Islam dan (Pe)Wayang(an)

Konten dari Pengguna
5 Februari 2017 20:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Punakawan El Jawi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dakwah Islam sudah dilakukan sejak lama di Nusantara dengan berbagai metode dan sarana tentunya. Salah satunya adalah dengan metode pendekatan budaya dan sarana hiburan masyarakat (kesenian), seperti yang pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga dengan kisah wayangnya.
ADVERTISEMENT
Wayang sebagai warisan budaya diadaptasi untuk sarana dakwah dengan menampilkan cerita yang berisikan ajaran Islam.
Merujuk tesis Minanur Rahman dan Arabic The Source Of All The Langguages yang menyatakan bahwa bahasa Arab itu merupakan induk semua bahasa.
Dengan demikian, berdasarkan teori ini kemungkinan penamaan Wayang itu diambil dari kata “wahyan” artinya wahyu/firman Tuhan.
Jadi, nama figur dan kisah dalam Ramayana dan Maha Barata itu pada mulanya berasal dari wahyu Ilahi.
Sedangkan Dalang, yang memainkan wayang tersebut berasal dari kata "Dallan” artinya penuntun atau penunjuk jalan. Jadi, Dalang itu adalah orang yang mempertunjukkan kisah tentang wayang yang bernuansa petunjuk-petunjuk Tuhan untuk manusia, baik dalam urusan pribadi, keluarga, pemerintahan, Negara, hubungan internasional, peperangan dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Ada juga kerajaan antagonis yaitu Astina (Asysayithon) dengan penguasanya Duryudana (Durjana) yang selalu bersikap jahat seperti syaithan.
Tokoh Punakawan yang menjadi figur penasehat yang senantiasa memberikan pencerahan dalam cerita wayang juga memiliki makna yang begitu mendalam dan sarat makna.
Punakawan yang terdiri dari Semar, Gareng Petruk dan Bagong —disinyalir merupakan tokoh ciptaan Sunan Kalijaga., ada kemungkinan berasal dari kata Semar/Sammir berarti siap sedia, Gareng/Khair berarti kebaikan/kebagusan, Petruk/Fatruk berarti meninggalkan, sedangkan Bagong/Bagho artinya lalim atau kejelekan, “Sammir Ilal Khairi Fatruk Minal Bagho” artinya “Berangkatlah menuju kebaikan maka kamu akan meninggalkan kejelekan”. Hal Ini juga selaras dengan perintah Allah SWT supaya “amar ma’ruf nahi munkar” yaitu “Mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan buruk”
ADVERTISEMENT
Dalam cerita Maha Barata yang menceritakan kisah keturunan Pandu Dewanata yang dikenal dengan Pandawa juga sangat lekat dengan tuntunan ajaran Islam.
Pandawa yang terdiri dari lima bersaudara, Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa ini mengisyaratkan kepada Lima Rukun Islam.
Sedang tokoh kontranya adalah Bala Kurawa dan Astina yang selalu membuat kemudhorotan —dalam hal ini, dalam pemaknaan (kritik) Gus Dur (kontek bermasyarakat), tidak demikian, sebab Kurawa ini adalah orang atau kelompok yang sedang menuju kebenaran, atau tepatnya, orang /kelompok yang mesti dirangkul, diajak, dan dituntun kejalan yang benar, bukan malah dimusuhi, dan dihabisi. —dalam perspektif sufistik, atau dalam dimensi esoteris, cerita ini (pe)wayang(an) merupakan perjalanan individu atau perorangan dalam kehidupan ini, untuk bisa mencapai "kebahagiaan", cermin diri, atau tepatnya rambu-rambu lalu lintas.
ADVERTISEMENT
Dalam pementasan wayang, sang dalang juga selalu menempatkan mereka pada posisi yang berseberangan, berhadap-hadapan, dimana tokoh Pandawa berada dikanan sebagai lambang kebaikan, sedang Kurawa/Astina selalu di kiri sebagai lambang keburukan.
Kisah Tokoh Pandawa jika diselaraskan dengan ajaran Islam terutama sebagai pengejawantahan Rukun Islam adalah sebagai berikut :
1) Yudhistira
Yudhistira merupakan rangkaian dari kata “Yudh, is, dan tira”. Yudh kependekan dari kata ‘Yudha” artinya: jihad atau perang, "Is" kependekan dari kata “Islam” dan "Tira" merupakan kependekan dari kata “Tirakat”. Yudhistira ini juga memiliki Jimat Kalima sada, yang mengisyaratkan kepada “Kalimah Syahadat” Rukun Islam yang pertama. Maksudnya adalah seseorang yang telah mengucapkan kalimah Syahadat (masuk agama Islam) berarti ia bertekad untuk memerangi hawa-nafsunya dan berupaya menaklukkannya agar ia dapat mengikuti kehendak Allah SWT, sebagai Tuhannya dan mengikuti Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya. Oleh karena itu Rasulullah SAW menyatakan bahwa jihad melawan hawa-nafsu itu merupakan jihad paling besar.
ADVERTISEMENT
Yudhistira dilambangkan dengan ibu jari dimana mengucapkan kalimah syahadat atau tauhid Ilahi merupakan ibu atau induk dari ajaran Islam. Seperti julukannya sebagai Satrio Pembareb
2) Bima
Bima atau Raden Werkudoro yang selalu siap dengan senjata pamungkasnya yaitu Kuku Pancanaka yang diartikan sholat lima waktu haruslah ditegakkan dalam keadaan apapun. Bima juga memiliki julukan Ksatria Penegak yang merefleksikan Ibadah Shalat sebagai Tiang Agama atau Penegak Agama
Bima merupakan rangkaian dari kata “Bi dan Ma”. Bi kependekan dari kata “Bisa” sedangkan Ma kependekan dari kata “Manunggal”. Jadi, Bima itu bisa manunggaling kawula marang Gusti, dan dia memiliki kuku Pancanaka yaitu memiliki kekuatan lima waktu yang mengisyaratkan kepada “Shalat” rukun Islam yang kedua. Maksudnya, amalan shalat itu merupakan media bertemunya seorang hamba dengan Khaliqnya. Oleh karena itu Rasulullah SAW menyatakan bahwa seorang yang sedang menunaikan shalat hendaknya ia seakan-akan sedang melihat Tuhannya, tapi jika tidak dapat melihat-Nya, hendaknya ia merasa sedang dilihat Tuhannya.
ADVERTISEMENT
Bima dilambangkankan dengan jari telunjuk, telunjuk sebagai simbol dan alat penunjuk arah. Dengan shalat manusia juga bisa mendapat petunjuk dan dapat bertemu dengan Allah swt, ketika shalat juga ada gerakkan menegakkan jari telunjuk. Selain itu shalat juga harus ditegakkan, karena sebagai tiang agama.
3) Arjuna
Arjuna digambarkan sebagai tokoh yang sangat tampan, lemah lembut, pemberani, pemanah ulung, pembela kebenaran, dan idola kaum wanita. Ini merefleksikan Ibadah Puasa wajib dibulan Ramadhan yang penuh hikmah dan pahala sehingga menarik hati kaum Muslim utk beribadah sebanyak-banyaknya. Keahlian Arjuna dalam bertempur dan memanah ini, merefleksikan Ibadah Puasa sebagai senjata utk melawan hawa nafsu.
Arjuna merupakan rangkaian dari kata "Ar, ju dan na". "Ar" kependekan dari kata Arsa, artinya akan atau mengharapkan, Ju kependekan dari kata maju, dan Na kependekan dari kata rahina, artinya terang karena penerangan dari langit atau agama. Jadi, "Arjuna" bermakna mengharapkan kemajuan atau kesuksesan ruhani (agama). Ini mengisyaratkan kepada ”Shiyam” atau Puasa sebagai rukun Islam ketiga. Maksudnya adalah amalan Puasa dapat membuat pelakunya berhati suci yang menyebabkan Tuhan berkenan mengaruniakan wahyu (petunjuk), sehingga hati menjadi terang-benderang.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu sejarah membuktikan bahwa sebelum para nabi menerima wahyu, biasanya mereka melakukan puasa lebih dahulu (atau bertapa).
Arjuna sebagai Ksatria Penengah disimbolkan dengan jari tengah, dimana jari tengah yang memiliki posisi paling tinggi ini menggambarkan bahwa dengan puasa manusia dapat meraih derajat yang tinggi, dan merupakan penengah atau penyeimbang untuk menahan hawa nafsu.
4) Nakula
Nakula merupakan rangkaian dari kata “Na dan Kula”. Na kependekan dari kata “Trisna” artinya kasih-sayang, sedangkan Kula kependekan dari kata “Kawula” artinya masyarakat.
Jadi, Nakula itu mengisyaratkan kepada “Zakat” sebagai rukun Islam keempat.
Maksudnya, memberikan zakat, infaq, sedekah, hadiah dan yang sejenisnya merupakan manifestasi dari cinta-kasih-sayang seorang muslim kepada sesama manusia sebagai makhluk Tuhan.
ADVERTISEMENT
Nakula disimbolkan dengan jari manis dimana jari manis sebagai simbol cinta dan kasih sayang, karena biasa dipakaikan cincin tanda cinta.
5) Sadewa
Sadewa merupakan rangkaian dari kata “Sa dan Dewa”. Sa kependekan dari kata “Sangu” artinya bekal, De kependekan dari kata “Gede” artinya besar dan banyak, sedangkan Wa kependekan dari kata “Dawa” artinya panjang atau lama.
Jadi, Sadewa itu mengisyaratkan kepada ibadah “Haji” sebagai rukun Islam kelima.
Maksudnya, ibadah Haji itu membutuhkan bekal yang besar dan untuk keperluan hidup dalam waktu yang panjang, disamping untuk biaya transportasi, terlebih bagi seorang muslim Indonesia yang jauh dari kota Mekkah, kerajaan Saudi Arabia.
Sadewa disimbolkan dengan jari kelingking, karena jari kelingking merupakan jari terkecil.
ADVERTISEMENT
Haji merupakan ibadah yang memerlukan syarat, sehingga tidak semua umat Islam bisa memenuhinya, atau hanya sebagian kecil saja yang bisa melaksanakannya.
Jika kelima tokoh diatas bersatu, maka akan menjadi kekuatan yang luar biasa, seperti halnya jika lima rukun Islam kita jalankan dengan sepenuhnya, maka kita (akan) ketemu "jannatuka" bukan?
_____
Paguyangan, 5 Maret 2016