Pakar IPB: Bioimunisasi dan Pengumpulan Telur Hama Padi Teruji Efektif di Sawah

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
7 Mei 2024 8:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pakar IPB: Bioimunisasi dan Pengumpulan Telur Hama Padi Teruji Efektif di Sawah
zoom-in-whitePerbesar
Pakar IPB: Bioimunisasi dan Pengumpulan Telur Hama Padi Teruji Efektif di Sawah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengendalian hama dan penyakit merupakan komponen penting dalam menjaga produktivitas tanaman. IPB University memiliki kisah sukses dalam menerapkan pengendalian hama dan penyakit dalam skala luas di Subang, Jawa Barat. Pendekatan baru yang diterapkan IPB University telah teruji efektif pada 500 hektare sawah di kabupaten lumbung padi ketiga nasional itu.
ADVERTISEMENT
Pendekatan baru IPB University tersebut adalah Pengelolaan Hama Penyakit Terpadu-Biointensif (PHT-Biointensif). Teknologi ini telah diterapkan di dua lokasi di Subang, pertama di Kampung Inovasi IPB Subang - Desa Kiarasari, Compreng seluas 350 hektare (ha). Lokasi kedua adalah di kawasan program Patriot Pangan di Desa Ciasem Girang, Ciasem seluas 100 ha.
Kampung Inovasi IPB Subang di Kiarasari, Compreng pada Musim Tanam (MT) 1 tahun ini menghasilkan 9,72 ton gabah kering panen per hektare (GKP/ha). Sementara di Ciasem, hasil panen di lahan program Patriot Pangan di Desa Ciasem Girang, menghasilkan 10 ton GKP/ha. Di kedua tempat ini, produktivitasnya melebihi rata-rata yang 7,3 ton per ha.
Lebih lanjut tentang teknologi PHT-Biointensif, Prof Suryo Wiyono, Guru Besar Proteksi Tanaman IPB University menjelaskan, “Komponen utama terdiri dari bioimunisasi tanaman dengan cendawan endofit dan bakteri teruji, serta membuat predator hama banyak dengan pupuk organik dan menghindari penggunaan pestisida sampai umur 35 hari.”
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, juga dilakukan monitoring penerbangan penggerek dengan light trap yang diikuti pengumpulan kelompok telur. Dalam implementasinya, monitoring turut melibatkan guru dan siswa SMKN Compreng. Kegiatan yang dilakukan meliputi monitoring hama penggerek batang padi, pengumpulan kelompok telur di persemaian, dan bioimunisasi tanaman dengan mikroba.
“Hasil penerapan teknik ini langsung bisa terlihat dan dirasakan petani. Serangan penggerek batang di daerah Compreng tidak lebih tinggi dari 1 persen hingga musim panen tiba. Sementara, serangan penggerek batang di desa sebelahnya mencapai 11,0 persen,” ungkap Prof Suryo yang juga merupakan Dekan Fakultas Pertanian IPB University.
Sama halnya dengan Compreng, di Ciasem utamanya daerah Ciasem Baru yang merupakan daerah endemik penggerek batang, tingkat serangan penggerek pada petak penerapan hanya sebesar 21,59 persen. Hal ini jauh lebih rendah dibanding yang menggunakan metode konvensional yang mencapai 67,3 persen.
ADVERTISEMENT
Dr Dewi Sartiami, seorang Ahli Hama IPB University menyatakan bahwa monitoring dengan light trap ini terbukti efektif untuk mengelola penggerek batang. Metode ini bisa melihat puncak penerbangan ngengat penggerek dan menentukan waktu pengumpulan kelompok telur.
Salah satu petani Kiarasari, Maman (50 tahun) mengaku, dengan bioimunisasi ini, perkecambahan lebih baik. “Bahkan karena yang tumbuh jauh lebih banyak saya jadi kelebihan bibit, dan banyak disumbangkan ke teman yang membutuhkan,” ujarnya.
“Dengan menggunakan teknologi ini, kami petani sangat menghemat biaya karena hanya menggunakan pestisida sebanyak satu kali, biasanya kami bisa menyemprot hingga sepuluh kali,” imbuh Maman.
“Teknologi ini juooss, tapi sayangnya banyak yang belum tahu saja. Jadi, teknologi ini harus disebarluaskan supaya petani lebih banyak yang tahu,” terang Vektor (42) petani Ciasem Girang, yang juga merupakan petani peserta program.
ADVERTISEMENT
“Teknologi bio-imunisasi benih yang dilakukan memiliki pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan tanaman padi, dimulai dari persemaian yang daya perkecambahannya hampir mencapai 100 persen. Pertumbuhan bibit juga merata, akar tumbuh lebih lebat,” sambungnya.
Dengan keandalan dan juga biaya yang murah, Prof Suryo Wiyono meyakini bahwa teknologi ini siap untuk diterapkan pada skala yang lebih besar. (*/Rz)