Tingkatkan Integritas Diri, Lawan Budaya Korupsi

YULIANA NOVITASARI
TARUNA/MAHASISWA POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN
Konten dari Pengguna
15 September 2021 21:39 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari YULIANA NOVITASARI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
melawan budaya korupsi. Sumber gambar: Dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
melawan budaya korupsi. Sumber gambar: Dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat ini, Indonesia sedang gencar menangani kasus korupsi yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Lapisan masyarakat yang telah terjerumus dalam kasus korupsi dibagi menjadi 3 tahapan yaitu tahap elitis yang telah menyasar kepada para pejabat negara, tahap endemik mencakup masyarakat kelas bawah, dan apabila kasus korupsi telah berkembang pesat maka akan menjadi sistematis yang menyeluruh di setiap anggota masyarakat. Korupsi tentu sangat menggiurkan karena kita dapat memperoleh sesuatu secara cepat dan mudah dengan menghalalkan berbagai macam cara.
ADVERTISEMENT
Menyalahgunakan wewenang, melakukan perampasan hak orang lain, pulang lebih awal dari ketentuan jam kantor merupakan contoh perilaku menguntungkan diri sendiri yang sering kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut sudah menjadi budaya masyarakat karena adanya anggapan bahwa hal tersebut sudah biasa dilakukan secara berulang-ulang. Oleh karena itu, terbentuklah budaya pemakluman dari masyarakat dalam menyikapi kasus korupsi yang sudah mengakar.
Adanya pemakluman budaya korupsi akan menumbuhkan anggapan masyarakat bahwa kasus korupsi bukanlah kejahatan besar. Anggapan tersebut apabila dibiarkan secara terus-menerus berdampak pada kegagalan sebuah negara dalam keseriusannya menangani kasus korupsi. Sehingga perlu adanya penanganan bersama untuk mengendalikan kasus korupsi agar tidak menjadi extra ordinary crime. Pada tahun 2016, Mahkamah Agung mencatat terdapat 14.456 perkara, sebanyak 453 kasus merupakan kasus korupsi yang menempati posisi kedua kasus terbanyak.
ADVERTISEMENT
Definisi korupsi dapat dijelaskan menjadi suatu kegiatan yang melawan hukum dalam kaitannya untuk memperkaya diri, orang lain, atau kelompok sehingga mengakibatkan kerugian baik orang lain maupun negara dengan melakukan berbagai macam cara.
Menurut pendapat sejarawan UGM, Suhartono menegaskan bahwa cikal bakal perilaku korupsi di Indonesia sudah ada sejak jaman para raja-raja. Oleh karena itu budaya korupsi tidak dapat dihindarkan dan sudah mendarah daging pada masyarakat Indonesia. Akan tetapi budaya tersebut bertolak belakang dengan etika sosial dan norma yang berkembang di masyarakat.
Rakyat Indonesia sangat menjunjung tinggi norma sosial dan moralitas bangsa yang sudah ada sejak dahulu. Akan tetapi masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan pemakluman budaya korupsi yang sudah mengakar sehingga norma sosial hidup berdampingan dengan budaya korupsi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ditemukannya berbagai kasus korupsi yang terjadi di Indonesia merupakan contoh dari lunturnya etika sosial dan moral yang berlaku di masyarakat. Salah satu nilai tersebut yaitu nilai kejujuran. Berbagai lapisan masyarakat telah dibutakan akan keindahan yang semu dari korupsi dengan memburu kepuasan pribadi sehingga melupakan jati diri rakyat Indonesia sebagai bangsa yang berkarakter.
Korupsi juga dapat menyasar lapisan masyarakat menengah, yang tidak lain juga menyasar pada Aparatur Sipil Negara. Kasus yang terjadi biasanya penyuapan, penggelapan uang negara, dan gratifikasi. Hal ini tidak semata-mata memenuhi keinginan ASN saja, akan tetapi juga berasal dari keinginan masyarakat itu sendiri.
Kasus korupsi yang terjadi pada ASN tidak lepas dari keterlibatan aparat penegak hukum yang ada di Indonesia. banyak masyarakat yang beranggapan bahwa untuk memperoleh penanganan kasus secara cepat dan ringan, maka diperlukan tindakan seperti penyuapan kepada petugas. Hal ini juga tidak lepas dari pandangan masyarakat terhadap pemberian hak WBP di dalam lembaga pemasyarakatan.
ADVERTISEMENT
Pelayanan yang diberikan kepada WBP di dalam lembaga pemasyarakatan merupakan hak asasi yang harus dipenuhi oleh petugas. Sehingga WBP pasti mendapatkan pemenuhan haknya tanpa terkecuali. Akan tetapi, budaya korupsi yang telah mengakar di masyarakat menginginkan suatu pemenuhan secara cepat tanpa mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku di lembaga pemasyarakatan. Sehingga banyak masyarakat yang melakukan tindakan penyuapan kepada petugas.
Karena budaya korupsi sudah membudaya di Indonesia, maka perlu melakukan pengendalian-pengendalian baik secara preventif, represif, dan kuratif baik kepada masyarakat maupun petugas pemasyarakatan. Pengendalian budaya korupsi ini bertujuan untuk merubah budaya dan pandangan masyarakat agar terhindar dari perilaku korupsi. Pengendalian tersebut juga bertujuan agar setiap petugas memiliki moralitas yang baik dalam menjalankan tugas. Dalam penanganan kasus korupsi perlu adanya sinergitas antar petugas penegak hukum yang berlaku, salah satunya dibentuk lembaga independen yang berfungsi sebagai penanganan kasus korupsi dengan SDM yang memadai, tidak memihak, dan tidak selektif dalam menegakkan peraturan.
ADVERTISEMENT
Upaya preventif yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan integritas yang berawal dari dalam diri kita dengan menekankan pada pembangunan karakter setiap masyarakat maupun petugas. Integritas yang tinggi harus tertanam pada semua lapisan masyarakat sejak dini. Hal ini karena dalam pembentukan karakter dan moralitas yang baik berawal dari lingkungan terkecil dengan membiasakan perilaku yang menjunjung etika sosial di masyarakat.
Membangun integritas di masyarakat dapat dilakukan dengan menerapkan pendidikan anti korupsi. Dimana dalam pendidikan tersebut terdapat nilai-nilai penting yang harus diamalkan oleh setiap anggota masyarakat. Pendidikan anti korupsi sebagai alat promotif kepada masyarakat dapat melatih dan meningkatkan integritas anak bangsa sebagai generasi penerus bangsa yang bebas dari budaya korupsi. Sehingga diharapkan generasi muda memiliki integritas dan moralitas yang baik.
ADVERTISEMENT
Nilai-nilai anti korupsi harus ditanamkan kepada setiap masyarakat dan petugas pemasyarakatan. Nilai-nilai tersebut terdiri dari kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai anti korupsi apabila diterapkan sejak dini kepada semua anggota masyarakat dan petugas pemasyarakatan dapat memiliki dampak yang luar biasa dimana masyarakat Indonesia dapat terhindar dari pemakluman budaya korupsi. Indonesia dapat menjadi negara yang makmur dan sejahtera sehingga Negara Indonesia menjadi negara maju dan bersih dari korupsi.
Apabila pendidikan anti korupsi berhasil dilaksanakan, maka nilai-nilai anti korupsi yang sudah menjadi budaya di masyarakat maupun petugas pemasyarakatan dapat meningkatkan integritas dalam menjalankan kehidupan bernegara. Selain itu, Negara Indonesia mampu melepaskan diri dari berbagai kasus korupsi yang terjadi dan memiliki generasi penerus bangsa yang berkarakter dan bermoral anti korupsi.
ADVERTISEMENT
SUMBER REFERENSI
Alfaqi, M. Z. (2016). Mendorong Peran Pemuda dalam Pencegahan Korupsi Melalui Pendidikan Anti Korupsi. Jurnal Pancasila Dan Kewarganegaraan, 1(1), 19–24. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24269/v1.n1.2016.19-24
Álvarez Etxeberria, I., & Aldaz Odriozola, M. (2018). The social reputation of European companies: Does anti-corruption disclosure affect stakeholders’ perceptions? Corporate Social Responsibility and Environmental Management, 25(5), 713–721. https://doi.org/10.1002/csr.1488
Ayu, I. gusti agung, & Ketut, I. G. (2018). Meningkatkan Kesadaran Generasi Muda Untuk Berperilaku Anti Koruptif. 201 8, 17–25.
Basabose, J. de D. (2019). Anti-corruption Education and Peacebuilding. In Anti-corruption Education and Peacebuilding (Issue i). https://doi.org/10.1007/978-3-030-03365-1
Cardoni, A., Kiseleva, E., & Lombardi, R. (2020). A sustainable governance model to prevent corporate corruption: Integrating anticorruption practices, corporate strategy and business processes. Business Strategy and the Environment, 29(3), 1173–1185. https://doi.org/10.1002/bse.2424
ADVERTISEMENT
Gong, T., & Xiao, H. (2017). Socially Embedded Anti-Corruption Governance: Evidence from Hong Kong. Public Administration and Development, 37(3), 176–190. https://doi.org/10.1002/pad.1798
Jaya, I. M. A. K. (2021). Korupsi Di Indonesia Meningkat Pesat. PRESSCARE: Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(2), 125–131.
Li, L., Lien, D., Wu, Y., & Zhao, Y. (2017). Enforcement and Political Power in Anticorruption—Evidence from China. World Development, 98(71673174), 133–147. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2017.04.015
Muchsin, S. (2019). Peran Serta Masyarakat Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Lex Et Societatis, 6(9), 63–69.
Oktaviani, R. F., & Hidayat, R. S. (2021). JOURNAL OF SUSTAINABLE Penyuluh Antikorupsi Bersama LSP P3 Pembangun. 3(1), 64–74.
Quah, J. S. T. (2017a). Learning from Singapore’s effective anti-corruption strategy: Policy recommendations for South Korea. Asian Education and Development Studies, 6(1), 17–29. https://doi.org/10.1108/AEDS-07-2016-0058
ADVERTISEMENT
Quah, J. S. T. (2017b). Singapore’s success in combating corruption: lessons for policy makers. Asian Education and Development Studies, 6(3), 263–274. https://doi.org/10.1108/AEDS-03-2017-0030
Saputra, I. (2017). Implementasi Nilai Pancasila Dalam Mengatasi Korupsi Di Indonesia. JPPKn, 2(1), 9–17.
Suryani, I. (2015). PENANAMAN NILAI-NILAI ANTI KORUPSI DI LEMBAGA PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI SEBAGAI UPAYA PREVENTIF PENCEGAHAN KORUPSI Ita. Jurnal Visi Komunikasi, 14(02), 285–301. http://publikasi.mercubuana.ac.id/files/journals/16/articles/425/submission/copyedit/425-1086-1-CE.pdf
Usmaedi, U., Eka Anggraini, A., Suherman, S., Mualimah, E. N., & Solihatulmilah, E. (2021). Membangun Nilai-Nilai Etika Melalui Budaya Lokal Banten Sebagai Upaya Pencegahan Kasus Tindak Pidana Korupsi di Provinsi Banten. Jurnal Educatio FKIP UNMA, 7(2), 446–451. https://doi.org/10.31949/educatio.v7i2.1069