ADB: Defisit Neraca Perdagangan Berlanjut di 2019

4 April 2019 8:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi dan Sri Mulyani terima Presiden ADB. Foto: Yudhistira Amran/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan Sri Mulyani terima Presiden ADB. Foto: Yudhistira Amran/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) memperkirakan neraca perdagangan Indonesia masih akan melanjutkan defisit di tahun ini. Laju impor diperkirakan lebih rendah dari tahun sebelumnya, namun ekspor masih melambat akibat anjloknya harga komoditas global.
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan selama 2018 tercatat defisit USD 8,57 miliar. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan 2017 yang mencatatkan surplus USD 11,84 miliar. Neraca perdagangan ini merupakan yang terparah sepanjang sejarah.
"Pertumbuhan impor kemungkinan akan terus melebihi pertumbuhan ekspor," tulis laporan Asian Development Outlook (ADO) 2019, Kamis (4/4).
Peningkatan ekspor jasa dari pendapatan pariwisata dan remitansi mampu mengimbangi sebagian turunnya neraca perdagangan. Sehingga defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) diperkirakan bisa di bawah 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun ini.
Kapal kargo asing tengah bongkar muat peti kemas mengangkut komoditas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: Wendiyanto/kumparan
ADB bahkan memperkirakan CAD menyempit menjadi 2,7 persen dari PDB di tahun ini dan tahun depan. Peningkatan investasi portofolio pada kuartal terakhir 2018 diperkirakan akan terus berlanjut.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah mengakui perlunya menarik lebih banyak investasi dengan meningkatkan iklim bisnis dan investasi, dan dengan demikian meningkatkan neraca pembayaran," jelasnya.
Lebih lanjut, risiko terhadap laju ekspor dan impor dipengaruhi oleh faktor global maupun domestik. Dari sisi global yakni ketegangan perdagangan antara AS dan China. Sementara domestik yaitu cuaca yang kering akibat adanya El Nino.
"Risiko domestik dapat berasal dari cuaca kering di bawah El Nino atau dari hambatan nontarif yang diberlakukan pada impor, yang menyebabkan ketidakpastian bagi investor dan bisnis," tulisnya.
ADB memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia di tahun ini menjadi 5,2 persen, dari sebelumnya 5,3 persen.
Penurunan proyeksi perekonomian Indonesia di tahun ini sejalan dengan pelemahan ekonomi global dan perang dagang AS-China yang menyebabkan tekanan pada laju ekspor domestik.
ADVERTISEMENT
"Pertumbuhan ekonomi dengan demikian terlihat dipertahankan pada 5,2 persen tahun ini dan naik tipis menjadi 5,3 persen pada tahun 2020," tulis laporan ADB tersebut.