3 Fakta Proses Pemilihan Ibu Kota Baru ke Kalimantan

2 Agustus 2019 8:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Joko Widodo memberikan keterangan pers di stasiun MRT Senayan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Joko Widodo memberikan keterangan pers di stasiun MRT Senayan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut telah menyetujui ibu kota negara dipindah dari Jakarta ke salah satu daerah di Kalimantan. Rencananya, daerah di Kalimantan yang akan menjadi ibu kota baru akan diumumkan bulan ini.
ADVERTISEMENT
Namun siapa sangka, sebelum sebuah daerah di Kalimantan dipilih menjadi pengganti Jakarta, terdapat beberapa opsi yang disiapkan pemerintah. Salah satu daerah yang diperhitungkan yakni Jonggol, Kabupaten Bogor.
Berikut 3 fakta mengenai proses pemindahan ibu kota sebelum dipilih di Kalimantan yang dirangkum kumparan:
Deretan permukiman penduduk dan gedung bertingkat yang terlihat dari kawasan Tanah Abang, Jakarta, Jumat (8/2/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
1. Ingin Tiru Malaysia
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Bambang Brodjonegoro, pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Jonggol, Bogor itu ingin meniru Malaysia yang memindahkan ibu kota dari Kuala Lumpur ke Putrajaya.
“Wacana ibu kota ke Jonggol ya ceritanya mirip Putrajaya ini,” bebernya dalam Diskusi Pemindahan Ibu Kota Baru di Kantor Kementerian PPN, Jakarta, Kamis (1/8).
Dia menjelaskan, wacana pemindahan ibu kota ke Jonggol tersebut mulai muncul pada pemerintahan Presiden Soeharto. Jonggol dipilih karena tak jauh dari Jakarta, mirip dengan Kuala Lumpur dengan Putrajaya yang hanya berjarak 25 km.
ADVERTISEMENT
“Tertarik karena cuma dibangun 5 tahun (tak terlalu banyak membangun infrastruktur karena jaraknya dekat dengan ibu kota sebelumnya). Tujuannya waktu itu memisahkan pusat pemerintahan dan keuangan bisnis,” papar Bambang.
Foto udara kawasan Bukit Nyuling, Tumbang Talaken Manuhing, Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Kamis (25/7/2019). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
2. Jokowi Punya 3 Opsi
Berdasarkan data kajian Kementerian PPN, sebenarnya pemerintahan Jokowi memiliki 3 opsi ibu kota baru, yakni di luar Jawa, di daerah yang tak jauh dari Jakarta, dan membangun government district di area Jakarta. Namun ternyata, salah satu daerah di Kalimantan yang diminati Jokowi.
Menteri PPN Bambang Brodjonegoro pun mengungkapkan, alasan keputusan itu yakni karena konversi lahan terbesar terjadi di Pulau Jawa. Di 2010, konversi lahan di Jawa mencapai 46,49 persen. Jumlah itu lebih besar dari Sumatera yang 32,54 persen, Kalimantan sebesar 9,29 persen, Sulawesi sebesar 4,88 persen, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 3,52 persen, Papua sebesar 1,82 persen, dan Maluku sebesar 1,46 persen.
ADVERTISEMENT
"Makin besar konversi lahan, makin terancam juga kedaulatan pangan kita. Banyak lahan yang semula sawah kini sudah menjadi bangunan gedung," kata Bambang.
Selain konversi lahan, alasan lainnya yakni pertumbuhan urbanisasi yang sangat tinggi dengan konsentrasi penduduk terbesar di Jakarta dan daerah sekitarnya. Saat ini penduduk Jakarta mencapai 2,86 juta, Bekasi mencapai 2,73 juta, Depok mencapai 2,17 juta, Tangerang mencapai 2,09 juta, dan Tangerang Selatan mencapai 1,59 juta.
"Meningkatnya beban Jakarta, sehingga terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan besarnya kerugian ekonomi. Seperti rawan banjir, tanah turun dan muka air laut naik, kualitas sungai 96 persen tercemar berat, kemacetan tinggi dan sistem pengelolaan transportasi sangat buruk, dan kerugian ekonomi akibat macet sangat besar," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan, salah satu daerah di Kalimantan dipilih menjadi kandidat ibu kota baru yakni karena lokasi strategis, secara geografis berada di tengah wilayah Indonesia untuk merepresentasikan keadilan dan mendorong percepatan pengembangan Indonesia yang belum tersentuh.
"Lalu tersedia lahan luas milik pemerintah dan BUMN perkebunan sehingga mengurangi biaya investasi," tegas Bambang.
Kemudian alasan lain ialah Kalimantan merupakan satu-satunya pulau yang bebas bencana gempa bumi, gunung berapi, hingga tsunami. Sementara pulau lain seperti Sumatera, Jawa, Bali Nusa Tenggara, ‎Sulawesi, dan Papua pernah mengalami bencana itu.
Foto udara kawasan Bukit Nyuling, Tumbang Talaken Manuhing, Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Kamis (25/7/2019). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
3. Butuh Waktu 2 Tahun
Dalam menentukan ibu kota baru, menurut Menteri PPN Bambang Brodjonegoro, pemerintah memerlukan waktu 2 tahun. Dia mengaku saat pertama menjabat Menteri PPN langsung diminta menghadap Jokowi. Sebelumnya, dalam formasi awal kabinet, Bambang menjabat menteri keuangan.
ADVERTISEMENT
“Mengenai kronologinya, dua tahun lalu (2017), saya belum lama juga jadi menteri PPN/Kepala Bappenas, itu saya dipanggil Presiden. Kemudian Presiden langsung memberikan perintah kepada saya untuk Bappenas membuat kajian tentang ibu kota baru,” katanya di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Mei 2019 silam.
Dan memang, lanjut dia, pada waktu itu Presiden sudah mengarahkan. “Ya kita memang kalau punya ibu kota baru ini, lebih baik di luar Jawa,” kata Bambang mengutip pernyataan Presiden.
Untuk lokasinya, menurut dia, Presiden meminta di tengah wilayah Indonesia.Tidak terlalu ke barat atau pun ke timur. Arahan Presiden itulah yang menjadi dasar Bappenas untuk membuat kajian.
“Kita sebenarnya (kajian) sudah berjalan satu setengah tahun. Dan sudah cukup detail sampai kepada beberapa kandidat lokasi. Hasil kajian itu saya laporkan kepada Presiden, baru kemudian dibahas di rapat kabinet terbatas,” katanya.
ADVERTISEMENT