3 Kelalaian Transaksi Online, yang Bikin Hacker Membobol Uang Kamu
ADVERTISEMENT
Pembobolan uang melalui sistem transaksi online sepanjang 2017 lalu, mencapai angka yang mencengangkan. Dikutip dari Fox Business, perampokan secara online telah menyebabkan kehilangan uang hingga USD 172 miliar atau setara Rp 2.322 triliun.
ADVERTISEMENT
Korban pembobolan uang secara online paling banyak terjadi di 20 negara. Tapi tak diungkap negara-negara mana saja yang paling marak kejahatan keuangan online.
Norton Cyber Security merilis laporan tahunan dan mengungkapkan, sepanjang 2017 sekitar 44% pengguna transaksi online jadi korban kejahatan keuangan siber. Jumlah kerugian rata-rata yang dialami setiap korban sebesar USD 142 atau Rp 1,9 juta.
Laporan itu juga merinci modus-modus kejahatan keuangan online. Yakni melalui infeksi virus atau ancaman keamanan lainnya sebanyak 53%, penipuan kartu debit atau kartu kredit 38%, pembajakan akun dan kata sandi (password) 34%, meretas akun email atau akun media sosial 34%, dan melakukan pembelian secara online yang ternyata sebuah scam (penipuan) 33%.
Norton menemukan, korban kejahatan keuangan siber umumnya melakukan tiga kelalaian berikut ini:
ADVERTISEMENT
1) Terlalu "Pede" dengan Sistem Keamanan Siber
Konsumen yang menjadi korban cybercrime sangat bergantung pada keamanan online, namun mereka umumnya lalai dan melakukan kesalahan sendiri. Sekitar 44% konsumen yang sangat mengandalkan cyber-security, telah mengalami cybercrime secara pribadi. Sedangkan yang sangat mengandalkan kemampuan pengamanan pribadi, yang menjadi korban "hanya" sekitar 39%.
2) Menyukai Banyak Perangkat
Konsumen yang mengadopsi teknologi terbaru dan terkoneksi dengan banyak perangkat, lebih lebih berisiko menjadi korban cybercrime. Lebih dari sepertiga (37%) korban kejahatan keuangan siber, memiliki konsol game online dan juga smartphone. Mereka juga terkoneksi dengan perangkat online di rumah yang membuatnya lebih rentan jadi korban.
3) Menggunakan Password yang Sama
Sekitar 20% korban kejahatan keuangan siber menggunakan password yang sama di berbagai akun online yang mereka gunakan. Dan sekitar 58% korban menggunakan password di perangkat yang dipakai bersama (bukan personal). Bandingkan dengan mereka yang tak menjadi korban, hanya 17% yang menggunakan password yang sama di semua akun online, dan hanya 37% yang menggunakan kata sandi pada perangkat bersama.
ADVERTISEMENT