Penjelasan SKK Migas Soal Turunnya Produksi Blok Mahakam di 2018

2 Januari 2018 18:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja beraktivitas di Lapangan Senipah (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja beraktivitas di Lapangan Senipah (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Blok Mahakam, penghasil 13% produksi gas nasional, resmi dikelola PT Pertamina (Persero) per 1 Januari 2018. Sebelumnya selama 50 tahun Blok Mahakam dikelola Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation.
ADVERTISEMENT
Tapi setelah diambil alih Pertamina, produksi minyak dan gas Blok Mahakam malah turun. Pertamina hanya memasang target produksi minyak sebesar 42.000 Barel Oil Per Day (BOPD) dan gas 916 MMSCFD.
Pada 2016, produksi minyak Blok Mahakam mencapai 53.000 BOPD dan gas 1.640 MMSCFD. Kemudian pada 2017, produksi minyak sebesar 52.000 BOPD dan gas 1.360 MMSCFD. Artinya, produksi minyak Blok Mahakam tahun ini turun 19,2% dan gas 32,6% dibanding 2017.
Terkait hal ini, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menjelaskan, penurunan produksi di Blok Mahakam terutama terjadi karena faktor alamiah. Ladang migas di lepas pantai Kalimantan Timur itu sudah tua sehingga cadangannya makin menipis.
"Turun itu karena namanya lapangan gas, itu kan sekali diproduksikan, cadangan yang ada di dalam tanah terambil berarti cadangan berkurang. Artinya dari tahun ke tahun produksi pasti turun, itu natural. Untuk mengurangi turun dibornya lebih banyak, jadi faktor penurunan lebih karena natural," kata Amien saat ditemui di Pos Pemantauan Gunung Agung, Bali, Selasa (2/11).
ADVERTISEMENT
Pertamina, kata Amien, telah melakukan upaya untuk menahan penurunan produksi alamiah tersebut. Sudah ada masa transisi agar Pertamina dapat mulai berinvestasi dan mengebor sumur-sumur baru.
"Sebenarnya memang bisa lebih tinggi katena 2017 itu menyiapkan transisinya sudah 2 tahun lebih, tapi di tahun 2017 ada kegiatan riil di mana Total melakukan pemboran setelah pemboran ditutup jadi gasnya enggak diproduksi terus ngebor lagi ditutup lagi, kemudian 31 Desember 2017 malam sumur ini diproduksikan supaya produksi tidak turun. Sebenarnya kerja sama Total dengan Pertamina sudah bagus," ujarnya.
Namun, pengeboran yang dilakukan Pertamina selama masa transisi kurang optimal. Dari rencana pengeboran 19 sumur baru, hanya terealisasi 14.
"Tadinya direncanakan sumurnya lebih banyak 19 yang dibor. Tapi karena persiapannya kurang waktu akhirnya tinggal 14, ngebor 14 sumur dengan 19 sumur hasilnya berbeda, produksi terbantu dengan yang ngebor 15 ini. Tapi seandainya dulu yang dibor bisa 19 produksinya bisa lebih tinggi, ngebor-ngebor ini untuk ngurangi natural decline ini," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, tak masalah jika Pertamina menggandeng Total atau mitra lainnya untuk mengelola Blok Mahakam. Tak masalah juga kalau Pertamina mengelola Blok Mahakam sendirian saja. "Apa yang salah?" ujar Amien.
Ditemui di tempat yang sama, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengaku sedang mengevaluasi target produksi Blok Mahakam yang dipatok Pertamina tahun ini. "Sedang dievaluasi," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan mempersilakan Pertamina menjual maksimal 39% hak kelolanya di Mahakam kepada Total E&P Indonesie.
Alasannya, pemerintah tak ingin produksi minyak dan gas di Blok Mahakam anjlok. Kalau produksi turun, penerimaan negara dari migas ikut merosot. Agar produksi dapat dipertahankan, Total E&P diberi kesempatan ikut mengoperasikan blok penghasil gas terbesar di Indonesia tersebut pasca 2017.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya berdasarkan Surat Menteri ESDM yang dikeluarkan pada era Sudirman Said, Pertamina memang hanya diizinkan menjual paling banyak 30% hak kelola Blok Mahakam. Tapi, kata Jonan, surat itu bisa direvisi, bukan harga mati. Jonan pun membuat surat serupa yang isinya membolehkan Pertamina melepas 39% hak kelolanya di Blok Mahakam.