Kisah Erika Fanny, Menang Lawan 7 Kanker Ganas, Relakan Banyak Organ Hilang

Konten Media Partner
20 April 2024 7:03 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Erika Fanny. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Erika Fanny. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di balik pribadinya yang humoris, Erika Fanny merupakan sosok perempuan tangguh masa kini. Perempuan 48 tahun ini mampu melawan 7 kanker ganas yang sempat menggerogoti tubuhnya. Suami dan ketiga buah hatinya menjadi alasan Erika berjuang sekuat tenaga untuk bisa sembuh dari kanker.
ADVERTISEMENT
"Tahun 2016 itu kena kanker rahim, itu yang pertama ya. Kedua, indung telur, kiri dan kanan. Terus kelenjar getah bening, ke serviks, terus muncul (kanker) di paru-paru. Itu semua di tahun 2016 ya. Kemudian 2019 muncul kanker yang baru, jadi bukan penyebaran dari kanker yang pernah saya derita di tahun 2016 itu. (Kanker) muncul di payudara dan kelenjar getah bening," ungkap Erika, saat ditemui Basra belum lama ini.
"Jadi saya sudah kehilangan 7 organ tubuh saya karena harus diangkat. Yang hilang itu empedu, rahim, kedua indung telur kanan dan kiri, kelenjar getah bening, serviks nya ada bagian yang dipotong, kemudian payudara sama kelenjar juga harus diangkat," sambungnya.
Erika menuturkan jika dirinya divonis kanker rahim saat berusia 40 tahun. Kala itu kanker yang diidap Erika sudah stadium akhir, bahkan dokter memvonis usia Erika hanya tinggal hitungan hari.
ADVERTISEMENT
"Kanker itu sakit banget lho dan badan saya bau. Saya juga harus duduk di kursi roda," tuturnya.
Erika mengungkapkan setahun sebelum vonis kanker diterimanya, ia sempat mengalami pendarahan hebat. Bahkan setiap dua jam sekali, Erika harus ganti pembalut.
"Saya sudah periksa ke beberapa dokter, dan mereka semuanya bilangnya (pendarahan saya) karena (gangguan) hormon. Baru dokter yang kelima saya dinyatakan positif (kanker)," kenang Erika.
Saat mengetahui dirinya terkena kanker, Erika memutuskan berobat ke Malaka, Malaysia. Pasalnya, kala itu antrean pengobatan kanker di rumah sakit di Jakarta cukup panjang.
Erika harus berpacu dengan waktu mengingat kanker yang dideritanya sudah stadium berat. Erika pun meminta sang suami menjual rumah dan mobil untuk biaya berobat.
ADVERTISEMENT
"Waktu itu dokter sempat bilang kalau pengobatan yang akan saya jalani dengan membuang organ (yang terkena kanker) itu gambling. Bisa saja nanti selnya ngamuk dan bertambah parah. Tapi gimana ya, hidup itu kan pilihan. Saya tetap memutuskan berobat secara medis, jadi saya tetap memilih opsi pengangkatan organ itu," terangnya.
Mengulik penyebab kanker yang dideritanya, Erika mengaku masih kebingungan hingga saat ini. Pasalnya, di keluarga Erika tak ada gen (pembawa) kanker. Menurut Erika, sang papa justru meninggal karena sakit jantung.
"Ada nenek yang baru ketahuan kanker di usianya yang sudah 90 tahun, kanker indung telur. Makanya saya juga bingung (bagaimana bisa kena kanker). Tapi kata dokter saya di luar negeri, bisa karena faktor makanan, bisa karena paparan karsinogen, bisa juga karena faktor gaya hidup, atau faktor X yang kita enggak tahu," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Jika mengulik faktor makanan, Erika mengaku sebagai orang yang tidak makan sembarangan. Hanya saja, sebelum menderita kanker, Erika menuturkan jika hidupnya harus berjalan sesuai target yang telah ditetapkannya mengingat dirinya sebagai seorang perempuan karier.
"Dulu ya sebelum kena kanker, hidup saya itu memang harus ada target. Nah sejak kena kanker itulah saya banyak berubah, visi hidup saya berubah, lebih pasrah dan melakukan pelayanan untuk sesama," tukasnya.
Erika mengaku bersyukur telah melewati fase 5 tahun pertama bersih dari kanker. Erika lantas mengungkapkan kunci bisa menang melawan 7 kanker ganas.
"Pejuang kanker itu harus tenang, berdamai dengan kanker. Kita harus bisa mengelola ketenangan hati, berdamai dengan sakit, berdamai dengan Tuhan. Dengan demikian kualitas hidup jadi lebih dalam," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Selain dari diri sendiri, pejuang kanker juga butuh dukungan penuh dari lingkungan sekitar.
"Pejuang kanker itu emosinya labil, naik turun, ada rasa ingin mati saja. Jadi kita harus kelola emosi itu, jangan gampang marah," tukasnya.
Kini Erika mengisi hari-harinya dengan menulis buku, menulis lagu, hingga memberikan pelayanan kepada penderita kanker lainnya. Kegiatan semacam ini membuat Erika merasa lebih damai dalam menjalani hidup.