Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Persoalan sampah dan juga pemanasan global pastinya bukan lagi hal baru di dunia traveling. Mulai dari mencairnya es di Antartika, prediksi tenggelamnya pulau di Samudera Pasifik, dan juga hewan-hewan yang mati karena tak sengaja memakan sampah adalah beberapa di antaranya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengurangi kemungkinan kasus-kasus serupa kembali terjadi, banyak traveler yang lebih memilih untuk berwisata dengan lebih bijak. Seperti dengan membawa sedotan stainless, tidak menggunakan plastik sekali pakai, hingga mengurangi perjalanan menggunakan pesawat.
Gerakan-gerakan kecil tersebut rupanya kini menjadi tren baru di dalam dunia wisata. Dan platform pemesanan perjalanan Booking.com dalam hasil survei terbarunya menemukan sebuah temuan menarik.
Dari hasil laporan resmi yang diterima kumparan, survei tersebut mengungkapkan bahwa hampir tiga perempat traveler Indonesia (77 persen) lebih memilih untuk traveling yang lebih ramah lingkungan.
Sisanya, 33 persen responden juga mengaku bahwa liburan adalah saat-saat istimewa untuk memanjakan diri. Sehingga mereka tak mau ambil pusing soal lingkungan.
Traveler memilih cara ini karena dianggap bisa membantu memperbaiki kondisi bumi yang semakin buruk. Meski dampaknya memang tidak langsung terasa, traveling yang berkelanjutan (sustainable travel) dipercaya akan membantu menyelamatkan bumi demi generasi mendatang.
ADVERTISEMENT
Persentase tersebut juga tak hanya ada di satu kategori usia saja, tapi hampir pada seluruh kalangan traveler dalam berbagai usia.
Riset yang dilakukan sepanjang Februari dan Maret 2019 itu menemukan bahwa 74 persen responden berusia 46-55 tahun dan 71 persen traveler milenial, dari 18.077 responden dan 18 negara percaya bahwa keberlanjutan (sustainability) adalah masalah penting.
18 negara yang disurvei antara lain Brasil, Kanada, China, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Belanda, Korea Selatan, Spanyol, Taiwan, Inggris, Amerika Serikat, dan Israel. Tren ini tentu saja menjadi permulaan yang baik.
Apalagi menurut laporan khusus PBB Panel Antar-pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) yang diluncurkan pada 2018 lalu, masyarakat hanya punya satu dekade untuk menahan pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius di atas level pra-industri.
ADVERTISEMENT
Parahnya, apabila tak segera bertindak, pemanasan global ini akan meningkatkan risiko banjir, kekeringan, serta peningkatan suhu yang ekstrem.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran traveler untuk wisata yang ramah lingkungan, maka permintaan menginap di akomodasi yang serupa juga makin tinggi. Sepanjang 2019, survei Booking.com mencatat ada sekitar 76 persen responden yang ingin menginap setidaknya sekali di akomodasi yang ramah lingkungan.
Jumlah ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2016, persentase wisatawan yang berminat pada akomodasi yang ramah lingkungan berada di angka 62 persen.
Jumlah tersebut meningkat tiga persen menjadi 65 persen pada tahun 2017, dan kemudian meningkat pula menjadi 68 persen pada 2018 lalu.
Selain itu, 84 persen responden juga mengaku akan lebih memilih opsi akomodasi yang lebih ramah lingkungan ketika hendak menginap. Walaupun sebenarnya, mereka pada awalnya tidak mencari secara spesifik.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, ternyata 31 persen responden sering enggak sadar bahwa penginapan yang mereka inapi telah dilengkapi label eco. Label eco adalah simbol yang menunjukkan bahwa akomodasi tersebut ramah lingkungan.
Lebih dari sepertiga responden juga percaya, bahwa standar internasional ramah lingkungan membuat traveler jadi lebih yakin untuk bepergian. Sementara itu, 76 persen responden lainnya merasa lebih nyaman ketika menginap di akomodasi berlabel eco.
Oleh sebab itu, 77 persen responden yang disurvei menginginkan agar perusahaan perjalanan menawarkan pilihan wisata berkelanjutan bagi para pelanggan. Terlebih menurut 46 persen responden, membuat rencana liburan yang berkelanjutan lebih susah dari pada melakukannya dalam aktivitas sehari-hari.
Sehingga sekitar 51 persen responden menginginkan agar platform pemesanan perjalanan online menyediakan pilihan ramah lingkungan bagi para penggunanya.
ADVERTISEMENT
Menariknya lagi, gaya wisata yang lebih ramah lingkungan juga tidak hanya diterapkan traveler ketika memilih akomodasi saja, tetapi juga dalam menentukan aktivitas pengisi liburan.
Lebih dari setengah responden (52 persen) mengaku telah mengubah perilaku mereka dalam memilih aktivitas liburan. Misalnya dengan berjalan kaki, bersepeda, dan hiking.
74 persen responden juga berkata bahwa mereka akan lebih memilih pilihan akomodasi yang terbukti dapat mengurangi jejak emisi karbon. Kemudian sebanyak 79 persen responden kini lebih mencari pengalaman otentik dan membelanjakan uangnya langsung di komunitas setempat.
Menarik sekali, ya, hasil survei ini. Kamu sendiri, sudah menjalankan gaya traveling yang ramah lingkungan belum?