Apa Hukuman Buat Aparat Pajak Pembocor Data Nasabah?

14 Februari 2018 19:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Jual Beli Nasabah Bank (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jual Beli Nasabah Bank (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Aturan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI), akan mulai berlaku April 2018. Untuk itu lembaga jasa keuangan diminta menyerahkan data nasabahnya ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak selambatnya akhir Februari ini.
ADVERTISEMENT
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, memastikan pihaknya telah mengantisipasi pembocoran data nasabah, di luar kepentingan perpajakan.
“Ada aturannya. Ini sesuai Pasal 34 UU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan). Kalau yang membocorkan, pidananya setahun. Kalau (dengan) sengaja, (pidananya) 2 tahun penjara," kata Yoga di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (14/2).
Untuk menekan peluang pembocoran data nasabah, Ditjen Pajak memberlakukan aturan bahwa tak sembarang orang di institusi tersebut yang bisa mengakses data. “Di Kantor Pusat Ditjen Pajak misalnya, hanya Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak yang bisa mengakses data,” jelasnya.
Kantor Direktorat Jenderal Pajak (Foto: Dok. pajak.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Direktorat Jenderal Pajak (Foto: Dok. pajak.go.id)
Aturan soal Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 73/PMK.03/2017.
ADVERTISEMENT
Aturan itu mengharuskan lembaga jasa keuangan seperti bank, pasar modal, dan perasuransian melaporkan data nasabahnya. Data nasabah yang diminta Ditjen Pajak adalah yang memiliki saldo atau transaksi di atas Rp 1 miliar.