Waktu Sebagai Fondasi Kesuksesan, Belajar dari Kedisiplinan Orang Jepang

Rifdah Rahmah
Mahasiswa S1 Studi Kejepangan Universitas Airlangga. Culture Studies Enthusiast.
Konten dari Pengguna
1 April 2024 13:39 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rifdah Rahmah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Orang Jepang selalu tepat waktu
Kereta Shinkansen di Stasiun Tokyo. Foto: Fikri Rasyid/Unsplash
Pada era modern saat ini, Jepang adalah salah satu negara maju yang kuat karena kecanggihan teknologi, kesejahteraan rakyat dan ekonomi, serta popularitas budaya populer. Kesuksesan dalam berbagai macam bidang tersebut salah satunya dibentuk dari kebiasaan orang Jepang yang sangat menghargai waktu. Di Jepang, berita tentang keterlambatan waktu dapat masuk ke media televisi dan cetak. Salah satu insiden yang populer adalah ketika Menteri Olimpiade Jepang, Yoshitaka Sakurada terlambat tiga menit saat menghadiri rapat parlemen. Menteri Sakurada kemudian mengumumkan permintaan maaf secara terbuka. Sebaliknya, reaksi rekan di rapat parlemen menganggap keterlambatan Sakurada-san sebagai tanda tidak menghormati orang lain dan memermalukan statusnya sebagai Menteri Olimpiade.
ADVERTISEMENT
Berita tentang kereta Shinkansen, Perusahaan Kereta Api Shinkansen meminta maaf secara publik karena berangkat terlalu cepat 25 detik dari jadwal. Insiden terjadi di Stasiun Notogawa, ketika kereta berangkat pada 7:11:35 dari yang seharusnya 7:12. Perbedaan yang tidak lebih dari setengah menit itu memang terdengar sepele, namun terjadi pada pagi hari Jumat dimana orang yang berangkat kerja dan murid yang berangkat sekolah akan kerepotan jika terlambat menaiki kereta.
Permintaan maaf yang dilakukan Menteri Sakurada menjadi bukti bahwa orang Jepang sangat menjaga rasa hormat dan disiplin waktu. Begitupun juga dengan insiden keberangkatan lebih awal kereta Shinkansen, menunjukkan bahwa orang Jepang sangat serius agar aturan tetap berjalan sebagaimana seharusnya. Penyimpangan kecil terhadap waktu tersebut memberikan konsekuensi yang besar terhadap reaksi publik.
ADVERTISEMENT
Jepang mengajarkan disiplin waktu sejak akhir abad 19
Mengajarkan moral sejak usia dini. Foto: Stephanie Hau/Unsplash
Jepang tidak otomatis adalah orang-orang yang disiplin sejak zaman dahulu. Ada proses panjang berupa penanaman moral yang diterapkan pemerintah sejak akhir abad 19, terutama pada era Restorasi Meiji. Pada tahun-tahun awal periode Jepang Modern, pemerintah melakukan reformasi pola hidup secara besar-besaran, salah satunya di bidang pendidikan. Pemerintahan Jepang meyakini bahwa masyarakat yang maju terbentuk karena moral yang positif. Moral yang diajarkan tersebut adalah disiplin dan tepat waktu. Kedua moral tersebut ditanamkan kepada anak-anak mulai dari usia dini. Dalam buku pelajaran moral Jepang untuk SD kelas 4 terbitan 1904, terdapat tokoh Henry Francois D’Auguesseau (hakim agung Perancis) yang memiliki kebiasaan hidup teratur dan memanfaatkan waktu luang dengan menulis buku. Cerita tersebut memberikan motivasi untuk selalu disiplin dan menghargai waktu agar bisa menjadi orang sukses.
ADVERTISEMENT
Ketika Jepang melakukan revolusi industri, buku dan majalah mulai masuk ke Jepang. Menjawab tingginya minat literasi di Jepang, Ishii Kendo mengenalkan budaya menghargai waktu melalui bukunya yang berjudul Mengenai Jam dan terbit pada tahun 1903. Buku tersebut membandingkan perbedaan orang Jepang, Swiss, dan Amerika dalam menyikapi waktu. Ia menuliskan bahwa mentalitas ‘tidak tepat waktu’ orang Jepang sangat berbeda dibandingkan orang Amerika. Dalam bukunya diceritakan orang Jepang sering merokok dan bermalas-malasan saat bekerja, berbeda dengan negara maju Amerika yang bahkan bekerja sambil menyantap makan siang. Sebagai tokoh panutan, ia menuliskan tentang Shibusawa Eichii. Beliau adalah tokoh pengusaha Jepang yang selalu datang tepat waktu dalam janji pertemuan dengan orang lain ataupun rapat.
ADVERTISEMENT
Nilai moral seperti disiplin dan tepat waktu tersebut ditanamkan pada masyarakat terutama anak usia dini. Pemerintahan Jepang sadar melalui pendekatan yang berkelanjutan tersebut memang membutuhkan usaha yang sabar, namun melihat orang Jepang pada era modern saat ini, kita semua mengagumi masyarakat Jepang yang disiplin dan pandai mengatur waktu. Orang Jepang yang dulu belajar dari Amerika, sekarang dikenal menjadi negara yang sangat ketat terhadap waktu.
Jepang dalam membentuk masyarakat yang disiplin
Karyawan yang profesional. Foto: Hunters Race/Unsplash
Melihat masyarakat Jepang era modern saat ini, adalah bukti keberhasilan mereka dalam menanamkan moral tepat waktu dalam masyarakat. Kereta api yang datang terlambat atau berangkat terlalu cepat adalah kejadian langka. Transportasi umum lain seperti bis juga memiliki jadwal kedatangan dan keberangkatan yang sangat presisi. Hal ini didukung dengan sistem transportasi umum yang diatur sedemikian rupa agar terintegrasi menggunakan navigasi dan digital tracking. Perusahaan kereta api di Jepang bahkan memberikan kartu ‘tanda keterlambatan’ bagi penumpang saat kereta terlambat karena kejadian luar biasa, misalnya karena kasus bunuh diri atau gempa bumi, untuk alasan keterlambatan masuk kerja. Bukan hanya pada sistem transportasi, namun aturan tepat waktu diterapkan di perusahaan Jepang. Tepat waktu memiliki makna yang berbeda dalam budaya yang berbeda. Sebagai contoh, jika orang Indonesia mengajak berkumpul jam 8, umumnya orang akan baru mulai bersiap-siap atau istilahnya ‘otw’ sedang dalam perjalanan. Sehingga, rencana akan baru dimulai pada jam 9. Di Jepang, jika jadwal rapat adalah jam 8 maka mereka diharapkan untuk sudah menyiapkan ruang rapat, materi, dan alat-alat yang dibutuhkan sehingga rapat bisa mulai dilaksanakan pada jam 8 tepat.
ADVERTISEMENT
Jepang terkenal sebagai bangsa yang memiliki aturan sosial yang ketat, bahkan bertukar kartu nama pun memiliki aturan sendiri. Aturan sosial tersebut merupakan salah satu sebab yang membentuk kedisiplinan masyarakat Jepang saat ini. Jepang sangat terkenal dengan orang-orang yang pekerja keras. Hal tersebut dapat dilihat dari etos kerja mereka yang tinggi, bahkan muncul istilah karoshi untuk menyebutkan tingkat kematian disebabkan beban kerja. Namun, istilah Ganbatte! adalah mantra nasional orang Jepang. Mereka dibesarkan untuk memiliki semangat melakukan yang terbaik dalam berbagai aspek kehidupan. Hal tersebut dibangun dengan dasar keinginan untuk bermanfaat menjadi bagian dari masyarakat. Mereka tidak ingin merepotkan orang lain, sehingga mereka akan merasa sangat bersalah jika datang terlambat. Datang terlambat dianggap tidak menghormati waktu orang lain yang sudah menunggu. Orang lain akan menganggap kebiasaan terlambat sebagai orang yang tidak dapat dipercaya.
ADVERTISEMENT
Jika dikaitkan dengan moral lain, orang Jepang sangat menghargai orang yang lebih tua. Masyarakat Jepang secara hierarki terdapat kelompok sosial me ue no hito. Me ue no hito merupakan orang yang memiliki status lebih tinggi seperti rekan senior, guru, dan direktur perusahaan. Kepada orang-orang ini, orang Jepang menggunakan bahasa honorifik yang berbeda dari bahasa sehari-hari untuk menunjukkan kesopanan. Kesenjangan kelompok sosial ini begitu nyata, sehingga ketika terlambat menghadiri janji dengan me ue no hito, hal tersebut dianggap bentuk ketidaksopanan yang begitu besar. Datang tepat waktu adalah salah satu wujud menghormati orang lain yang merupakan kebanggan dan menunjukkan profesionalitas.
Merubah persepsi kita tentang waktu
Menghargai Waktu. Foto: Sonja Langford/Unsplash
Negara yang sukses salah satunya terbentuk dari masyarakat yang positif. Orang Jepang yang tepat waktu adalah identitas nasional mereka. Jika Bangsa Indonesia ingin maju maka kita dapat meniru kebiasaan orang-orang dari negara maju. Pertanyaannya adalah apakah orang Indonesia mampu menerapkan kebiasaan tepat waktu seperti orang Jepang? Kita melihat masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan hidup yang santai dan damai. Transportasi umum di Indonesia masih sering terlambat dari jadwal. Rasanya seperti butuh waktu beberapa dekade untuk bisa meniru Jepang. Namun, dalam esai ini terdapat dua hal yang menjadi inti pembentukan kebiasaan tepat waktu di Jepang. Sistem dan aturan sosial. Melalui sistem edukasi menghargai waktu sejak dini, transportasi yang tepat waktu, dan pembiasaan kerja, orang Jepang diharuskan menaati aturan-aturan tersebut. Mereka juga dibangun dari fondasi sosial yang saling menghargai dan bekerja keras untuk yang terbaik. Perlu ada integrasi antara pemerintah yang dengan serius membentuk aturan-aturan kedisiplinan dan masyarakat yang memiliki kemauan untuk berkembang menjadi lebih baik.
ADVERTISEMENT