news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Aturan Tumpang Tindih, Nasib 8 Perusahaan Batu Bara Belum Jelas

11 Juli 2019 9:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di area tambang batu bara Adaro, Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di area tambang batu bara Adaro, Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo belum juga menandatangani revisi keenam dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
ADVERTISEMENT
Aturan ini belum diteken Jokowi karena terganjal aturan lain yang tumpang tindih. Padahal, PP 23/2010 ini penting karena menyangkut nasib 8 perusahaan tambang baru bara pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B) Generasi I yang bakal habis masa kontraknya.
Berikut kumparan rangkum seputar tumpang tindih aturan perpanjangan yang membuat was-was para pengusaha batu bara:
Aturan Tumpang Tindih, Nasib 8 Perusahaan Tambang Menggantung
Dibatalkannya perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk PT Tanito Harum oleh pemerintah, menjadi kabar buruk bagi perusahaan tambang batu bara yang bakal habis masa kontraknya.
Tanito Harum adalah salah satu pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi I. PKP2B Tanito Harum telah habis masa berlakunya pada 14 Januari 2019 dan sudah mendapatkan perpanjangan izin hingga 20 tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
Sementara tujuh perusahaan lainnya juga was-was karena kontraknya bakal habis, yakni Arutmin Indonesia pada 2020, Kendilo Coal Indonesia pada 2021, Kaltim Prima Coal pada 2021, Multi Harapan Utama pada 2022, Adaro Indonesia pada 2022, Kideco Jaya Agung pada 2023, dan Berau Coal pada 2025.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, perpanjangan pemegang PKP2B akan diberikan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Namun mengacu pada Pasal 75 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, wilayah pertambangan eks PKP2B harus dikembalikan kepada negara, kemudian wilayah tersebut diprioritaskan untuk diberikan pada BUMN.
Pun berdasarkan Pasal 75 ayat 4 UU itu, diatur pula bahwa badan usaha swasta hanya dapat memperoleh IUPK melalui lelang.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, dalam Pasal 30 PKP2B yang telah ada sebelum UU Minerba, pemegang PKP2B memiliki hak untuk memperoleh perpanjangan 20 tahun tanpa lelang. Pasal 169 di UU Minerba juga telah menjamin bahwa PKP2B yang telah ada sebelum diberlakukannya UU Minerba, tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak, termasuk perpanjangannya.
Sebenarnya Menteri ESDM Ignasius Jonan tengah mengajukan revisi keenam PP Nomor 23 Tahun 2010 ke Sekretariat Negara. Poin penting revisi itu‎ yakni pemegang PKP2B bisa memperoleh perpanjangan 20 tahun dalam bentuk IUPK tanpa melalui lelang, dan luas wilayah pertambangan tak dikurangi.
Akan tetapi, revisi itu ditentang Menteri BUMN Rini Soemarno lantaran dinilai bertentangan dengan UU Minerba. Pun berdasarkan Surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditegaskan bahwa revisi PP Nomor 23 Tahun 2010 wajib mengacu pada UU Minerba. Hingga kini, revisi PP itu masih belum ditandatangani Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM Klaim Investasi Tak Terganggu
Tanito Harum dan 7 perusahaan lainnya masih menggantung, belum jelas perpanjangannya. Meski demikian, Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengklaim, iklim investasi di sektor tambang masih tetap baik.
"Enggak (bakal terganggu), mudah-mudahan sejuk-sejuk saja," kata Bambang di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (10/7).
Bambang juga berpendapat, kasus Tanito Harum tak akan membuat produksi batu bara nasional terganggu. Sebab, kontribusi produksi perusahaan hanya sekitar 1 juta ton per tahun, sedangkan total produksi batu bara nasional tahun ini hampir 500 juta ton.
Begitupun dengan penerimaan negara dari batu bara, menurut Bambang, tak akan terganggu dengan diputusnya IUPK Tanito.
ADVERTISEMENT
"Produksi banyak banget, IUP di daerah itu 1.100, banyak banget kalau produksi semua," ucapnya.
Pekerja mengawasi bongkar muat batu bara ke dalam truk. Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Jokowi Disarankan Bikin Aturan Baru
Ketidakpastian ini membuat perusahaan-perusahaan tersebut bakal menahan investasinya. Dampaknya, produksi batu bara nasional bisa terganggu. Sementara batu bara adalah komoditas ekspor terbesar Indonesia saat ini.
Imbasnya masih banyak lagi, mulai dari penerimaan negara, pasokan bahan bakar untuk PLN, tenaga kerja di sektor pertambangan, dan sebagainya.
Pakar Hukum Pertambangan, Ahmad Redi, menyarankan agar Jokowi membuat Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk menengahi dualisme aturan tersebut.
Atau cara lain untuk menggugurkan salah satu poin UU Minerba yakni dengan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Karena proses pembuatan UU di DPR itu lama, sementara banyak izin yang sudah akan habis. Saya kira itu yang harus dipertimbangkan oleh istana," tegas Redi.
ADVERTISEMENT