Alasan BI Naikkan Bunga Acuan Jadi 5,25%: Jaga Pasar Keuangan Domestik

29 Juni 2018 15:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur BI Perry Warjiyo (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur BI Perry Warjiyo (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) hari ini memutuskan kembali menaikkan suku bunga acuan hingga 50 basis poin menjadi 5,25%. Kenaikan BI Rate ini di luar prediksi para ekonom dan analis.
ADVERTISEMENT
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kenaikan suku bunga dilakukan sebagai langkah antisipatif bank sentral menyikapi kondisi ekonomi global. BI juga akan membeli surat berharga negara di depan atau front loading serta menaikkan suku bunga sebelum Fed Fund Rate kembali naik pada September dan Desember 2018.
Perry mengatakan Kebijakan ini juga dilakukan untuk menjaga daya saing pasar domestik terhadap kebijakan moneter sejumlah negara dan keuangan pasar global yang masih lebih tinggi.
"Sehingga itu yang jadi dasar kenaikan 50 bps ini. Sebagai langkah lanjutan BI secara preemptive, front loading, dan ahead of the curve untuk menjaga daya saing pasar domestik terhadap kebijakan moneter sejumlah negara dan keuangan pasar global yang masih tinggi," kata Perry di Gedung BI Thamrin, Jakarta, Jumat (29/6).
ADVERTISEMENT
Dengan kenaikan 50 bps ini, Perry menyebut saat ini kebijakan moneter BI beralih menjadi ketat, dari sebelumnya netral. Dengan demikian, penurunan suku bunga ke depannya justru tidak dimungkinkan, sebaliknya, kenaikan suku bunga ke depannya masih sangat memungkinkan.
"Dengan kenaikan 50 bps ini, dari sisi kebijakan moneter beralih dari netral ke cenderung ketat, bahkan di atas sedikit cenderung ketat, ranah kebijakan moneter ketat. Ini sejalan dengan stance moneter kami fokuskan jaga stabilitas ekonomi, khususnya nilai tukar rupiah," jelasnya.
Dia pun menegaskan bahwa kenaikan suku bunga ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal, seperti kenaikan FFR menjadi 1,75-2% hingga ketidakpastian perdagangan global.
"Pertimbangannya lebih karena faktor eksternal, tidka banyak karena faktor dalam negeri, seperti inflasi," ujarnya.
ADVERTISEMENT