IDAI Minta Ortu Bawa Anak Vaksin Buntut KLB Difteri dan Campak: Fatwa MUI Wajib

12 Maret 2023 16:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kesehatan dari Puskesmas Kampus Palembang menyiapkan vaksin difteri dan tetanus untuk disuntikkan kepada siswa saat kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di SD Negeri 21 Palembang, Sumatera Selatan, Senin (21/11/2022).  Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kesehatan dari Puskesmas Kampus Palembang menyiapkan vaksin difteri dan tetanus untuk disuntikkan kepada siswa saat kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di SD Negeri 21 Palembang, Sumatera Selatan, Senin (21/11/2022). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejumlah daerah di Indonesia saat ini mengalami kejadian luar biasa (KLB) difteri dan campak. Kedua penyakit ini sangat menular dan sudah ada sejak lama, namun karena cakupan vaksinasinya rendah, kini menjadi KLB.
ADVERTISEMENT
Menurut data terakhir dari IDAI, difteri saat ini paling banyak terjadi di Garut dengan jumlah kasus meninggal mencapai 8 orang. Di Jakarta, setiap minggunya rata-rata ada 12 kasus suspek difteri dan 1 anak meninggal dunia. Sementara untuk campak, dari 83 anak di Papua yang dilaporkan terinfeksi, 15 di antaranya meninggal dunia.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso Sp.A(K), menilai kondisi ini sudah darurat. Dia menyayangkan penyakit yang seharusnya bisa dicegah justru kini meluas dan jadi KLB, hanya karena orang tua tak mau membawa anaknya imunisasi.
“Ini yang sangat serius dan pencegahannya tersedia gratis di mana-mana, di Puskesmas, di Posyandu, yaitu vaksinasi yang ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Sejak zaman Pak Harto itu gratis, tapi masih ada yang menolak diberikan vaksinasi. Padahal fatalitas atau kematian nya sangat tinggi,” kata dr Piprim dalam media briefing bersama IDAI beberapa waktu lalu.
Seorang anak menunjukkan pin tanda telah divaksin campak rubella dalam Bulan Imuniasi Anak Nasional (BIAN) di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) III Tanah Abang, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Ia menyebut, satu-satunya solusi terbaik dari KLB ini adalah dengan vaksinasi. Sebab difteri dan campak adalah penyakit berat, jika sudah terinfeksi pengobatannya tidak mudah dan tidak murah. Masa depan anak juga terancam karena selain menyebabkan kematian, jika selamat pun ada risiko yang mengintai.
ADVERTISEMENT
“Jadi percayalah bahwa kita sudah darurat, korban sudah banyak, mau nunggu berapa lagi korban berjatuhan,” lanjutnya.
dr Piprim juga menegaskan orang tua tak perlu khawatir dengan kehalalan vaksin DPT untuk mencegah difteri dan MR/MMR untuk mencegah campak. Karena vaksin tersebut tidak mengandung babi dan MUI juga telah mengeluarkan fatwa wajib.
“Alasannya karena halal haram, vaksin DPT ini tidak ada urusannya dengan enzim babi. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir ya. Dan MUI sendiri fatwanya ketika penyakit itu bikin kematian, maka hukumnya menjadi wajib,” jelas Piprim.
“Jadi kalau dari sisi fatwa tidak perlu kita ragukan lagi buat kelompok-kelompok yang masih meragukan saya kira ayolah jangan sampai jatuh lagi. Korban anak-anak kita bisa kita lindungi, bisa tumbuh kembang dengan sehat,” imbuhnya.
Tenaga kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 khusus untuk anak. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi Tropik IDAI dr Anggraini Alam, Sp.A(K), mengatakan hal senada. Ia juga mengajak semua pihak khususnya tenaga kesehatan untuk menginformasikan kepada masyarakat betapa bahayanya difteri dan campak ini. Sebab meski sudah dikejar dengan program imunisasi BIAN (Bulan Imunisasi Anak Nasional), masih banyak orang tua yang tidak mendorong anaknya untuk vaksin.
ADVERTISEMENT
Kini karena ada kasus KLB, pemerintah meresponsnya dengan menggelar imunisasi Outbreak Response Imunization (ORI) agar lebih efektif. “Jadi begitu ada kejadian luar biasa, kurung. Cepat dalam satu masa kita berharap dalam seminggu semuanya untuk disini nggak main-main harus 3 kali (vaksin),” tegas dr Anggi.