news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

2 Tantangan Ekonomi Syariah yang Wajib Dijawab Capres - Cawapres 2019

14 Agustus 2018 9:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Capres dan Cawapres di Pilpres 2019. (Foto: Antara dan kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Capres dan Cawapres di Pilpres 2019. (Foto: Antara dan kumparan)
ADVERTISEMENT
Dua pasangan Capres dan Cawapres yang akan bertarung dalam Pilpres 2019 sudah resmi mendaftar ke KPU. Pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno akan mengadu program dan gagasan mereka.
ADVERTISEMENT
Meski masa kampanye belum dimulai, menakar gagasan ekonomi apa yang akan ditonjolkan kedua capres-cawapres. Salah satu yang dinilai perlu dikembangkan adalah masalah ekonomi syariah.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listyanto mengatakan ada dua hal yang harus diperbaiki dalam ekonomi syariah saat ini seperti market share dan pemahaman ekonomi syariah yang lebih merakyat.
Saat ini, capital market yang masuk ke bank-bank syariah di Indonesia baru 5 persen. Itu artinya, 95 persen pendanaan di dalam negeri lebih banyak tersimpan di bank konvensional.
“Padahal pertumbuhannya tinggi tiap tahun, tapi persentasenya paling baru 5 persen. Share market syariahnya baru 5 persen, sama kayak pertumbuhan ekonominya. Jadi, tantangan utamanya adalah bagaimana meningkatkan proporsi ekonomi syariah di dalam perekonomian Indonesia,” kata Eko saat dihubungi kumparan, Selasa (14/8).
ADVERTISEMENT
Salah satu cara yang bisa dilakukan pemerintah selanjutnya adalah dengan membuat peta jalan atau road map terkait target yang mau dikejar di dalam ekonomi syariah.
“Paling yang mesti dibuat adalah target kuantitatif share-nya untuk lima tahun ke depan mau berapa. Dari dulu juga sudah diperjuangkan, sudah ada masyarakat ekonomi syariah. Sebetulnya instrumennya ada untuk menggeliat di Indonesia,” lanjut dia.
Selama ini bank konvensional dianggap masih jauh lebih bisa memberikan pelayanan dan produk yang beragam untuk masyarakat. Jangkauan yang ditawarkan bank konvensional pun lebih luas dibandingkan bank syariah.
“Capital marketnya masih kecil. Modalnya yang terkumpul masih kecil. Misalnya saya muslim punya beberapa akun rekening, tapi nyimpannya banyak di bank konvensional. Kenapa begitu? Karena dari sisi pelayanan, bank konvensianal, karena sudah besar jadi relatif bisa berikan pelayanan macam-macamnya untuk pembayaran, instrumennya lebih beragam, dan jangkauan lebih luas,” tutur dia.
Pencatatan perdana saham PT Bank BRI Syariah Tbk (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pencatatan perdana saham PT Bank BRI Syariah Tbk (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Masalah lain, kata Eko, adalah sosialisasi mengenai ekonomi syariah yang dianggap masih terlalu susah dipahami masyarakat karena menggunakan diksi Bahasa Arab. Eko paham bahwa penggunaan istilah Bahasa Arab dalam produk dan aturan ekonomi syariah sebagian dari dakwah, tapi esensi jauh lebih penting.
Jadi, kata dia, dalam sistem ini, harus dicari tahu Bahasa Indonesianya supaya esensinya tersampaikan seperti istilah murabahah, ijaroh, dan mudarobbah. Selama ini banyak yang tidak tahu dan harus dicari padanan katanya agar mudah dipahami masyarakat.
Dia bilang, saat ini, konsumen ekonomi syariah masih di level menengah. Kalaupun di level lain, banyaknya di pesantren. Santri-santri sudah tahu apa itu bank syariah dan apa yang membedakannya dengan bank konvensional.
Tapi untuk masyarakat grass root, belum banyak yang tersentuh karena faktor diksi dalam ekonomi syariah yang jarang disediakan padanan katanya dalam Bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Tapi hanya sebatas itu. Sementara Indonesia luas, ada dinamikanya untuk menjelaskan sosialisasinya. Jangan sampai baru istilah ekonomi syariah kebingungan dan apa bedanya dengan koperasi. Bisa saja seperti itu. Selama ini dalam tanda kutip, ketidaksuksesan ekonomi syariah adalah ketiadaan padanan kata yang sebetulnya bisa dilakukan tapi jarang disampaikan ke masyarakat grass root. Mereka sebenarnya tertarik nenabung, tapi setelah tahu isitilahnya (jadi tidak tertarik),” kata dia.
Menurut Eko, terlepas dari siapa sosok wakil presiden yang terpilih, apakah dari kalangan ulama atau bukan, masalah ekonomi syariah memang harus serius diperhatikan.
Sebab, potensi ekonomi syariah di Indonesia sangat besar karena sebagian besar penduduknya muslim. Dia mengatakan di negara-negara yang ekonomi syariahnya sudah mapan, kondisi ekonominya jauh lebih stabil.
ADVERTISEMENT
“Selama ini kan tantangannya itu diksinya, karena diksinya kurang dipahami, jadi tidak melanjutkan padahal manfaatnya besar. Bank Indonesia saja bilang manfaatnya besar banget. Kalau itu bisa dikembangkan, stabilitas ekonomi kita bisa lebih terjaga dan itu memang terbukti di negara-negara yang mengembangkan ekonomi syariah, kondisinya lebih stabil,” tandasnya.