Bank Dunia: Laju Urbanisasi di Indonesia Belum Bikin Rakyat Sejahtera

3 Oktober 2019 12:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Dunia menilai laju urbanisasi di Indonesia belum berdampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Saat ini sekitar 151 juta atau 57 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan.
ADVERTISEMENT
Jumlah tersebut meningkat dibandingkan saat pertama kali Indonesia merdeka. Pada 1945, hanya satu dari delapan orang yang tinggal di perkotaan.
Indikator pembangunan dunia yang dirilis Bank Dunia menunjukkan, setiap peningkatan 1 persen penduduk di perkotaan, hanya mampu mendorong 1,4 persen Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita per tahun.
Angka ini lebih rendah dibandingkan China yang mencapai 3 persen terhadap PDB per kapita, serta negara di Asia Timur dan Pasifik lainnya yang mencapai 2,7 persen terhadap PDB per kapita per tahun.
"Tidak setiap orang bisa mendapatkan manfaat kesejahteraan dan kelayakan huni yang dihasilkan urbanisasi," ujar Global Director for Urban and Territorial Development, Disaster Risk Management and Resilience Bank Dunia, Sameh Wahba, dalam laporan berjudul “Mewujudkan Potensi Perkotaan Indonesia,” Jakarta, Kamis (3/10).
ADVERTISEMENT
Secara rinci, kesejahteraan masyarakat di kawasan pinggiran perdesaan dan perkotaan non-metropolitan masing-masing 35 persen dan 27 persen lebih rendah dibandingkan DKI Jakarta.
Sementara kesejahteraan di kawasan pinggiran perkotaan hanya 7 persen lebih rendah dari DKI Jakarta.
Suasana seminar Bank Dunia terkait laju urbanisasi Indonesia, Kamis (3/10/2019). Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
"Itu menandakan masih ada kesenjangan kesejahteraan. Kesenjangan di masing-masing wilayah menyumbang hampir 86 persen dari total ketimpangan selama 2017," jelasnya.
Kesenjangan tersebut juga berdampak negatif pada sejumlah hal, seperti polusi udara, kemacetan lalu-lintas, hingga meningkatnya penduduk Indonesia yang tinggal di permukiman kumuh.
Bank Dunia juga menilai, DKI Jakarta sebagai salah satu dari sepuluh kota dengan kemacetan tertinggi di dunia.
Adapun total biaya yang hilang dari kemacetan lalu-lintas untuk 28 wilayah metro di Indonesia senilai USD 4 miliar atau sekitar Rp 56,7 triliun (kurs Rp 14.188 per USD). Angka ini setara dengan 0,5 persen dari PDB nasional) per tahun.
ADVERTISEMENT