Jalan Penuh Liku Kabomania Jatuh ke Pelukan Tira-Persikabo

5 Juli 2019 14:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suporter Persikabo. Foto: Instagram @officialpersikabo
zoom-in-whitePerbesar
Suporter Persikabo. Foto: Instagram @officialpersikabo
ADVERTISEMENT
Eksistensi suporter di sepak bola nasional, harus diakui, bak dua sisi mata uang. Di satu sisi menguntungkan, tetapi pada sisi lainnya kerap merugikan klub. Tengok saja, Persebaya Surabaya atau Persib Bandung yang harus merogoh kocek hingga ratusan juta rupiah dalam satu musim untuk membayar denda Komisi Disiplin (Komdis) PSSI.
ADVERTISEMENT
Memang, sikap bar-bar oknum suporter di Tanah Air sudah mencapai tingkat memprihatinkan. Di dalam stadion melempar botol dan menyalakan flare, sementara di luar stadion terlibat bentrok dengan suporter lain, yang beberapa kali berujung kepada melayangnya nyawa.
Namun, klub-klub akan lebih pusing lagi bila keberadaan mereka tak mendapat dukungan dari suporter. PS Tira-Persikabo pernah merasakannya selama tiga musim terakhir. Betapa hampanya mereka selalu bermain dalam senyap di rumah sendiri.
Ya, sejak mengakuisisi Persiram Raja Ampat pada 2015 lalu, Tira-Persikabo yang dahulu mengusung nama PS TNI ini jadi klub tanpa suporter. Hampir empat musim berdiri, hanya segelintir orang yang mampir ke tribune stadion untuk menyaksikan The Young Warrior berlaga.
Memilih home base di Bogor, bukan berarti PS TNI otomatis didukung masyarakat sekitar ketika berlaga. Wajar kiranya lantaran kota besinonim 'Bumi Padjadjaran' ini kadung punya Persikabo Kab. Bogor yang sudah menjejak kompetisi sepak bola nasional sejak 1973.
ADVERTISEMENT
Bicara soal suporter, Persikabo juga sudah punya pendukung fanatik bernama Kabomania. Dengan warna kebesaran hijau, Kabomania selalu menyemuti Stadion Persikabo setiap tim kesayangannya berlaga. Meskipun 'Laskar Padjadjaran' lebih banyak berkutat di level kompetisi kedua dan ketiga, kecintaan Kabomania nyatanya tak pernah luntur.
PS Tira dalam acara peluncuran tim. Foto: Andreas Fitri Atmoko/ANTARA
Puluhan tahun mendukung, loyalitas Kabomania mendapat ujian manakala Persikabo mati suri pada 2016 karena kesulitan dana. Setelah sempat vakum selama semusim, Persikabo akhirnya bangkit dengan memulainya dari bawah di Liga 3 Nasional 2018.
Pada tahun ini, kecintaan Kabomania terhadap Persikabo pun kembali mendapat tantangan. Bukan lagi karena persoalan dana, melainkan karena upaya merger. PS Tira yang kembali bermarkas di Stadion Pakansari, Cibinong, Kab. Bogor menggandeng Persikabo untuk mentas di Liga 1 2019.
ADVERTISEMENT
Sepintas, merger itu tampak menguntungkan bagi Persikabo. Karena mereka tak perlu susah payah beranjak naik dari Liga 3 Nasional. Akan tetapi, rencana merger itu justru dimaknai berbeda oleh Kabomania.
Pada awalnya, ada kekhawatiran Persikabo akan lenyap dari sepak bola nasional menyusul dengan merger itu. Berangkat dari kekhawatiran itu pula, Kabomania menolak kehadiran PS Tira di Bogor. Meski proses merger tetap berjalan, Kabomania enggan menunjukkan batang hidungnya di stadion.
''Memasuki musim 2019 ini ada wacana, ada agenda, dari pendiri Persikabo (manajemen Persikabo), pemilik saham Persikabo (Rudi Ferdian) dan elite atas, birokrat termasuk Rahmat Yasin (Eks Bupati Bigor), kalau sudah ada deal-deal-an dari mereka (untuk proses marger),'' ujar Sekjen Kabomania, Zulkarnain Syah, ketika berbincang dengan kumparanBOLA.
ADVERTISEMENT
''Setelah itu, seiring dengan berjalannya waktu, kami diajak menggelar pertemuan. Kami di Kabomania mengadakan koordinasi dengan perwakilan dari PS Tira via Presiden Direkturnya yakni Bimo Wirjasoekarta," ucap Ijul--sapaan Zulkarnain.
Namun, pertemuan itu tak lantas menemui hasil. Bimo, kata Ijul, tak berhasil mengambil hati Kabomania. Jalan pun buntu.
"Setelah pertemuan satu kali, dua kali, hingga ketiga kalinya, belum ada kesepakatan,'' tegasnya.
Urung terjadinya kesepakatan, lanjut Ijul, lantaran tersandung persoalan penggunaan nama dan logo. Kabomania menginginkan logo dan nama klub tetap menggunakan Persikabo tanpa ada embel-embel PS Tira.
Namun, keinginan Kabomania tak sesuai ekspekstasi. Sebab, kedua manajemen mencari jalan tengah dengan menyematkan nama dan logo bergandengan dan muncullah nama PS Tira-Persikabo.
ADVERTISEMENT
Persoalan ini sejatinya juga sempat menjadi pembahasan yang alot. Pasalnya, merujuk pernyataan manajemen PS Tira, penggunaan nama dan logo untuk tahun pertama selepas marger tak bisa seketika mengganti nama.
Pergantian ini juga mesti melalui proses ke federasi. Sederhananya, nama PS Tira-Persikabo disahkan saat kongres tahunan PSSI pada 20 Januari lalu. Untuk bisa mengganti nama lagi, baik itu PS Tira atau Persikabo, mesti masuk ke agenda Kongres Tahunan PSSI tahun berikutnya.
''Pada suatu kesempatan, saya sempat bertemu dengan perwakilan kedua manajemen (PS Tira dan Persikabo) tepatnya saat laga lawan PSM Makassar di Pakansari (29 Mei 2019). Waktu itu, mereka tetap menyatakan bahwa nama Tira-Persikabo ini akan menggunakan lambang dan logo yang sama. Tetapi, kami mengajukan catatan harus ada simbisosis mutualisme, yang dalam artian, di mana kalian (manajemen PS Tira) dukung klub ini (Persikabo), kami (Kabomania) juga ada permintaan untuk mengembalikan logo dan nama.''
ADVERTISEMENT
''Jadi kalau nama PS-Tira saja, dalam tanda kutip, ya, kalau memang tidak ada dukungan, kita sama-sama ketahuilah sepak bola sekarang. Tanpa ada dukungan suporter enggak mungkin ramai meski finansial bagus sekalipun. Walaupun stadion penuh dari seribu hingga 35 ribu penonton, tapi kalau hanya penonton umum yang datang, ya, beda.''
''Pada akhirnya semua sepakat, mulai dari Korwil dan Distrik, meski masih ada yang menunggu kembalinya logo. Jadi kesepakatannya adalah kami tetap dukung PS Tira-Persikabo musim ini dengan catatan kami minta dipercepat sesuai dengan statement manajemen PS Tira yang akan mengembalikan marwah dan logo Persikabo. Insya Allah selepas Kongres PSSI (KLB), resmi menggunakan nama Persikabo dan kami tunggu perihal keseimbangan tadi, manajemen dan kami,'' papar Ijul.
ADVERTISEMENT
Pemain dan pengurus Persikabo menyapa para suporter. Foto: Instagram @officialpersikabo
Penuh Liku
Ibarat batu yang akan terkikis terkena air, hati Kabomania luluh juga. Pada 2 Februari 2019, Kabomania untuk kali pertama hadir mendukung Tira-Persikabo di leg kedua babak 16 besar Piala Indonesia. Sudut-sudut tribune di Stadion Pakansari disambangi oleh orang-orang yang mengenakan atribut berwarna kuning-hijau.
Tak banyak memang, tapi pemandangan ini cukup menyita perhatian lantaran amat jarang laga PS Tira-Persikabo disambangi oleh suporter. Jadilah, penggawa Tira-Persikabo yang dahulu bermain dalam senyap, kini ditemani tabuhan drum dan nyanyian pembakar semangat. Ah, indahnya.
Dukungan berlanjut manakala Tira-Persikabo turun gelanggang di Liga 1 2019. Tiga laga kandang menghadapi Badak Lampung FC, PSM Makassar, dan Persipura Jayapura, Kabomania tampak menggoyangkan tribune.
ADVERTISEMENT
Media Officer Tira-Persikabo, Nandang Permana Sidik, punya pengalaman cukup menantang. Mendapat amanat dari Bimo, Nandang punya cerita mulai dari penolakan secara halus oleh Kabomania, menemani manajemen turun ke lapangan bersua suporter, hingga mengkoordinir Kabomania yang berdatangan ke stadion saat laga kandang.
''Pertama, kalau bicara penolakan secara terang-terangan, sih, enggak ya. Hanya saja, mungkin penolakan mereka itu timbul karena takut kalau Persikabo-nya hilang. Saya di situ dapat amanat dari presiden klub Tira, bahwa ini bukan untuk menghilangkan Persikabo. Intinya tidak ada niat menghilangkan Persikabo karena ini merger antara PS Tira dan Persikabo. Kebetulannya lagi, PS Tira itu bukan ikon dari suatu daerah, jadi kan nyambung itu sedikit,'' ujar Nandang.
ADVERTISEMENT
''Itu juga jadi modal saya (mendekati suporter). Jadi ketika Presiden klub kemudian turun menjelaskan hal itu, waktu itu 'kan banyak pertemuan (dengan suporter), di situlah dijelaskan. Karena ketika mereka bertemu dengan saya, saya bilang ke mereka ini bukan akuisisi dan mereka juga memahami itu. Step by step, mulai dari akar rumputnya, kemudian para pengurusnya, saya jelaskan.''
Bagi Nandang, pendekatan kepada Kabomania dilakukan dengan penuh kesabaran. Karena, ada kebangaan daerah yang bermain di dalamnya. Ia sadar Persikabo yang telah tertanam di relung hati Kabomania tak bisa diusik begitu saja. Pertemuan pun tak melulu dilakukan secara formal, obrolan di warung kopi pun pernah dilakoninya.
"Ketika dapat tugas sebagai koordinator, saya lakukan, hanya sebatas ngobrol, ngopi, ketemu, ngobrol santai aja. Saya juga enggak mau terlalu memberikan penekanan ke mereka. Justru saya membuka diri, saya jadi jembatan antara suporter sama manajemen. Apa yang saya sampaikan itu amanat dari manajemen, terutama dari Pak Bimo dalam hal ini, presiden klub, kalau ini merger. Untuk menghidupkan kembali sepak bola Bogor.''
ADVERTISEMENT
''Kalau toh pada dasarnya tidak ada itu (marger), mungkin beda cerita, tapi dari awal memang Pak Bimo ingin membangkitkan sepak bola Bogor. Dulu kan Bogor pernah berpentas di kompetisi Liga Indonesia dengan begitu banyak catatan baik, kemudian melihat beberapa pemain yang asli Bogor ada di Liga 1 atau Liga 2 banyak, terus kecintaan terhadap sepak bolanya bagus di Bogor ini, masyarakat sangat mencintai sepak bola, Stadion Pakansari juga besar, salah satu stadion representatif di Indonesia, nah, mungkin itu yang saya jelaskan ke mereka, tidak ada maksud menghapuskan Persikabo,'' katanya.
Nandang menyatakan keseriusan manajemen untuk menggaet Kabomania ditunjukkan dengan terlibat langsungnya Bimo selaku orang nomor satu di PS Tira. Bimo, lanjut Nandang, ikut bersosialisasi mulai dari level Bupati hingga ke akar rumput.
ADVERTISEMENT
"Yang penting bagi dia itu, apapun yang jadi pertanyaan, keluh kesah, dibicarakan di forum, tidak usah di luar, rame-rame, karena ini kan untuk satu tujuan, untuk Bogor juga. Enggak cuma dari suporter, Pak Bimo juga berkolaborasi dengan pemerintah via Bupati Bogor, ya. Dari awal ketika presiden klub menyatakan bahwa kami, PS Tira, akan merger dengan Persikabo, kami sudah dapat persetujuan dari pemangku jabatan di Bogor."
Sejumlah pemain dan pengurus Persikabo menyapa para suporter. Foto: Instagram @officialpersikabo
Meyakinkan Kabomania dan elemen pemerintahan Kota Bogor juga tak selamanya berjalan mulus. Terutama kepada Kabomania, manajemen, kata Nandang, kerap ditodong mengenai pertanyaan mengenai eksistensi nama dan logo Persikabo.
''Kalau bicara logo dana nama, yang kita pakai sekarang ini kan, ada lambangnya dua, dan nama pun tidak berubah satu titik pun. Logonya pun tidak berubah sekali, makanya amanat yang diberikan Pak Bimo kepada saya itu ya itu, ini merger, dan saya jelaskan kepada mereka ya itu. Namanya merger kan di tahun pertama memang seperti itu, tidak boleh ada nama yang hilang,'' terang Nandang.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, butuh waktu sekitar lima bulan untuk meyakinkan Kabomania terkait merger PS Tira dengan Persikabo tersebut. Waktu cukup lama tersebut dibutuhkan terutama untuk meyakinkan Kabomania bahwa Persikabo tak akan hilang dari peredaran nantinya.
''Cuma persoalannya di sini kita tidak semuanya apa yang saya sampaikan saat itu bisa dicerna, ada teman-teman, terutama yang di akar rumput. Kenapa itu terjadi? Karena ada perbedaan pandangan, kemudian Bogor ini 'kan perbatasan, ada dua komunitas suporter yang lainnya juga. Di situ yang harus saya jelaskan adalah Persikabonya tidak hilang, karena itu jadi modal saya untuk turun ke bawah."
'Ketika mereka tidak yakin, mereka akhirnya minta beberapa forum dengan Presiden klub. Presiden klub datang, dan itu yang membuat mereka yakin. Karena kenapa? Presiden klub saja turun, menjelaskan pada mereka bahwa tidak ada niatan untuk menghapus Persikabo-nya, karena yang jadi pertanyaan teman-teman ya itu. Dan saya sudah jelaskan, apa sudah sesuai regulasi? Ya, sudah. Karena kalau menyalahi aturan, federasi akan menolak. Tapi, 'kan sekarang tidak ditolak, dan tetap ikut berkompetisi dengan nama Tira-Persikabo.''
ADVERTISEMENT
Kini, Tira-Persikabo tengah memetik buah yang tengah ranum-ranumnya dari pohon. Sudah berhasil menggaet hati Kabomania, mereka juga tampil garang di atas lapangan hijau.
Tak ada yang mengira memang, skuat asuhan Rahmad Darmawan saat ini bisa bertengger di posisi ketiga klasemen Liga 1. Mengangkangi tim-tim besar tradisional lainnya semacam Persib Bandung, Persebaya Surabaya, PSM Makassar, dan Persija Jakarta.
Kalau kata orang, rezeki tak akan ke mana. Bertahun-tahun menanti sorak-sorai suporter di tribune, baru musim ini didapatkan PS Tira, itu pun setelah merger dengan Persikabo.
Kini, Tira-Persikabo lagi bahagia-bahagianya. Syarat menjadi klub sepak bola pun sudah seutuhnya mereka dapatkan. Stadion megah, prestasi mumpuni, dan suporter militan. Lengkap sudah.
ADVERTISEMENT
Dan, mungkin benar, bila rezeki tak akan ke mana...