantu mutasi anak kerabatnya di Kementan.
ADVERTISEMENT
Ghufron berdalih yang dilakukannya bukan intervensi, melainkan meneruskan keluhan saja terkait mutasi anak kerabatnya itu dari Jakarta ke Malang, yang tak kunjung disetujui.
Namun, hal ini dianggap oleh Dewas KPK sebagai bentuk penyalahgunaan pengaruh. Sebab, Ghufron melakukan itu dalam kapasitasnya menjabat sebagai pimpinan KPK.
Tak diam, Ghufron melawan. Dia menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta. Selain itu, Ghufron juga melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho ke instansinya sendiri karena meminta data transaksi ke PPATK dalam mengusut kasus etik. Padahal Albertina bukan penyidik. Namun menurut Dewas KPK, itu bukan pelanggaran etik karena Albertina dibekali surat tugas.
PPATK juga membeberkan bahwa tak harus penyidik saja yang bisa mendapatkan dokumen dari pihaknya.
“Secara umum, kami tidak hanya memberikan data kepada penegak hukum, dalam bentuk khusus kami berikan informasi kepada pihak lain, misalnya: Pansel, Inspektorat Jenderal, TPA, rekam jejak, hasil riset kepada stakeholders terkait, dan lain-lain,” kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, Kamis (25/4).
ADVERTISEMENT