Gelombang Pro-Palestina di Kampus AS

Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
3 Mei 2024 12:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Donny Syofyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang pengunjuk rasa Pro-Palestina memegang bendera Palestina saat berada di depan Sproul Hall saat melakukan protes di kampus UC Berkeley di Berkeley, California, pada Senin, 22 April 2024. Foto: Jose Carlos Fajardo/Grup Berita Bay Area melalui AP
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pengunjuk rasa Pro-Palestina memegang bendera Palestina saat berada di depan Sproul Hall saat melakukan protes di kampus UC Berkeley di Berkeley, California, pada Senin, 22 April 2024. Foto: Jose Carlos Fajardo/Grup Berita Bay Area melalui AP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Amerika Serikat memiliki medan pertempuran baru: kampus-kampus alias perguruan tinggi. Kita berbicara tentang institusi elit di sini, seperti Harvard, Yale, Columbia, dan MIT. Semuanya dilanda demonstrasi mahasiswa. Tentang apa? Genosida Israel atas Gaza.
ADVERTISEMENT
Hal ini memecah belah kampus-kampus tersebut. Mari kita mulai dengan Universitas Columbia. Para mahasiswa yang berunjuk rasa menduduki lapangan kampus. Mereka memberikan dukungan untuk Palestina.
Mereka meminta pihak universitas untuk memutuskan keterkaitannya dengan Israel serta bantuan apa pun yang mereka terima dari perusahaan yang berinvestasi di Israel. Pihak kampus memanggil kepolisian, sekitar 100 mahasiswa ditangkap dan dibawa pergi.
Demonstrasi ini akhirnya menyebar. Mahasiswa di Universitas New York juga mulai ikut demonstrasi. Mereka menduduki sebuah plaza di Manhattan. Larut malam, polisi bergerak masuk.
Mereka menangkap puluhan mahasiswa. Juga ada demonstrasi di Universitas Yale. Puluhan mahasiswa memblokir jalan dekat kampus, sekitar 45 di antaranya ditangkap. Bayangkan jika ini terjadi di Jakarta, mahasiswa diseret dan ditangkap dari kampus mereka.
ADVERTISEMENT
Demonstrasi dibubarkan oleh pihak kepolisian. Kemarahan dari warga Barat memang tak terkira dan terhitung lagi, tetapi nyatanya dunia diam. Tidak ada kritik, tidak ada ceramah atau kemarahan.
Seolah-olah menangkap mahasiswa adalah hal biasa, hari-hari normal di tanah kebebasan. Semua ini menimbulkan pertanyaan penting, mengapa perguruan tinggi AS begitu terpecah belah?
Ini bukan hanya terjadi pada universitas elite saja. Kampus-kampus di pelbagai negara bagian di AS telah menyaksikan gelombang besar protes dan demonstrasi. Ada dua kubu di sini, satu adalah kubu pro-Palestina. Mereka mengutuk genosida Israel di Gaza.
Para mahasiswa ingin kampus mereka memutuskan hubungan apa pun dengan Israel, apakah donor, investasi, atau kemitraan perusahaan. Kelompok ini mengatakan AS dan Israel melakukan genosida.
ADVERTISEMENT
Pihak lainnya adalah kubu pro-Israel. Mereka bertanya bagaimana Anda bisa melupakan 7 Oktober? Mengapa Anda tidak mengkritik apa yang dilakukan Hamas? Bahkan Presiden Joe Biden mengutuk anti-Semitisme di kampus-kampus AS.
Ini rumit karena beberapa alasan. Kampus menjadi sangat beragam. Ini bukan hanya pertarungan ideologis bagi mahasiswa, tetapi juga pertarungan personal. Beberapa dari mereka mungkin keturunan Arab, yang lainnya mungkin beragama Yahudi. Jadi sentimen gampang tersulut dan cepat berkobar.
Anda tidak bisa menyangkal bahwa Israel telah melewati garis batas di Gaza. Insiden anti-Muslim meningkat 216% setelah 7 Oktober. Muslim berada di bawah ancaman. Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan?
Terus terang, amat mudah untuk menindak demonstrasi mahasiswa. Juga mudah untuk meremehkan ide politik mahasiswa. Tapi itu bukan jawabannya.
ADVERTISEMENT
Politik kampus memainkan peran penting dalam setiap masyarakat. Amerika Serikat seharusnya paham akan ini. Pada 1960-an, kampus-kampus di AS menjadi pusat demonstrasi melawan Perang Vietnam.
Akhirnya mereka memaksa AS untuk mengakhiri perang itu. Jadi politik mahasiswa bukanlah masalahnya. Agaknya cara melakukannya menjadi problem.
Demonstrasi tidak boleh dibajak. Ada demonstran karbitan di jalanan, orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan mahasiswa atau kampus. Mereka melihat demonstrasi dan ikut serta. Rektor Universitas Columbia khawatir tentang hal ini.
Namun ini bukan hanya masalah Universitas Columbia. Ini masalah di mana-mana. Jadi penting bahwa demonstrasi mahasiswa dilakukan oleh mahasiswa.
Yang juga tak kalah penting adalah kedamaian dan kesopanan. Demonstrasi yang Anda lakukan tidak boleh melewati batas tertentu. Kebebasan berekspresi Anda jangan sampai menjadi seruan genosida lain atau kekerasan yang sama.
ADVERTISEMENT
Lihatlah apa yang terjadi di Universitas Columbia. Semua kelas tatap muka dibatalkan. Mengapa? Karena dosen dan mahasiswa tidak bisa mencapai kampus. Mereka diblokir oleh kelompok pro-Palestina.
Kita tentu sepakat dengan suara kelompok Pro-palestina, tapi kita tetap menghajatkan politik moderat. Anda bebas untuk tidak setuju dengan mahasiswa lain, tetapi Anda harus mendengarkan mereka terlebih dahulu.
Anda tidak bisa melecehkan atau membatalkan mereka. Tuntutan mahasiswa harus dipikirkan dengan matang. Meminta universitas Anda untuk mengkritik Israel adalah satu hal, tetapi memintanya untuk meninggalkan donatur Israel adalah perjuangan yang berbeda dan butuh waktu.
Ada banyak hal yang dipertaruhkan di sini, semisal beasiswa, proyek infrastruktur, atau pembayaran gaji dosen. Jadi ini bukan keputusan yang bisa dibuat oleh mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Ini adalah keputusan yang diambil oleh administrator yang bertanggung jawab dan mahasiswa memahaminya. Demonstrasi dan suara mahasiswa membawa bobot dan pengaruh besar, tetapi harus dilaksanakan secara bertanggung jawab.