2019, BCA Anggarkan Rp 2 Triliun untuk Bikin Kantor Virtual

9 Oktober 2018 12:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bank central Asia (BCA). (Foto: Reuters/Garry Lotulung)
zoom-in-whitePerbesar
Bank central Asia (BCA). (Foto: Reuters/Garry Lotulung)
ADVERTISEMENT
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) berencana menganggarkan biaya investasi untuk pengembangan Teknologi Informasi (TI) sekitar Rp 2 triliun pada tahun depan. Jumlah itu tak jauh beda dengan anggaran tahun ini.
ADVERTISEMENT
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyampaikan, mayoritas anggaran pengembangan IT itu akan dipakai untuk pembelian mesin elektronik dalam rangka mendukung digitalisasi perbankan yang sudah dilakukan.
“Total investasi tahun depan kurang lebih Rp 2 triliun untuk pengembangan hardware dan tambahan hardware,” ujarnya saat ditemui di Ritz Charlton Hotel, Jakarta, Selasa (9/10).
Dia pun membeberkan, anggaran IT BCA digunakan untuk investasi di mesin, investasi di Sumber Daya Manusia (SDM), dan investasi untuk promosi. Untuk mesin, saat ini BCA tengah mengembangkan program Virtual Assistant.
“Sudah disiapin yang namanya virtual assistant. Jadi nasabah bisa chat booth di situ, mau tahu saldo, transaksi bisa di situ. Saat ini sudah ada 3 e-branch (kantor virtual),” ucap Jahja.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk SDM, BCA membutuhkan sekitar 2.000 karyawan untuk dipekerjakan sebagai hustler atau engineer IT, hacker, dan hipster atau desainer. Dia menyebut, perekrutan karyawan untuk divisi IT agak sulit.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja. (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja. (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
“Jadi ini semua cari orangnya enggak gampang. Kita target mau merekrut 2.000 orang, tapi supply-nya berapa, enggak banyak yang bisa,” bebernya.
Sedangkan untuk biaya promosi, Jahja menyebut pos anggaran itu ke depan akan yang terbesar. Dia mencontohkan seperti Go-Jek, biaya investasi untuk promosi lebih besar dibandingkan investasi untuk mesin.
“Coba liat Go-Jek promonya, dia kasih diskon top up, terus harusnya bayar Rp 15 ribu cukup Rp 9 ribu. Itu coba hitung berapa triliun per tahun yang di-spend,” kata Jahja.