PKB Akan Disiplinkan Gus Yaqut

1 Oktober 2023 12:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
Menag Yaqut Cholil Qoumas di Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H/2023 M. Foto: Dok. Kemenag
zoom-in-whitePerbesar
Menag Yaqut Cholil Qoumas di Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H/2023 M. Foto: Dok. Kemenag
ADVERTISEMENT
Waketum PKB Jazilul Fawaid menyayangkan pernyataan Menteri Agama Gus Yaqut Cholil Qoumas yang mengingatkan masyarakat agar tak pilih pemimpin bermulut manis. Gus Yaqut juga mengimbau masyarakat tak memilih pemimpin menggunakan agama seperti di Pilgub 2017.
ADVERTISEMENT
Menurut Jazilul, pernyataan itu justru dapat memecah belah. Ia mengatakan sebagai kader PKB, Gus Yaqut akan mendapat pendisiplinan partai.
Meski, ia tak merinci pendisiplinan yang dimaksud.
"Kalau sebagai kader PKB, kami tentu sudah menyiapkan langkah-langkah pendisplinan. Publik tentu juga akan memberikan penilaian juga, menurut saya itu yang lebih penting. Jangan membuat publik ini berspekulasi, bingung, dan menggiring opini yang nggak perlu," kata Jazilul, Minggu (1/10).
"Kita serahkan ke mekanisme internal organisasi. Saya yakin cepat atau lambat itu sudah ada pendisiplinan, kok. PKB selalu menempatkan diri sebagai partai terbuka untuk menjaga kebersamaan, menjadi partai pemersatu," imbuh dia.
Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (7/10/2022). Foto: Zamachsyari/kumparan
Jazilul meyakini sebelum mendapat disiplin, Gus Yaqut pasti juga sudah mendapat penilaian publik terkait pernyataan itu.
ADVERTISEMENT
"Hati-hati menjaga mulutnya. Ini pejabat publik, dia digaji oleh pajak negara untuk membuat suasana harmoni, bukan untuk mengeluarkan statement yang nggak perlu. Rakyat itu lebih paham, nggak mungkin akan milih pemimpin yang mukanya jelek, alatnya, ngomongnya jelek," kata Jazilul.
Sebelumnya, Menag meminta agar masyarakat tidak mempertaruhkan negeri ini pada orang-orang yang tidak memiliki perhatian pada masyarakat.
Selain itu ia menyinggung agama dengan politik tidak dapat dipisahkan. Namun demikian, agama tidak boleh digunakan sebagai alat politik untuk memenuhi nafsu kekuasaan.
"Jangan karena bicaranya enak, mulutnya manis, mukanya ganteng itu dipilih. Jangan asal begitu, harus dilihat dulu track record-nya bagus, syukur mukanya ganteng, syukur bicaranya manis, itu dipilih," katanya di Solo, dikutip dari Antara, Sabtu (30/9).
ADVERTISEMENT
"Kita masih ingat, ada penggunaan agama secara tidak baik dalam politik beberapa waktu yang lalu, waktu pemilihan Gubernur DKI Jakarta dan Pemilihan Presiden," katanya.