Mie Ayam & Bakso Woyo-Woyo: Kuliner Pogung bagi Mahasiswa

Maria Setia
Mahasiswa S1 Pariwisata Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
13 Desember 2023 6:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maria Setia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumen Pribadi | Bakso Woyo-Woyo
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumen Pribadi | Bakso Woyo-Woyo
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cuaca di Yogyakarta akhir-akhir ini memang sulit diduga. Pada pagi hari terasa panas, tapi beberapa jam kemudian awan mendung datang berarak dan hujanpun turun. Langit hari ini tampak mendung. Mumpung belum turun hujan, saya mulai mencari tempat makan siang yang cocok dengan cuaca seperti ini. Kebetulan perut juga mulai lapar. Terus terang saya tertarik dengan tempat rekomendasi teman saya yaitu Mie Ayam & Bakso Woyo Woyo. Katanya enak, harga bersahabat dengan budget mahasiswa dan lokasinya mudah dijangkau.
ADVERTISEMENT
Rasa penasaran saya dan angan-angan menyantap semangkok bakso panas di cuaca mendung menjelang hujan membawa saya ke daerah Pogung tempat Bakso Woyo Woyo berada, tepatnya di Jalan Pogung Raya No 31, Pogung Kidul, Yogyakarta. Saya pun mulai memacu motor saya ke sana.
Sesampainya di lokasi, saya melihat banyak pelanggan yang antri. Tidak heran, karena Mie Ayam & Bakso cukup terkenal di kalangan mahasiswa. Lokasinya yang dekat dengan kos-kosan membuatnya mudah dijangkau oleh mereka. Selain itu tersedia banyak macam pilihan bakso yg menarik bagi mahasiswa yang memang senang mencicipi kuliner unik.
Segera saya memarkir motor saya dengan hati-hati karena memang tidak tersedia tempat parkir khusus karena hanya terdapat sedikit tempat kosong di tepi jalan gang. Aroma menggoda yang gurih menyambut saya meskipun saya masih di area parkir. Setelah memarkirkan motor, dengan segera kaki melangkah ke dalam warung Mie Ayam & Bakso Woyo Woyo.
Sumber: Dokumen Pribadi | Antrian di Mie Ayam & Bakso Woyo-Woyo
Sesampainya di sana, saya melihat gerobak bakso, beberapa meja, dan kursi di dalam ruangan yang tidak begitu besar. Di dalam gerobak bakso yang berwarna hijau dengan garis kuning, saya melihat berbagai jenis bakso ditata rapi. Sangat menggugah selera. Selain itu, saya melihat antrian yang cukup panjang hingga keluar ruangan. Saya pun dengan semangat ikut berdiri di antrian itu.
ADVERTISEMENT
Setelah saatnya saya memesan, tiba tiba suara dan senyum ramah menyapa saya. Seorang bapak bernama Pak Woyo yang merupakan pemilik Mie Ayam & Bakso Woyo-Woyo menyilahkan saya untuk melihat-lihat menu dan memesan. Cara memesan bakso di sana dapat dibilang cukup unik yaitu seperti prasmanan. Pengunjung dapat memilih jenis-jenis bakso yang diinginkan dan akan diambilkan oleh Pak Woyo. Sedangkan, jika ada yang ingin pesan untuk dibawa pulang juga akan dilayani. Bakso akan dikemas dalam plastik yang tertutup rapat agar aman sampai tujuan. Kebetulan pelanggan setelah saya memesan mie ayam. Mie langsung direbus saat dipesan, lalu dicampur bumbu dan daging ayam sebelum diantar ke meja.
Saat itu kebetulan saya dilayani oleh Pak Woyo yang dibantu oleh keponakannya. Saat Pak Woyo minta saya untuk memilih bakso yang saya suka, saya menemui kesulitan karena banyaknya jenis bakso. Akhirnya pilihan saya jatuh ke bakso biasa, bakso telur puyuh, bakso jamur, bakso mercon, bakso goreng, gorengan panjang, gorengan siomay dan ketupat. Tentu saja saya juga tidak melewatkan bakso mozarella karena ini adalah rekomendasi dari Pak Woyo.
ADVERTISEMENT
Setelah memesan, bakso yang saya pilih dimasukan ke dalam mangkok dan diberikan bawang goreng dan sawi diatasnya. Lalu setelah itu, bakso akan diguyur dengan kuah panas yang uapnya masih mengepul. Setelah pesanan saya siap, Pak Woyo pun mempersilahkan saya duduk dan membantu mengantarkan bakso ke meja saya. Saya lalu duduk di tempat yang masih kosong. Meja yang saya tempati cukup bersih dan menyediakan beberapa tambahan seperti garam, cuka, sambal, saos tomat, serta ketupat. Ada beberapa mahasiswa juga keluarga yang sedang menikmati mie dan bakso dengan nyaman, mengobrol, diskusi, tertawa dan kadang berdiri untuk tambah bakso atau sekedar mengambil sambal.
Sumber: Dokumentasi Pribadi | Sambal, Garam, Kecap, Saos Tomat, dan Cuka yang di sediakan di meja
Sebelum makan, ada cerita lucu waktu saya meminta tambahan ketupat. Pak Woyo bilang, “Wah, ini sudah banyak baksonya. Apa nanti bisa habis, Mbak?”. Saya tersenyum, “Bisa habis, Pak. Tambah pake ketupat ya!”. Pak Woyo ikut tersenyum, menambahkan potongan ketupat sambil berkata, “Insya Allah, habis!”. Mungkin Pak Woyo tidak menyangka saya seorang mahasiswi yang berbadan kecil punya selera makan yang besar.
Sumber: Dokumentasi Pribadi | Menu yang saya pesan di Bakso Woyo-Woyo
Sesaat setelah saya mencicipi sendok kuah, saya merasakan kuah yang gurih dengan kaldu yang kaya. Selain itu, rasa asin gurih dari kaldu dan harumnya bawang goreng menambah selera makan. Sambil makan, saya berbincang tentang riwayat Mie & Bakso Woyo Woyo dengan Pak Woyo dan istrinya Bu Saroh.
ADVERTISEMENT
Nama Woyo Woyo diambil dari nama Pak Woyo si pemilik usaha mie ayam dan bakso. Pak Woyo adalah orang Cilacap dan mahir membuat mie ayam. Pak Woyo menikah dengan Bu Saroh yang asli Malang yang juga pandai membuat bakso Malang. Maka digabunglah keahlian mereka dan ide untuk membuka usaha kuliner mie ayam dan bakso bisa diwujudkan. Pak Woyo bercerita kalau usaha ini pernah buka di Sidoarjo, Cilacap, dan Cikarang. Lalu mereka pindah ke Jogja tahun 2017. Awal berjualan di Yogyakarta, Pak Woyo mendorong gerobaknya dan berkeliling. Akhirnya mereka menyewa tempat di lokasi yang sekarang ini.
Pak Woyo juga berkata kalau pernah berjualan secara online dan offline. Tetapi karena pembeli yang langsung datang cukup banyak, mereka tidak sanggup menangani pesanan online. Jadi saat ini, mereka fokus melayani pembeli yang datang langsung ke lokasi.
ADVERTISEMENT
Sambil ngobrol, saya juga terus menyantap bakso yg ada di depan saya. Rasanya enak dan kenyal. Terasa daging sapinya dan juga isian yang ada di dalam baksonya. Gorengannya juga krispi renyah. Setelah diberi kuah, terlihat tidak garing lagi tapi saat digigit, masih ada tekstur renyah sedikit. Sensasi yg menarik buat lidah saya. Pak Woyo juga bilang, “Bakso mercon ini rekomendasi buat yg suka pedas. Merconnya meledak di mulut!”
Lalu saya tanya, “Apa Bapak masak semua ini sendiri? Bagaimana caranya Bapak atur waktu dan lain sebagainya?”
Pak Woyo pun menjawab bahwa mereka biasanya saat pagi kami ke pasar. Di pasar mereka membeli daging sapi, tepung, bumbu bumbu, juga bahan bahan untuk isian bakso, seperti jamur, keju, cabai, urat, kulit pangsit untuk gorengan, dan sebagainya. Mereka pun pulang dari pasar sekitar jam 8.00 sampai 08.30. Setelah itu mereka langsung buat bakso. Resep dari bakso dan mie ayam merupakan kreasi mereka sendiri dari berbagai eksperimen. Macam-macam bakso dan gorengan dibuat seperti bakso Malang yang terkenal karena Bu Saroh berasal dari Malang. Mie untuk mie ayam mereka beli yang sudah jadi. Jadi mereka hanya membuat ayam buat tambahan di atas mie. Setelah mereka selesai memasak sekitar jam 2 siang, lalu langsung ke warung untuk dijual.
ADVERTISEMENT
“Waah, hebat sekali usaha Pak Woyo dan Bu Saroh! Dari pagi sudah berkutat dengan bahan bahan bakso. Tidak heran mie ayam & baksonya laris manis”, sahut saya. Dan saya pikir memang bakso di sini berbeda dengan bakso yang biasa dijual di Yogyakarta. Biasanya bakso yang dijual di Yogyakarta tidak punya variasi isian yang beragam juga tidak ada gorengan atau siomay untuk tambahan teman bakso. Jadi hal ini saya nilai sebagai keunggulan dan keistimewaan Bakso Woyo Woyo.
Tanpa terasa semua bakso dan gorengan serta ketupat sudah masuk ke perut saya. Pak Woyo yang kemudian membersihkan meja di sebelah meja saya, melihat mangkok saya yg sudah kosong dan licin tandas. Dia tertawa sambil berkata, “Wah, hebat! Bisa habis! Terima kasih banyak, ya!”. Mendengarnya jelas saya tersenyum, lalu saya buka tas saya untuk mengambil dompet dan membayar.
ADVERTISEMENT
Ternyata sistem pembayarannya cukup kekinian. Selain bisa menggunakan uang tunai, pelanggan juga bisa menggunakan QRIS. Nah, tinggal pilih cara mana yg cocok dengan gaya kita.
Sumber: Dokumentasi Pribadi | Menu di Mie Ayam & Bakso Woyo-Woyo
Bagaimana dengan harganya? Harga jelas terjangkau bagi saku mahasiswa.
Mie ayam seharga 10K
Mie ayam bakso seharga 13K
Mau tambah bakso juga bisa. Per butirnya berkisar antara 1K-3K tergantung dari isi dan ukuran baksonya.
Saya merasa puas memilih makan siang di Mie Ayam & Bakso Woyo-Woyo. Menunggu panjangnya antrian terbayar ketika saya mencicipi satu suap pertama kuah bakso. Jika ada yang bertanya tentang bakso enak di Yogyakarta, saya akan merekomendasikannya. Jadi, seandainya sedang di Yogyakarta atau di dekat Pogung, jangan ragu mampir ke Mie Ayam & Bakso Woyo Woyo. Saran saya jika ingin ke lokasi ini, gunakanlah motor atau berjalan kaki karena tidak tersedia tempat parkir yang memadai. Selain itu, jangan lupa untuk mengosongkan perut, sehingga dapat memesan bakso dengan banyak rasa.
ADVERTISEMENT