Kolek, Saksi Hidup Rentetan Kecelakaan di Perlintasan Kereta Ciputat

13 Januari 2018 19:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jalur setapak Kereta tanpa palang pintu (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jalur setapak Kereta tanpa palang pintu (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perlintasan kereta api tanpa palang di Kampung Pladen, Pondok Ranji, Ciputat, Tangerang Selatan adalah mata pencaharian Kolek. Pria paruh baya itu, sehari-hari memang berjaga di perlintasan kereta Pondok Ranji. Selain membantu pengendara mewaspadai kereta, dia juga mengais rezeki dari sumbangan mereka yang melintas.
ADVERTISEMENT
Kolek yang tinggal tak jauh dari lokasi perlintasan kereta ini menceritakan, sudah sejak lama dia menjadi saksi aneka kecelakaan yang terjadi. Bahkan tak jarang dia memegangi korban yang tengah menghadapi sakaratul maut.
"Wah, kalau kecelakaan sering banget di sini. Saya sering lihat," kata Kolek sembari menjaga rel kereta, Sabtu (13/1). Beberapa kecelakaan diceritakan Kolek, mulai dari motor yang tertabrak sampai mobil.
Pintu kereta itu memang tak dijaga. Jadi tak ada sirine yang berbunyi dan tak ada palang pintu yang menutup. Orang seperti Kolek dan beberapa temannya yang membantu 'mengamankan' warga. Perlintasan itu sendiri menguhubungkan Pondok Ranji dengan Kebayoran.
Jalur setapak Kereta tanpa palang pintu (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jalur setapak Kereta tanpa palang pintu (Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan)
Kolek tak pernah memaksa meminta uang, dia hanya mengharap seikhlasnya.
Pagi tadi, perlintasan kereta ini kembali menelan korban. Ada tiga orang penumpang Terios meninggal dunia. Kendaraan mereka melintas, lalu kereta yang memuat batu bara datang. Maut menjemput Nazwa, Yulianti, dan Andrian. Sedang 3 orang lainnya mengalami luka-luka.
ADVERTISEMENT
Kolek berbagi cerita, kala malam datang, di atas pukul 22.00 WIB, jarang warga yang berani menjaga. Apalagi sampai Subuh. Alasannya tak lain urusan dengan dunia lain. Percaya tak percaya, Kolek kerap merasakan sensasi berbeda ketika berangkat dan pulang salat subuh melintas di perlintasan itu.
Tapi bagi dia itu hanya perasaan saja. Kolek tak mau berpikir macam-macam.
"Ada juga warga yang dengar orang nangis, orang minta tolong, tapi sudah biasa," tutup Kolek sembari berlalu menghadang mobil yang akan melintas karena kereta datang.