Tambang Liar Tetap Beroperasi, Papua Merugi Triliunan Rupiah

Konten Media Partner
6 Agustus 2020 9:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Papua, Fred James Boray saat menunjukan peta tambang liar di Papua. (BumiPapua.com/Qadri Pratiwi)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Papua, Fred James Boray saat menunjukan peta tambang liar di Papua. (BumiPapua.com/Qadri Pratiwi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jayapura, BUMIPAPUA.COM- Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan sejumlah perizinan tambang di Papua diberikan sejak tahun 1999 dan hingga kini belum ada lagi perizinan yang dikeluarkan oleh dinas terkait.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas ESDM Provinsi Papua, Fred James Boray menyampaikan tambang rakyat yang telah diberikan izin dari Dinas ESDM Papua hanya di Distrik Senggi, Kabupaten Keerom.
Dinas ESDM mencatat sejumlah tambang liar tanpa izin tetap beroperasi, diantaranya tambang liar di Supiori, Kota Jayapura, Pegunungan Bintang, Yahukimo, Boven Digoel, Nabire, dan Paniai.
"Kami kesulitan menertibkan tambang liar ini. Sementara untuk mengeluarkan izin pertambangan rakyat diperlukan keputusan penetapan wilayah pertambangan rakyat yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM. Dari penetapan itu, Pemprov Papua baru bisa mengeluarkan izin pertambangan rakyat untuk perorangan atau koperasi," katanya, Kamis (6/8).
Fred menyebutkan penambangan rakyat liar di Papua sudah mulai ada sejak 1997, saat krisis moneter terjadi. Penambangan rakyat pertama kali ditemukan di Nabire.
ADVERTISEMENT
"Saat itu kerugian mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Jika sampai saat ini penambangan liar masih terjadi, menyebabkan kerugian dari sisi materil dan juga kerusakan alam," katanya.
Walau begitu, Dinas ESDM Papua belum menghitung secara pasti jumlah kerugian secara materil.
"Angkanya pasti mencapai triliunan rupiah, sebab aktivitas tambang liar sudah berjalan tahunan dan masih terjadi hingga saat ini," ujarnya.
Fred menambahkan sejak 2019, Pemprov Papua telah mengajukan permohonan penetapan wilayah pertambangan rakyat sebagai upaya penertiban aktivitas tambang liar, namun hingga kini belum disetujui.
Padahal langkah penertiban sudah diterapkan oleh Pemprov Papua yang diajukan ke Menteri ESDM untuk penetapan wilayah, agar aktivitas tambang bisa mendapatkan kepastian hukum yang sah.
ADVERTISEMENT
"Kami sudah ajukan sejak Agustus 2019, diantaranya tambang di Pegunungan Bintang ada 16 blok dengan totalnya 390,84 hektare, begitu pun tambang di Yahukimo diusulkan sekitar 11 blok dengan totalnya 268,5 hektare," ungkapnya.
Fred menyebutkan informasi yang didapat ada beberapa kendala yang ditemui untuk melakukan penertiban aktivitas pertambangan liar, salah satunya kawasan konservasi dan belum adanya peta hak ulayat.
"Khususnya pertambangan di kawasan konservasi seperti di Distrik Deguwo, Kabupaten Paniai yang sampai saat ini masih belum memiliki izin operasi. Tapi, kami tidak bisa masuk karena itu kawasan konservasi," katanya.