Ketergantungan Teknologi: Adakah Kehidupan Sosial Tanpa Smartphone?

Maulvi Akbar Rafikasyah
Mahasiswa Manajemen Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
9 Juni 2023 15:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maulvi Akbar Rafikasyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kehidupan Tanpa Smartphone. Foto: ShutterStock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kehidupan Tanpa Smartphone. Foto: ShutterStock

Berhentilah sejenak dan bayangkan hidup tanpa smartphone. Bagi sebagian besar dari kita, pikiran tersebut sudah cukup untuk membuat kita merasa cemas dan terputus. Sebuah tanda yang jelas bahwa ketergantungan kita pada teknologi, khususnya smartphone, telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menurut statistik dari eMarketer, rata-rata orang dewasa di Amerika menghabiskan lebih dari 3 jam sehari di smartphone mereka. Lebih dari itu, sebuah studi oleh Deloitte menunjukkan bahwa rata-rata orang Amerika mengecek smartphone mereka 47 kali sehari. Namun, pertanyaan yang seharusnya kita tanyakan adalah: Apakah kita benar-benar membutuhkan waktu sebanyak itu di layar kita? Apakah kita tidak bisa hidup tanpa smartphone?
ADVERTISEMENT
Inilah kontroversi yang saya ingin bahas. Ketergantungan kita pada smartphone telah merusak kualitas interaksi sosial kita. Seperti yang dikatakan oleh psikolog dan penulis Sherry Turkle, "Kita sudah melupakan cara berbicara satu sama lain, bukan hanya dalam percakapan, tetapi bagaimana cara mendengar, bagaimana cara bersimpati, bagaimana cara mengambil perspektif orang lain."
Kita semakin akrab dengan pesan teks singkat dan emoji, daripada suara dan ekspresi wajah orang lain. Konsep 'makan malam bersama' sekarang lebih sering melibatkan perangkat di tangan daripada percakapan langsung. Dalam banyak situasi, smartphone kita telah menjadi penengah dalam interaksi sosial kita, menurunkan kualitas dan kedalaman percakapan kita.
Pada saat yang sama, kita tidak bisa mengabaikan manfaat yang diberikan oleh smartphone. Informasi dalam genggaman, kemudahan komunikasi, serta akses ke hiburan dan aplikasi produktivitas — semua ini adalah aspek positif yang dibawa oleh smartphone. Namun, pertanyaannya adalah, apakah kita telah melewati titik keseimbangan?
ADVERTISEMENT
Mengutip kata-kata penulis dan aktivis sosial Naomi Klein, "Teknologi bukanlah musuh kita. Musuh kita adalah kurangnya keseimbangan." Dan inilah yang harus kita hadapi saat ini: menemukan keseimbangan dalam penggunaan teknologi, khususnya smartphone.
Untuk melakukan ini, kita perlu mempertanyakan dan merefleksikan kebiasaan kita sendiri. Apakah kita menghabiskan waktu di smartphone karena kita benar-benar membutuhkannya, atau hanya karena kita terbiasa melakukannya? Apakah kita mampu meletakkan smartphone kita selama makan malam dan berbicara langsung dengan keluarga atau teman?
Sejauh mana kita bisa melangkah mundur dari teknologi ini dan tetap menjaga kualitas kehidupan sosial kita? Ini adalah pertanyaan yang mungkin sulit dijawab, tetapi yang pasti sangat penting untuk ditanyakan. Kita perlu mempertimbangkan apakah ketergantungan kita pada smartphone telah mencapai titik di mana itu lebih merusak daripada membantu.
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang salah dengan menggunakan smartphone; masalahnya muncul ketika kita kehilangan kontrol atas penggunaan kita. Ada saat-saat ketika perlu membatasi penggunaan smartphone dan mengalihkan perhatian kita ke dunia nyata. Mungkin ini berarti menetapkan batasan penggunaan harian, menghapus aplikasi yang merusak produktivitas, atau sederhananya menghabiskan waktu tanpa gangguan dengan orang yang kita cintai.
Perusahaan teknologi juga memiliki peran penting dalam hal ini. Mereka perlu merancang produk dan layanan mereka dengan lebih bertanggung jawab, dengan menghargai waktu pengguna dan memfasilitasi penggunaan yang sehat dan seimbang. Regulasi yang lebih ketat mungkin juga diperlukan untuk memastikan bahwa ini terjadi.
Namun, pada akhirnya, tanggung jawab itu ada pada kita, pengguna. Seperti kata penulis dan filsuf terkenal Aldous Huxley, "Teknologi adalah hasil dari sains dan teknik yang mempelajari alam, tetapi manusia, bukan alam, yang harus diatur."
ADVERTISEMENT
Dalam masyarakat yang semakin didigitalisasi, tantangan untuk menjaga keseimbangan antara dunia online dan offline hanya akan semakin besar. Namun, ini adalah tantangan yang harus kita hadapi. Kita perlu belajar bagaimana menavigasi era digital ini tanpa kehilangan esensi dari apa yang membuat kita manusia — kemampuan kita untuk berinteraksi, berempati, dan terhubung dengan orang lain pada tingkat yang mendalam dan bermakna.
Jadi, apakah kehidupan sosial tanpa smartphone bisa tercipta? Saya percaya jawabannya adalah bisa. Meski smartphone memberikan banyak manfaat dan memudahkan komunikasi, kehidupan sosial yang sehat dan penuh juga mungkin tanpa ketergantungan pada perangkat ini. Kita perlu ingat bahwa smartphone hanyalah alat, dan tidak boleh dibiarkan mengendalikan atau mendefinisikan hidup kita.
ADVERTISEMENT
Melangkah maju, mari kita berusaha untuk menggunakan teknologi dengan bijaksana dan bertanggung jawab, sambil merawat dan merayakan interaksi manusia yang berharga dan tak tergantikan dalam kehidupan sehari-hari kita. Ketergantungan pada teknologi, termasuk smartphone, adalah tantangan era kita, dan saatnya kita mulai menanganinya dengan serius.