Anggota DPR Protes Larangan Pemajangan Rokok di Minimarket Kota Bogor

18 Juli 2018 7:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alfamart di Kencana, Tanah Sareal, Kota Bogor. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Alfamart di Kencana, Tanah Sareal, Kota Bogor. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Revisi Peraturan Daerah (Perda) Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yang melarang pemajangan produk rokok di tingkat ritel, mendapat kritikan dari sejumlah pihak.
ADVERTISEMENT
Salah satunya dari Anggota Komisi VI Fraksi PDIP, Aria Bima. Menurut dia, Perda KTR seharusnya memperhatikan beberapa aspek, mulai dari pendapatan negara, industri, hingga aspek tenaga kerja.
Aria Bima menuding Perda KTR justru akan menghambat investasi dan menggerus target penerimaan negara di daerah tersebut.
“Aspek pendapatan negara, perburuhan, kesehatan, aspek industri, aspek perkebunan dan lain-lain, jadi semua aspek harus menjadi pertimbangan dibuatnya peraturan tersebut,” ujar Aria dalam keterangan resmi, Rabu (18/7).
Dia menilai rokok bukanlah bahan terlarang dalam Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah. Sehingga, perlakuan pada produk dan iklan rokok menurut dia harus bisa sewajarnya.
“Harusnya Perda cukup pada pengaturan. Karena, hingga saat ini tak ada UU yang melarang rokok,” katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Yudha Prawira menilai, Perda KTR di Bogor justru dapat merugikan pelaku usaha. Menurut dia, hal tersebut juga tidak sejalan dengan pemerintah pusat yang ingin menciptakan iklim investasi dan usaha yang baik.
“Program pemerintah pusat kan membuat iklim usaha yang baik. Kalau pusat tidak melarang, di daerah melarang, tentu kan tidak baik ke investasi," kata dia.
“Ketentuan peraturan yang ada kan hanya membatasi, misalnya tidak boleh di jalan protokol, kawasan pendidikan, tempat ibadah, dan lain-lain,” tuturnya.
Petugas Bea Cukai dan Industri Rokok (Foto: Dok. Bea cukai)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas Bea Cukai dan Industri Rokok (Foto: Dok. Bea cukai)
Wakil Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Rudy Siregar, sebelumnya mengatakan pengusaha seharusnya dilibatkan dalam membuat suatu kebijakan. Dia menilai, masyarakat dan pengusaha belum mendapat sosialisasi terkait Perda KTR di Bogor.
ADVERTISEMENT
“Perda KTR Kota Bogor ini rawan digugat lagi oleh masyarakat, sehingga untuk menghindari hal ini, Pemkot Bogor harus mendengarkan aspirasi masyarakat dan pengusaha. Sehingga setiap pihak memiliki pemahaman yang sama terkait dengan Perda KTR ini” kata Rudy.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan cukai hingga semester I 2018 mencapai Rp 50,96 triliun atau 32,79% dari target APBN tahun 2018 yang sebesar Rp 155,4 triliun. Angka tersebut tumbuh 15,02% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Penerimaan cukai pada Semester I 2018 merupakan yang tertinggi. Cukai hasil tembakau (CHT) menjadi penyumbang terbesar yang mencapai Rp 48,50 triliun atau 32,72% dari target APBN tahun 2018 tumbuh 14,84% dibanding periode yang sama tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Kinerja penerimaan CHT didorong oleh tarif tertimbang efektif sebesar 11,35% yang lebih tinggi dari kenaikan tarif rata-rata tahun 2018 yang 10,04%.
Faktor lainnya adalah kenaikan produksi hasil tembakau (HT) yang mencapai 149,32 miliar batang atau tumbuh 2,35%, yang terjadi secara menyeluruh di semua golongan produksi.
Hal tersebut menjadi indikasi keberhasilan program penertiban cukai berisiko tinggi (PCBT) yang dilakukan sejak tahun 2017 yang dilanjutkan hingga tahun ini.