Akademisi IPB Bertanya soal Beras: Pasokan Banyak Kok Harganya Naik?

13 Januari 2018 14:27 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Beras Bulog (Foto: ANTARA FOTO/Rahmad)
zoom-in-whitePerbesar
Beras Bulog (Foto: ANTARA FOTO/Rahmad)
ADVERTISEMENT
Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prima Gandhi mempertanyakan impor beras khusus yang dilakukan pemerintah. Apalagi, jika tujuan pemerintah untuk mengendalikan harga beras medium.
ADVERTISEMENT
"Untuk apa impor khusus?" ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima kumparan (kumparan.com), Sabtu (13/1).
Menurut Prima, kejanggalan harga beras terjadi pada awal tahun ini, salah satunya di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Data daring yang dikeluarkan PIBC pada 3 Januari 2018, beras termurah masih di harga Rp 7.800/kg stabil sejak 9 November hingga 3 Januari 2018.
"Tapi tiba-tiba pada tanggal 3 hingga 4 Januari naik tinggi Rp 8.400/kg. Setelah itu pada 5 hingga 8 Januari menjadi Rp 8.800/kg, terus tanggal 9 hingga 12 Januari menjadi Rp 8.900/kg," kata dia.
Sementara itu, stok beras harian PIBC pada periode tersebut berada di atas normal yaitu berkisar 32.001 ton hingga 47.013 ton. Artinya pasokan tidak ada masalah tapi harga naik.
ADVERTISEMENT
"Justru ini sumber masalahnya," katanya.
Beras kualitas medium di gudang Bulog. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Beras kualitas medium di gudang Bulog. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
Menurutnya, solusi yang ditempuh adalah pengendalian harga, bukan impor. Gandhi pun mengusulkan agar harga beras medium dikendalikan dengan beberapa cara.
Pertama, operasi pasar secara masif bukan setengah hati. Kedua, percepat penyaluran beras rastra untuk bulan Januari ini.
Ketiga, perlancar arus distribusi dan logistik beras dengan intensifkan Satgas Pangan. Keempat, tidak perlu impor karena momentumnya tidak tepat.
Sebelumnya, mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu mengatakan, kenaikan harga beras tak terlepas dari kebijakan pemerintah yang menetapkan Harge Eceran Tertinggi (HET) pada beras medium dan premium. Seperti diketahui, pada tahun lalu pemerintah menetapkan harga beras medium sebesar Rp 9.450/kg dan premium Rp 12.800/kg di Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB dan Sulawesi.
ADVERTISEMENT
"Harga itu tidak bisa diperintah. Dulu menetapkan harga daging sapi, sekarang beras. Semua tidak efektif karena melawan pasar," ujar Said kepada kumparan (kumparan.com), Jumat (12/1).
Justru menurutnya, dengan pemerintah menetapkan HET beras akan membuat laju inflasi tinggi. Sebab, menurutnya, dengan adanya HET beras medium dan premium, para pedagang eceran justru menjual beras jenis tersebut dengan harga yang lebih mahal karena pasokan yang langka.
"Sekarang Mendag bilang kalau ada yang jual beras di atas HET maka akan dipenjarakan. Ya sudah sekarang dipenjarakan seluruh Indonesia dong, karena semua menjual di atas HET," jelasnya.