ICW: Nurul Ghufron Frustrasi Hadapi Dugaan Pelanggaran Etik di Dewas KPK

30 April 2024 11:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron usai diperiksa Dewan Pengawas (Dewas) KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK (ACLC), Jakarta, Jumat (27/10/2023). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron usai diperiksa Dewan Pengawas (Dewas) KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK (ACLC), Jakarta, Jumat (27/10/2023). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pimpinan KPK Nurul Ghufron akan menjalani sidang etik di Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait dugaan memperdagangkan pengaruh sebagai komisioner lembaga antirasuah dalam mutasi pegawai di Kementerian Pertanian (Kementan). Sidang akan digelar 2 Mei 2024.
ADVERTISEMENT
Mengiringi perjalanan menuju persidangan, Ghufron melawan. Salah satunya dengan menggugat Dewas KPK ke PTUN. Sebab, dinilai mengusut kasus dugaan etiknya yang kedaluwarsa, terjadi pada tahun 2022. Dia juga melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho ke instansinya sendiri.
"Menunjukkan bahwa dirinya sedang frustrasi menghadapi dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Pengawas," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (30/4).
Kurnia menambahkan, "Mestinya, sebagai aparat penegak hukum, apalagi seorang Pimpinan KPK, Saudara Ghufron berani untuk menjalani persidangan dan tidak mencari-cari kesalahan pihak lain yang sebenarnya tidak relevan."
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana saat dijumpai usai mengikuti acara KPK mendengar, Kamis (21/12/2023). Foto: Thomas Bosco/kumparan

Nurul Ghufron Harus Mundur

ICW mendesak agar Dewas KPK tidak terpengaruh dengan segala argumentasi pembenar yang disampaikan Ghufron dan tetap melanjutkan proses persidangan.
Jika terbukti Ghufron melanggar etik, ICW meminta Dewan Pengawas menjatuhkan sanksi berat dengan jenis hukuman berupa “diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Pimpinan”. Hal tersebut diatur dalam Pasal 10 ayat (3) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Perbuatan Ghufron, bila nanti terbukti, menurut Kurnia benar-benar tak bisa dipandang sebelah mata. Sebab, ia disinyalir telah menyalahgunakan kewenangan, bahkan memperdagangkan pengaruh, untuk membantu pihak tertentu di Kementerian Pertanian.
Dugaan Komunikasi dengan Pihak Berperkara
Dari dugaan peristiwa ini, selain konteks menyalahgunakan kewenangan atau memperdagangkan pengaruh, Dewan Pengawas harus turut mempersoalkan tentang adanya indikasi komunikasi yang dilakukan Ghufron dengan pihak Kementerian Pertanian.
"Permasalahannya, kapan komunikasi itu dilakukan? Apakah komunikasi keduanya terbangun saat Kementerian Pertanian sedang diselidiki oleh KPK dalam konteks perkara yang melibatkan Syahrul Yasin Limpo?" kata Kurnia.
"Bila benar, maka Saudara Ghufron diduga keras turut melanggar Pasal 36 huruf UU KPK di ranah pidana dan Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 di ranah etik," sambungnya.
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo bersiap mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/4/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Menurut Kurnia, bila pelanggaran etik Ghufron terbukti, dalam kerangka hukum internasional dengan merujuk pada konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nation Convention Against Corruption), maka Ghufron berupa memperdagangkan pengaruh (trading in influence) tergolong sebagai tindak pidana korupsi.
ADVERTISEMENT
Adapun terkait perbuatannya itu, Ghufron berdalih yang dilakukannya bukan intervensi Kementan, melainkan meneruskan keluhan saja terkait mutasi anak dari temannya dari Jakarta ke Malang.