Bagikan Gaji PNS ke-13 dan ke-14, Jokowi Dinilai Mau Naikkan Daya Beli

10 Maret 2019 15:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi memberikan sambutan di Deklarasi Alumni Sriwijaya di Palembang Sport Convention Center,  Sumsel Foto: Fahrian Saleh/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi memberikan sambutan di Deklarasi Alumni Sriwijaya di Palembang Sport Convention Center, Sumsel Foto: Fahrian Saleh/kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tren pertumbuhan konsumsi atau daya beli rumah tangga selama 5 tahun terakhir sejak 2014-2018 cenderung stagnan di sekitar 5 persen. Secara rinci pada tahun 2014 pertumbuhan konsumsi rumah tangga 5,15 persen, selanjutnya pada tahun 2015 turun menjadi 4,96 persen, tahun berikutnya 2016 naik menjadi 5,01 persen, pada tahun 2017 naik menjadi 4,94 persen, dan terakhir pada tahun 2018 naik menjadi 5,05 persen.
ADVERTISEMENT
Menanggapi tren daya beli yang cenderung stagnan, Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan kondisi ini membuat pemerintah panik.
"Pemerintah panik melihat indikator-indikator konsumsi rumah tangga. Jadi kalau kita bicara konsumsi rumah tangga selama 5 tahun terakhir ini stagnan tumbuh di 5 persen artinya tidak ada perbaikan belanja masyarakat yang signifikan," katanya kepada kumparan, Minggu (10/3).
Menurut Bhima, janji Presiden Jokowi memberikan gaji ke-13 dan ke-14 merupakan salah satu upaya mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat. Kebijakan ini rencananya dibayarkan pada April 2019 atau berada pada masa Pilpres dan Pileg.
Manpan RB tinjau proses seleksi CPNS di Cibubur Foto: Dok. Kemenpan RB
Selain itu, terdapat penurunan kepercayaan konsumen menengah ke atas pada perekonomian yang juga memicu penundaan aktivitas konsumti.
ADVERTISEMENT
"Ini kan tanda-tanda kalau tidak didorong dengan (gaji ke-13 dan gaji ke-14) ASN dikhawatirkan target pertumbuhan kita dan konsumsi kita akan cukup stagnan 5 persen. Artinya target pertumbuhan (ekonomi) pemerintah tidak tercapai," katanya.
Oleh karena itu, kebijakan ini diharapkan akan mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat, khususnya pada bulan April-Juni 2019. Hanya saja, ia menekankan seharusnya pemerintah sudah sejak lama mengenjot belanja modal yang sifatnya produktif. Bukan di saat kepercayaan konsumen menengah ke atas turun dan berdekatan dengan pemilihan umum (pemilu) atau memasuki tahun politik.
"Kenapa seperti pemadam kebakaran yang terlambat kalau menggunakan belanja pegawai itu ya jalan cepat jalan pintas tapi ya tidak menyelesaikan jangka panjang. (Jika) April, Mei, Juni kalau kondisi ekonomi tidak memiliki perbaikan kan efek dari belanja negara itu kalau one shot dead seorang belanja selesai. Jadi enggak ada multiplayer efek jangka panjang," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Direktur Eksekutif Economic Action, Ronny P. Sasmita menambahkan pertumbuhan konsumsi masyarakat diprediksi mulai terjadi pada kuartal II 2019. Meski demikian, pihaknya berharap pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 dapat memperbaiki kinerja transaksi berjalan (current account) yaitu mendorong PNS membeli produk-produk dalam negeri.
"Karena kalau penerimaan gaji ke-13 dan ke-14 justru mem-boosting penjualan barang impor, justru buruk untuk neraca dagang dan transaksi berjalan kita. Ada banyak barang konsumsi selain kebutuhan pokok yang berasal dari impor, mulai dari elektronik dan barang gaya hidup," katanya.
Presiden Jokowi saat bersilaturahmi dengan petani karet di Banyuasin, Palembang, Sumatera Selatan. Foto: Fahrian Saleh/kumparan