10 Daerah Siap Terbitkan Obligasi, Pengelolaannya Harus Hati-hati

20 Februari 2019 9:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso Foto: Dewi Kusuma/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso Foto: Dewi Kusuma/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah mewacanakan penerbitan obligasi daerah atau municipal bond. Tujuannya yaitu agar percepatan pembangunan dapat dilakukan tanpa bergantung pada APBN atau APBD.
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, saat ini sudah ada 10 daerah yang telah memenuhi kualifikasi untuk menerbitkan obligasi daerah berdasarkan penilaian OJK dan Kementerian Keuangan. Meski kepastian penerapannya masih belum diputuskan.
“Sepuluh itu yang akan coba kita inhand (tangani) ya,” katanya saat ditemui kumparan di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (19/2).
Menurut Wimboh, pihaknya kini masih harus mempertimbangkan berbagai hal untuk bisa mewujudkan hal itu. Termasuk soal sistematika pengelolaannya. “Ya akan kita coba terus,” imbuhnya.
Berkenaan itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah menyampaikan, obligasi daerah tak dipungkiri bisa menjadi instrumen keuangan yang memang berguna bagi tiap daerah.
ADVERTISEMENT
“Untuk membiayai pembiayaan daerah dan memperkaya pasar keuangan kita. Kita tahu pasar keuangan kita kan dangkal, mulai dari instrumennya yang terbatas dan dari sisi volume dan nilai juga sangat dangkal,” katanya dihubungi kumparan.
Piter melanjutkan, adanya obligasi daerah itu telah lama dicita-citakan sejak munculnya aturan otonomi daerah (otda). Pasalnya dengan otda itu, daerah memungkinkan pula mandiri secara finansial.
Meski begitu, kata Piter, pelaksanaan otonomi daerah memang bukannya tanpa halangan dijalankan. Sebab, masih ada kendala soal koordinasi pusat dan daerah, utamanya perihal sistematika pertanggungjawaban utang.
“Ini yang harus di-clear kan dahulu bagaimana kita memisahkan antara keuangan pusat dan daerah karena kan itu digabungkan, pada ujungnya APBD (obligasi daerah) itu bisa menjadi beban pusat juga, kalau seandainya daerah enggak bisa bayar maka itu akan menjadi utang pusat,” terang dia.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, menurut Piter, kejelasan prosedural atas obligasi daerah juga akan meminimalkan perselisihan antar kepemimpinan daerah di kemudian hari.
“Yang memutuskan (obligasi daerah) itu kan kepala daerah dan dipilih setiap lima tahun, sementara obligasi itu biasanya lebih dari lima tahun. Ada yang 10 tahun ada 15 tahun ada 30 tahun. Bagaimana perangkat daerahnya yang menjamin bahwa utang ini bisa dilanjutkan tanggung jawab pemimpin selanjutnya. Ini kan harus ada produk peraturan daerah yang menjelaskan itu,” tuturnya.
Di sisi lain, Piter juga menyarankan agar pemerintah memikirkan kesiapan pengelolaan dari obligasi daerah itu sendiri.
Ia mencontohkan, pada pemerintah pusat pelaksanaan obligasi negara dikelola oleh Kementerian Keuangan yang bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI).
ADVERTISEMENT
“Sekarang bagaimana daerah mengelolanya? Apakah bisa? Bisa saja nanti BPD (Bank Pembangunan Daerah) yang mengelolanya tapi ini berarti backup dari BPD-nya harus disiapkan,” terang dia.
Tak kalah penting, Piter juga mengimbau agar pemerintah tak luput menyiapkan kemampuan SDM dalam pengelolaan obligasi daerah. Maka, membangun kapasitas yang mampu mengelola obligasi daerah secara mumpuni adalah mutlak dilakukan.
“Saya yakin bisa dimulai dalam setahun ini. Sumber daya kan bisa di-hire, yang penting OJK serius dan fokus melaksanakan ini. Kalau enggak ya sulit,” pungkasnya.