Asal Usul Pertunjukkan Wayang Kuno

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
8 Januari 2018 8:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
com-Kesenian Wayang (Foto: PT Triadiksi)
zoom-in-whitePerbesar
com-Kesenian Wayang (Foto: PT Triadiksi)
ADVERTISEMENT
Sebelum masuknya Agama Hindu-Budha ke Indonesia, nenek moyang bangsa ini telah melakukan berbagai ritual yang didasarkan pada kepercayaan menyembah alam. Mereka percaya bahwa orang yang telah tiada akan kembali ke alam dalam wujud roh yang masih berada di sekililing mereka. Roh-roh tersebut akan menempati pohon-pohon, dan gunung-gunung yang kemudian akan disembah dan dijadikan tempat keramat bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Roh orang yang telah wafat dianggap sebagai pelindung yang kuat bagi masyarakat untuk menangkal pengaruh negatif dan sihir-sihir dari kelompok masyarakat lain. Roh tersebut hanya dapat dibangkitkan oleh seorang ahli sihir yang dipilih oleh masyarakat sebagai pembimbing bagi roh-roh tersebut. Cara mendatangkan roh dilakukan dengan diiringi nyanyian, tarian, pujian-pujian, dan sajian-sajian. Didatangkannya roh orang yang telah wafat dilakukan sebagai bentuk perlindungan dan pencarian berkah bagi mereka yang masih hidup.
Keinginan masyarakat untuk mencari perlindungan dan keberkahan dari roh-roh semakin besar. Akhirnya masyarakat memiliki keinginan untuk mendatangkan roh pelindung mereka ke dalam rumah, ataupun tempat-tempat yang lebih dekat dengan masyarakat. Masyarakat percaya bahwa semakin dekat masyarakat dengan roh leluhurnya, semakin berkah kehidupan yang mereka jalani. Ritual seperti nyanyian, pujian, dan makanan, disiapkan sesuai dengan kegemaran roh-roh tersebut ketika masih hidup.
ADVERTISEMENT
Masyarakat kemudian mulai berfikir tentang perwujudan dari roh pendahulu mereka yang selama ini berada dekat dengan mereka. Keinginan tersebut mendorong masyarakat untuk menciptakan sebuah bayangan dalam bentuk gambar atau lukisan. Roh tidak diwujudkan dalam gambar yang realistis, tetapi hanya gambar semu. Gambar bayangan tersebut terilhami oleh bayangan-bayangan yang setiap pagi selalu mengelilingi mereka. Bayangan tersebut tidak berwujud, tetapi tergambarkan memiliki kaki dan tangan. Akhirnya terciptalah gambaran perwujudan nenek moyang mereka yang memiliki kaki dan tangan seperti bentuk wayang yang ada sekarang ini.
Sumber : Mulyono, Sri. 1989. Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang. Jakarta : CV Haji Masagung.