Bahayanya Baja Induksi yang Bisa Bikin Bangunan Roboh

4 Januari 2019 16:56 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Industri Baja (Foto: Reuters/Steven Shi)
zoom-in-whitePerbesar
Industri Baja (Foto: Reuters/Steven Shi)
ADVERTISEMENT
Di berbagai negara, baja induction furnace atau baja induksi sudah tak boleh digunakan lagi karena tidak memenuhi standar kualitas minimum. Namun, di Indonesia baja jenis ini justru makin banyak dipakai.
ADVERTISEMENT
Pabrik-pabrik baja induksi di Indonesia menggunakan mesin-mesin dari China. Padahal di China sendiri, penggunaan baja induksi sudah dilarang sejak Juni 2017 karena kualitasnya rendah dan pabrik-pabriknya menimbulkan banyak masalah lingkungan. Mesin-mesin dari sana kemudian dipindahkan ke Indonesia dan Filipina
Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Purwono Widodo, mengungkapkan bahwa bangunan-bangunan yang menggunakan baja induksi akan lebih mudah roboh jika terkena gempa.
"Edukasi ke konsumen itu penting. Kita edukasi ke konsumen, hati-hati dalam membeli rumah atau bangun rumah, beli rusun atau apartemen. Baja induksi ada yang getas, kalau ada gempa 2 lantai itu roboh. Siapa yang tanggung kalau terjadi gempa?" kata Purwono saat berkunjung ke kantor kumparan di Jakarta, Selasa (11 Desember 2018).
Pabrik baja PT Krakatau Steel Tbk. (Foto: Dok. PT Krakatau Steel Tbk)
zoom-in-whitePerbesar
Pabrik baja PT Krakatau Steel Tbk. (Foto: Dok. PT Krakatau Steel Tbk)
Masalahnya, Indonesia belum memiliki aturan yang jelas mengenai penggunaan baja induksi. Standar kualitas baja di Indonesia pun bukannya ditingkatkan, malah semakin diturunkan.
ADVERTISEMENT
Lembaran baja untuk atap misalnya, kata Purwono, di Indonesia standar ketebalannya diturunkan dari 0,2 milimeter menjadi 0,16 milimeter. Sebaliknya di negara-negara lain ditingkatkan.
"Negara tetangga kita paling tipis 0,25 mm, Malaysia Filipina. Sekarang kita malah 0,16 mm. Kita itu impor dari China dan di China sendiri sudah enggak dipakai," ucapnya.
Menurut Purwono, harusnya kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) dibarengi dengan kenaikan konsumsi baja per kapita, artinya standar kualitas baja yang dipakai di dalam negeri harus meningkat. Tapi yang terjadi di Indonesia sebaliknya.
"Hanya di indonesia yang GDP naik tapi konsumsinya ditekan turun," tutupnya.