Perempuan Cadas Mendobrak Batasan Gender

Shalma Setyana Waryanto
Mahasiswa Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
4 Mei 2024 9:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
15
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shalma Setyana Waryanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perempuan. Foto: Prostock-studio/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan. Foto: Prostock-studio/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perempuan kok suka Metal? Aneh”.
Perempuan kok seleranya gitu? Mau jadi kayak laki-laki?”.
ADVERTISEMENT
Sering kali perempuan dengan selera musik cadas seperti rock, metal, punk, grunge, dan sejenisnya dianggap aneh bagi kebanyakan orang terutama dari para penganut budaya patriarki. Perempuan dan musik cadas selalu di cap tidak feminim, keras, dan agresif. Yang seharusnya itu adalah domain-nya laki-laki, kata mereka. Padahal bukankah selera musik tidak mengenal gender? Memangnya musik cadas hanya dapat digandrungi oleh kaum Adam saja?
Faktanya dari dulu hingga saat ini banyak sekali perempuan yang bermusik dalam kancah dunia musik cadas. Contohnya yang sudah mendunia pada musik rock yaitu seperti Janis Joplin, Joan Jett, Stevie Nicks, Debbie Harry, Courtney Love, dan lain sebagainya. Karena sudah termasuk top dunia, tidak diragukan lagi bagaimana luar biasanya kekuatan dan suara mereka. Hal ini menunjukkan bahwa musik cadas tidak hanya digandrungi oleh para kaum Adam saja.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil survei Jakpat terkait top genre musik pada Spotify Wrapped 2022 (07/12/22) menunjukkan kepada tiga genre tertinggi perempuan Indonesia yaitu Indonesian Pop 24.7%, K-Pop 28.2%, dan Pop 30% sebagai genre teratas. Sementara pada genre rock ada 1.8% pada perempuan dan 12.6% pada laki-laki. Adapun genre hardcore ada 0.0% pada perempuan dan 2.8% pada laki-laki. Dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini perempuan dengan selera musik cadas masih dianggap anti-mainstream.

Perempuan Cadas dan Ekspresi Diri

Sebenarnya musik cadas juga bukan hanya tentang musik, melainkan juga sebagai ruang ekspresi diri. Melalui alunan musik rock yang keras, dapat menjadikan pendengar merasa penuh semangat dan memberikan mood yang baik.
Mereka, para perempuan yang menyukai aliran musik cadas, pastinya sudah menemukan rasa nyamannya tersendiri terhadap lagu-lagu yang keras dan berisik. Seperti rasa satisfied pada riff gitar, rasa semangat pada hentakan drum dengan tempo yang cepat, dan rasa kagum pada suara vokal yang ikonik.
ADVERTISEMENT
Untuk menunjukkan ekspresi diri sebagai pecinta musik cadas, para perempuan juga tidak ragu untuk headbang bahkan moshing di beberapa moment tertentu, seperti pada acara konser musik metal. Salah satu contoh konser besar yang sudah lalu yaitu seperti Hammersonic 2023 (18-19/03/23) di Carnaval Ancol Jakarta yang berhasil menarik banyak para perempuan penggemar musik cadas untuk headbang bersama. Dengan mengundang banyak band metal ternama seperti Slipknot, Trivium, Black Flag, Deadsquad, Burgerkill, dan sejenisnya.

Isu Kesetaraan Gender

Sayangnya, sistem sosial budaya di Indonesia masih didominasi oleh budaya patriarki. Contohnya dalam budaya Jawa, perempuan dianggap konco wingking yang bisanya hanya masak (memasak), macak (dandan), dan manak (melahirkan). Karena itulah mereka para pelaku patriarki selalu menegaskan bahwa musik cadas tidak untuk perempuan karena bukan kodratnya. Mereka juga kerap berkomentar seksis terhadap perempuan dengan selera musik cadas. Menganggap bahwa itu adalah suatu stigma negatif dari seorang perempuan.
ADVERTISEMENT
Alih-alih perempuan dan musik cadas membawa stigma negatif, Voice of Baceprot (VoB), band metal Trio perempuan asal Garut yang beranggotakan Masya (vokal dan gitar), Widi (bass), dan Sitti (drum) berhasil mematahkan stereotip gender dan menumbangkan stigma negatif terhadap perempuan dengan konsisten tampil berhijab saat manggung. Hal ini menunjukkan bahwa VoB berhasil membawa jati diri mereka ke dalam kancah dunia musik cadas.
Menurut mereka, musik metal banyak menyuarakan keadilan tentang isu kesetaraan gender. Karena yang terpenting dalam bermusik adalah pesan yang ingin mereka sampaikan kepada pendengarnya. Sampai saat ini VoB masih tetap konsisten untuk menciptakan karya dalam lagu metal dengan tidak meninggalkan jadi dirinya sebagai seorang perempuan Islami.
ADVERTISEMENT
Berkat kesuksesan mereka hingga saat ini, terbukti bahwa sifat maskulinitas dan sangarnya musik cadas tidak hanya diperuntukkan untuk laki-laki saja. Dengan berkecimpung pada kancah dunia musik cadas, para perempuan jadi berani memberikan perlawanan terhadap kaum patriarki. Dan membuktikan kepada khalayak ramai bahwasanya kuasa perempuan berdaya dapat mendobrak stereotip gender tentang peran dan perilaku perempuan.

Komunitas Perempuan Musik Cadas

Perempuan dengan selera musik cadas tentu tidak sendirian. Dengan bersama-sama melawan stereotip negatif tentang perempuan dan musik cadas dengan membangun komunitas sendiri untuk saling support dan saling memberdayakan satu sama lain.
Bersama komunitas inilah para perempuan musik cadas dapat lebih bebas berekspresi karena saling mengetahui bahwa mereka sama-sama mempunyai ketertarikan dan minat terhadap aliran musik cadas yang dominan keras dan berisik.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya sebuah komunitas, para perempuan yang berkecimpung di dalam kancah dunia musik cadas akan menjadi lebih semangat berkarya. Mereka juga menjadi semakin berusaha untuk survive menghadapi stigma negatif khalayak ramai terhadap mereka, sekaligus menunjukkan bahwa suatu saat mereka akan berhasil.
Berhasil memenangkan hati masyarakat di lingkungannya, berhasil mendobrak batasan gender dan isu-isu kesetaraan gender, serta berhasil sukses dengan cara mereka masing-masing tanpa menghilangkan jati diri seorang perempuan.
Namun pada permasalahan ini tetap saja dibutuhkan suatu kesadaran akan pandangan seseorang terhadap perempuan dan musik cadas. Suatu kesadaran ini dapat dimulai dari keluarga, kerabat, lalu ke khalayak ramai.
Dengan kesadaran penuh seseorang untuk tidak berkomentar seksis, dan tidak menimbulkan sifat budaya patriarki, diharapkan mampu berkontribusi untuk menciptakan sebuah persepsi dan perspektif baru yang baik bagi para perempuan dalam kancah dunia musik cadas. Sehingga tidak ada lagi stigma negatif, prasangka buruk, dan segala isu terkait kesetaraan dan batasan gender.
ADVERTISEMENT