Buzzer Merajalela, Pemilu 2024 Apa Kabarnya?

Selsabila Khairani Putri
Mahasiswi jurusan Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB University
Konten dari Pengguna
3 Maret 2024 15:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Selsabila Khairani Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Selsabila Khairani Putri Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media SV IPB University

source : pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
source : pixabay.com
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjelang dilaksanakannya pemilihan umum (pemilu) 2024, tentu saja banyak aksi promosi yang dilakukan oleh para calon pejabat. Hal ini tentunya juga menjadi strategi yang harus dipertimbangkan. Begitu banyak media promosi yang tersedia, media sosial tentu menjadi pilihan utama pada era yang didominasi oleh masyarakat digital seperti saat ini. Maka dari itu banyak calon legislatif hingga calon presiden melakukan promosi melalui media sosial.
ADVERTISEMENT
Promosi yang dilakukan dengan mempekerjakan individu maupun kelompok untuk mengangkau isu di media sosial, juga menjadi pilihan promosi yang dilakukan. Buzzer, menjadi salah satu dari cara untuk meningkatkan pembahasan di media sosial. Buzzer bekerja untuk menyalurkan informasi secara terus menerus sehingga mendapatkan khalayak dengan jangkauan yang luas. Informasi tersebut pada akhirnya dapat berpengaruh pada opini publik.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh CIPG, buzzer pertama kali muncul pada tahun 2009. Kemunculan buzzer bersamaan dengan adanya aplikasi media sosial Twitter yang kini telah berganti nama menjadi X. Buzzer yang awalnya hanya menjadi media promosi, kini telah berubah menjadi stategi untuk mencapai popularitas dalam dunia politik. Seperti halnya pemilu 2009 dan 2014 yang telah dipenuhi dengan adanya buzzer mengenai topik politik.
ADVERTISEMENT
Buzzer menerima semua informasi maupun topik untuk disebarluaskan. Seperti saat kampanye pemilu, banyak buzzer yang menyebarkan informasi yang kurang baik. Alih-alih mempromosikan barang maupun jasa. Buzzer malah melakukan menyebaran informasi yang tidak diketahui kebenarannya. Sehingga, buzzer tidak selamanya dapat dikatakan baik.
Namun tak jarang, informasi yang disampaikan oleh buzzer bukanlah informasi yang sesungguhnya. Seperti banyaknya informasi dan topik hangat yang beredar menjelang pemilu. Tak hanya informasi yang kurang tepat, namun para buzzer seringkali membahas mengenai kekurangan kandidat calon presiden. Terdapat banyak ujaran kebencian, ketidaksukaan, hingga hinaan yang disampaikan oleh para buzzer. Sehingga hal tersebut berdampak terhadap opini masyarakat akan pasangan calon yang sedang berkampanye.
Keberadaan buzzer sesungguhnya untuk memanfaatkan media sosial pribadi sebagai media penyebarluasan informasi. Biasanya buzzer digunakan untuk promosi iklan produk maupun jasa dari sebuah perusahaan. Buzzer mendapatkan penghasilan dari promosi yang dilakukan melalui media sosial. Buzzer bertugas menyampaikan informasi berulang agar mencapai khalayak yang luas. Sehingga dapat menarik perhatian khalayak mengenai hal yang digaungkan.
ADVERTISEMENT
Media sosial yang merupakan media utama penyampaian informasi saat ini, menjadi wadah utama untuk buzzer melaksanakan aksinya. Media sosial mampu mempermudah buzzer untuk menciptakan fenomena word of mouth, yang mana berarti berita dari mulut ke mulut. Sehingga hal yang disampaikan dapat menyebar luas dan mampu mempengaruhi pandangan masyarakat. Terlebih lagi, penyebaran informasi melalui media sosial tidak menggunakan batasan waktu dan ruang.
Seperti halnya buzzer yang merajalela menjelang pemilu. Terdapat banyak akun media sosial dari berbagai platform yang berisi informasi kurang baik. Beberapa melakukan penghinaan, beberapa akun menyebarkan fanatisme terhadap satu paslon dan sebagainya. Tak jarang penggunaan kata yang kurang sopan seakan menjadi hal biasa saat mengutarakan pendapat.
Media sosial memang menjadi wadah publik untuk menyampaikan pendapat. Namun, harus dengan cara yang baik. Sedangkan pada masa kampanye, banyak terdapat akun-akun media sosial yang menyampaikan opini secara kurang tepat. Sehingga menimbulkan pertengkaran sesama pengguna media sosial. Sama seperti halnya buzzer yang mengangkat topik sensitif mengenai paslon pres dan wapres, dan mampu mengubah pandangan publik akan pasangan calon yang sedang dibahas.
ADVERTISEMENT
Buzzer yang menaikan topik penghinaan atau hal kurang baik lainnya, mampu menjadikan topik sebagai pembahasan masyarakat umum. Terlepas dari fakta benar atau tidaknya informasi tersebut, masyarakat banyak terpengaruh dengan topik hangat di media sosial. Sehingga topik yang belum diketahui pasti kebenarannya tersebut, mampu merubah cara pandang masyarakat terhadap pasangan calon pemimpin. Entah menjadikan suasana lebih baik ataupun tidak, namun buzzer mampu mempengaruhi pikiran masyarakat secara umum.
Buzzer yang memberikan dampak negatif terhadap masyarakat ini harus ditindaklanjuti. Selain meresahkan dengan informasi yang kurang baik, buzzer juga berpotensi merusak citra. Terutama dalam masa kampanye pemilu pasangan calon presiden dan wakil presiden baru-baru ini. Sehingga dibutuhkan proteksi media sosial yang baik, agar pembahasan yang kurang tepat dapat diminimalisir.
ADVERTISEMENT
Masa pemilu yang dapat dikatakan genting ini, juga seharusnya terlepas dari serangan buzzer. Penjagaan topik yang sensitif dengan pemilu sudah seharusnya di antisipasi. Pemerintah juga diharapkan senantiasa melakukan pemantauan terhadap pembahasan yang ada di media sosial. Serta melakukan pengamanan terhadap akun-akun media sosial yang sudah tervalidasi buzzer penyebar kebencian.
Meskipun informasi yang disampaikan buzzer juga merupakan bentuk penyampaian opini, namun tetap harus dilakukan dengan baik. Media sosial sebagai wadah penyampaian pendapat juga harus digunakan secara bijak dan dapat dipertanggungjawabkan. Penyampaian informasi, tutur kata, pemilihan topik, hingga cara menyampaikan harus sopan dan layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat secara luas. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya konflik media sosial, terutama pada kampanye pemilu yang akan datang.
ADVERTISEMENT