AFPI Minta Korban Fintech Lapor ke Asosiasi

4 Februari 2019 14:43 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending makin pesat. Layanan pemberi pinjaman secara online tersebut mulai banyak bermunculan. Tak pelak, beragam masalah juga muncul, mulai dari tingkat bunga yang tinggi hingga sistem penagihan yang melanggar etika. Menanggapi banyaknya permasalahan, Ketua Harian AFPI Kuseryansyah mengatakan, pihaknya kini menyediakan posko pengaduan layanan pendanaan online yang dapat diakses melalui call center maupun email.
ADVERTISEMENT
Dia menyebutkan, masyarakat yang memiliki masalah dengan layanan fintech ini bisa melapor ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga ke asosiasi melalui website afpi.or.id.
"Masyarakat bisa langsung melaporkan ke asosiasi melalui website, email sampai call center," ungkap Kuseryansyah di Kantor APFI, Centenial Tower, Jakarta, Senin (4/2).
Menurutnya, tujuan adanya posko aduan ini adalah untuk memaksimalkan perlindungan kepada konsumen. Nantinya, jika yang dilaporkan adalah fintech yang sudah terdaftar di OJK dan merupakan anggota asosiasi, maka asosiasi berhak mengambil tindakan.
Dari menegur hingga memberikan sanksi kepada penyelenggara P2P lending. Namun, jika masyarakat melaporkan fintech ilegal atau yang tidak terdaftar di OJK dan bukan anggota asosiasi, maka laporan tersebut akan dilanjutkan ke OJK. "Kalau yang masuk masalah laporan fintech ilegal, kami tetap tampung. Kemudian kami teruskan ke satgas waspada investasi di OJK hingga ke Bareskrim," ujarnya.
Ilustrasi Fintech. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko menjelaskan, sudah ada 99 perusahaan fintech pendanaan yang terdaftar sebagai anggota APFI. Dari jumlah tersebut, para anggota telah melakukan layanan lebih dari 9 juta transaksi pada lebih dari 3 juta masyarakat di seluruh Indonesia.
Masyarakat yang diberi pendanaan mayoritas berasal dari kalangan yang belum dapat mengakses layanan keuangan seperti kelompok pekerja, petani, nelayan, pengrajin dan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Selain itu, ada juga pelaku usaha mikro kelompok wanita, mahasiswa dan milenial yang membutuhkan pendanaan untuk kebutuhan pendidikan dan kelompok masyarakat lain yang membutuhkan pendanaan kesehatan dan kepemilikan properti.
Dalam peer to peer lending sendiri terdiri dari dua jenis penyelenggaraan pendanaan online, yakni P2P pendanaan produktif dan P2P pendanaan multiguna.
ADVERTISEMENT