Bagaimana Rasanya Menjadi Satu-satunya Web Developer Perempuan di Perusahaan IT?

41studio
41studio is a software development company with a team of developers that expert in Ruby on Rails, Laravel, Django and much more
Konten dari Pengguna
25 Juli 2017 9:08 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari 41studio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa pekan ini, dunia startup dihebohkan dengan berita mantan Managing Partner 500 Startups, Dave McClure yang melakukan pelecehan seksual kepada mantan CEO program inkubator Malaysia MaGIC, Cheryl Yeoh. Dari hasil curahan hati Yeoh di blog pribadinya, kasus inipun menjadi buah bibir di kalangan para pebisnis startup dan berbuntut pada pengunduran diri McClure dari 500 Startups.
ADVERTISEMENT
Kejadian ini tidak hanya terjadi kali pertama dan terakhir. Di tahun yang sama pada bulan Februari, seorang mantan engineer perempuan dari perusahaan layanan transportasi Uber mengisahkan bagaimana ia mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh supervisor-nya. Serupa seperti Yeoh, ia menceritakan pengalaman buruk itu melalui blog pribadinya. Dengan rinci, ia mendeskripsikan kronologi kejadian itu sekaligus menjelaskan bagaimana ia sudah mengadukan kasus tersebut pada Departemen Sumber Daya Manusia namun mendapatkan respon yang mengecewakan.
Sebenarnya kalau kita mau melihat fenomena ini sebagai diskriminasi dalam skala besar, kita tak perlu jauh-jauh melihat banyaknya fenomena pelecehan seksual yang dialami perempuan di ranah teknologi. Sebab, diskriminasi justru terjadi di level terbawah, yaitu stereotipe yang sudah terpatri kuat di masyarakat bahwa pekerjaan di bidang teknologi merupakan “lahan” bagi para pria. Stereotipe inilah yang membuat banyak wanita enggan menyentuh bidang pekerjaan di bidang teknologi, semisal menjadi website developer. Padahal, pekerjaan sebagai web developer merupakan pekerjaan yang sangat menjanjikan untuk tiga tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari US News and World Report, ekspansi teknologi yang jor-joran akan membuka lapangan pekerjaan yang sangat masif di bidang software development dan teknologi di tahun 2020. Dilansir dari Computerworld.com, pekerjaan sebagai pengembang perangkat lunak akan meningkat sebanyak 28 hingga 32 persen. Begitupun database administrator sebanyak 31 persen, dan computer and information systems manager sebanyak 18 persen.
Meskipun data ini merupakan hasil penelitian di Amerika, bukan berarti ramalan ini tidak berlaku di Indonesia. Sayangnya stigma yang begitu kuat tadi membuat banyak perempuan urung menekuni bidang teknologi, apalagi menjadi developer.
***
Dengan adanya stigma, padahal merupakan karir yang sangat menjanjikan di masa depan, menjadi developer perempuan saja sudah merupakan tantangan besar, apalagi menjadi satu-satunya developer perempuan di perusahaan tempatnya bekerja.
ADVERTISEMENT
Itulah yang dialami oleh Ervina Anggraeni, satu-satunya developer perempuan di perusahaan pengembang perangkat lunak asal Cimahi, 41studio.
Sebelumnya, menjadi developer sebenarnya bukanlah keinginan Ervina. Dia mengaku hanya gemar mengotak-atik rumus matematika dan justru lebih tertarik dengan dunia sains. Namun tidak dinyana, saat ia “tidak sengaja” mendalami jurusan Rekayasa Perangkat Lunak di sekolahnya, Ervina justru mengaku malah tertarik dan jatuh hati dengan dunia coding. Baginya, melakukan kegiatan coding bagaikan memecahkan masalah dengan logika.
Berkarir di perusahaan pengembang perangkat lunak selama kurang lebih dua tahun, Ervina sudah khatam bekerja sama dengan para developer laki-laki.
“Selama saya bekerja disini, saya bersikap apa adanya saja dengan mereka (developer laki-laki). Kuncinya saya tidak membedakan sikap dan cara saya berkomunikasi dengan siapapun, baik laki-laki atau perempuan, sama saja,” ujarnya santai.
ADVERTISEMENT
Jalinan pertemanan yang solid dan komunikasi yang lancar juga dilanjutkan di luar jam kerja. Baik Ervina maupun teman-teman sesama developer di kantornya kerap mengadakan acara menonton di bioskop atau sekadar makan-makan bersama.
Perempuan berumur 21 tahun itupun juga menambahkan suasana kantor yang nyaman, ditambah dengan para developer laki-laki yang ramah, santun dan suportif membuatnya tidak merasa teralienisasi ataupun canggung di tempat kerja. Ervina bahkan mengaku bahwa ia merasa sangat nyaman bekerja satu tim dengan developer laki-laki.
“Kalau sama laki-laki, mereka lebih santai, nggak suka bawa masalah pribadi ke kantor, jadi lebih gampang diajak kerjasama. Terus enggak riweuh (panikan) gitu,” katanya sembari bercanda.
Ervina mengaku bahwa ia tidak merasa ada yang berbeda dengan menjadi satu-satunya developer perempuan di tempat kerja. Ia justru merasa aneh dengan adanya dikotomi gender yang sering memaktubkan peraturan “hitam di atas putih” di sebuah perusahaan. Ervina berprinsip untuk tetap memberikan performa yang terbaik di tempat kerja karena ia percaya baik perempuan dan laki-laki memiliki kemampuan dan potensi yang setara di bidang teknologi.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya presentasi jumlah laki-laki dan perempuan di perusahaan itu tidak sepenuhnya berpengaruh pada karyawan. Atasan akan melihat kinerja dan hasil, bukan karena kamu laki-laki atau perempuan,” ujarnya mantap.
Ervina telah membuktikan prinsipnya. Atas keahliannya sebagai full-stack developer yang berkualitas, ia pernah berhasil menyelesaikan beberapa proyek besar dari klien asal luar negeri, seperti aplikasi olahraga berenang asal Amerika SwimFit App dan website pencari freelance, Creative Wire, yang juga berasal dari Amerika. Ervina mengaku puas bisa menuntaskan kedua proyek tersebut karena keduanya ia bangun dari awal.
“Itu (SwimFit App dan Creative Wire) adalah proyek paling challenging karena tidak ada dokumentasinya jadi benar-benar harus saya buat semua dari awal. Kalau buat aplikasi atau website seperti media sosial itu kan mudah karena sudah ada dokumentasi, kita tinggal implementasikan saja. Sebenarnya saya pernah mengerjakan yang serupa, tapi nggak seribet dua aplikasi yang ini,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Kunci kesuksesan dalam berkarir sebagai satu-satunya developer wanita di tempat kerjanya adalah tetap bersikap profesional. Dengan tetap menjunjung tinggi profesionalitas, Ervina mampu menjadi developer andalan oleh atasannya dan iapun dihormati oleh teman-teman sesama developer.
Bravo, Ervina!