Aprobi: Pasar CPO Dalam Negeri Lebih Besar, Lebih Bagus

10 November 2018 17:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
MP Tumanggor. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
MP Tumanggor. (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
Produksi minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) di Indonesia saat ini mencapai 42 juta ton setahun. Untuk pasar dalam negeri, baru terserap sekitar 14 juta ton. Selebihnya, 28 juta ton CPO diekspor. Apabila pasar di dalam negeri bisa diperbesar, itu akan lebih baik.
ADVERTISEMENT
Serapan 14 juta ton CPO di dalam negeri digunakan untuk berbagai macam industri, termasuk minyak goreng dan juga biodiesel untuk memenuhi program mandatori biodiesel 20 persen (B20) yang dibuat pemerintah.
Menurut Ketua Umum Aprobi (Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia) MP Tumanggor, terkait dengan program B20, saat ini FAME (Fatty Acid Methyl Esthers) yang menjadi bahan biodiesel dari CPO sudah diproduksi sebesar 5 juta Kilo Liter.
“Untuk saat ini 5 juta KL. Ukurannya jumlah solar yang digunakan di Indonesia, menurut data Kementerian ESDM, sekitar 30 juta KL setahun. Dengan penggunaan B20 , artinya harusnya ada 6 Juta KL. Tapi, karena masih ada yang belum gunakan, seperti Freeport, peralatan militer, dan lain-lain, maka saat ini masih sekitar 5 juta KL,” kata Tumanggor saat ditemui di sela-sela kunjungan ke Fri-EL Acerra, pembangkit listrik berbasis CPO di Napoli, Italia, Kamis (9/11).
ADVERTISEMENT
Aprobi, kata Tumanggor, siap memproduksi FAME dalam jumlah lebih banyak dari itu. Bahkan, pihaknya mendorong pemerintah segera memberlakukan B30. “Kalau bisa (pasar) di dalam negeri diperbesar, lebih bagus. Pasti kami minta tolong ke Pak Jonan. Pak Jonan yang bikin regulasinya. Jadi kami berharap April tahun 2019 diberlakukan B30. Kalau bisa B30, maka akan terserap 9 juta KL FAME,” kata Tumanggor, yang juga Direktur PT Wilmar Nabati Indonesia ini.
Dalam paparan Jonan saat bicara di Carita Politica, Vatikan, sebelumnya, program biodiesel sudah dilakukan pemerintah sejak 2010. Penggunaan biodiesel dilakukan bertahap dari B5, B10, hingga B20. Setelah melalui ujicoba, B20 diterapkan mulai 2016. Bahkan mulai 1 September 2018, pemerintah memperluas penggunaan B20 ke berbagai sektor, tidak hanya PSO (public service obligation), tapi juga ke non PSO baik di bidang transportasi maupun listrik. Kemudian B30 (pencampuran 30 persen biodiesel dalam 1 liter solar) ditargetkan direalisasikan pada 2030.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut Tumanggor, target 2030 untuk penggunaan B30 itu terlalu lama. Apalagi saat ini, sudah dilakukan uji coba untuk B30. “Harusnya kan dilakukan uji coba-uji coba. Kemarin B20 diuji, hasilnya bagus, kemudian diterapkan pada 2016. Sekarang kita uji coba B30. Kami harapkan segera bisa selesai dan kami harapkan bulan April 2019 bisa dipakai,” harap Tumanggor.
Terkait perluasan biodiesel dari CPO untuk pemanfaatan di bidang transportasi dan pembangkit listrik di dalam negeri, Aprobi mendukung. Ini berarti menjadikan pasar CPO di dalam negeri semakin besar. Harga CPO juga bisa lebih baik, karena selama ini, bila hanya menggantungkan ekspor, harga sangat fluktuatif. Apalagi masih ada penolakan penggunaan CPO asal Indonesia di Eropa.
Jonan meninjau pembangkit listrik Fri El di Italia. (Foto: Dok. SItimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Jonan meninjau pembangkit listrik Fri El di Italia. (Foto: Dok. SItimewa)
Menurut Tumanggor, kapasitas produksi FAME saat ini sebenarnya bisa mencapai 14 juta KL per tahun. Kalau memang pasarnya ada, produksi bisa digenjot lebih besar lagi. Saat ini, Aprobi yang sudah berdiri sejak 2006 memiliki 21 anggota produsen biofuel, yang memproduksi biodiesel dan bioetanol. Wilmar dan Sinar Mas merupakan dua produsen terbesar saat ini.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan adanya kendala terkait pasokan CPO atau FAME untuk program B20 ke berbagai daerah, Tumanggor menjelaskan bahwa kendala yang muncul hanyalah soal logistik. Ketersediaan kapal untuk mengangkut FAME ke titik-titik untuk disuplai ke Pertamina sangat terbatas. “Jadi, bukan karena kami tidak mau suplai,” tegas Tumanggor.
Namun, kata Tumanggor, persoalan sudah bisa diatasi. “Rapat terakhir kita minggu lalu, misalnya, Pertamina sendiri tangkinya belum selsai. Makanya kami siap untuk menyiapkan 5 floating storage di 5 tempat untuk bisa nampung FAME dalam jumlah besar. Pertamina nanti yang harus distribusikan ke beberapa tempat. Tadinya harus kami distribusikan ke 102 titik. Setelah dipelajari, kurang efisien. Akhirnya rapat Jumat lalu, diubah menjadi hanya 11 lokasi. Pertamina sudah oke,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Apresiasi ke Jonan
Aprobi mengapresiasi langkah Menteri Jonan yang membawa misi sawit ke Eropa di tengah-tengah penolakan Eropa terhadap sawit asal Indonesia. “Di tengah-tengah penolakan CPO di Eropa, saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Pak Jonan bahwa beliau sudah sampaikan diplomasi sawit di Vatikan, di depan sebuah lembaga yang sangat berpengaruh di Uni Eropa,” kata Tumanggor.
Dengan adanya diplomasi sawit yang dilakukan Jonan, Tumanggor berharap, Eropa akan bisa berpikir ulang untuk menolak penggunaan sawit di Eropa. “Bicara sawit itu sama saja bicara terkait 14 juta petani sawit. Kalau terjadi penolakan begitu tinggi terhadap produksi dari Indonesia, akan mempengaruhi harga, yang korbannya adalah para petani sawit di Indonesia,” kata Tumanggor.
Buruh memanen kelapa sawit di Desa Sukasirna, Cibadak, Kabupaten Sukabumi. (Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
zoom-in-whitePerbesar
Buruh memanen kelapa sawit di Desa Sukasirna, Cibadak, Kabupaten Sukabumi. (Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
Tumanggor menilai upaya pemerintah Indonesia untuk membela sawit Indonesia sudah lumayan gencar. “Presiden Jokowi beberapa waktu lalu di Bali menyampaikan bahwa saat bertemu dengan tiap kepala negara dari Uni Eropa, Beliau selalu mengatakan supaya mempertimbangkan memboikot sawit Indonesia,” ujar dia.
ADVERTISEMENT
Menko Maritim Luhut B Pandjaitan, kata Tumanggor, juga sudah melakukan seminar di Vatikan terkait sawit ini. “Hasilnya juga lumayan, terjadi pemunduran waktu. Awalnya ditarget tahun 2021 sudah tidak boleh gunakan CPO di Eropa, jadinya waktunya diundur 2030. Itu juga salah satu lobi dari Vatikan terhadap parlemen-parlemen Eropa,” kata dia.
Aprobi mendukung langkah pemerintah untuk memperjuangkan sawit Indonesia di Eropa. “Yang punya power tentu pemerintah. Jadi, kita bisa sama-samalah dengan pemerintah dalam membela sawit di Eropa ini,” ujar dia.