Banyak Sumur Minyak Zaman Belanda, Kinerja Pertamina Tak Optimal

6 Juli 2018 18:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pertamina (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pertamina (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat kinerja hulu migas selama semester I 2018. Realisasi lifting minyak bumi sebesar 771 ribu barel per hari (bph) atau baru 96% dari target APBN 2018 sebesar 800 ribu bph. Jumlah itu dihitung berdasarkan 12 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ada di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Dari 12 profil lifting KKKS, produksi lifting yang turun ada 7 KKKS, di mana 4 KKKS berasal dari anak usaha PT Pertamina (Persero). Pertama, lifting PT Pertamina EP hanya 70.031 bph atau hanya 81,6% dari target APBN sebesar 85.869 bph. Lalu lifting PT Pertamina Hulu Mahakam hanya 46.376 bph atau 96,1% dari target APBN sebesar 48.271 bph, lifting Pertamina Hulu Energi ONWJ LTD hanya 30.489 bph atau hanya 92,4% dari target APBN sebesar 33.000 bph. Terakhir, lifting BOB PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu hanya 94.885 bph atau 94,9% dari target APBN sebesar 10.970 bph.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan kinerja lifting Pertamina dianggap tidak maksimal karena sumur-sumur yang dieksploitasi merupakan sumur tua. Bahkan ada sumur yang dikelola Pertamina sudah ada sejak zaman Belanda yaitu Lapangan Jatibarang di Indramayu.
ADVERTISEMENT
Kilang minyak milik Pertamina di unit IV (Foto: REUTERS / Darren Whiteside)
zoom-in-whitePerbesar
Kilang minyak milik Pertamina di unit IV (Foto: REUTERS / Darren Whiteside)
“Masalahnya beda-beda sumur tua dari zaman Belanda dan tersebar di hampir semua wilayah Indonesia tapi kontrolnya tidak mudah. Selain itu, ini masalah data tidak lengkap karena banyak lapangan tua. Kalau data tidak lengkap pasti penanganannya enggak maksimal,” kata Amien di Gedung SKK Migas, Jakarta, Jumat (6/7).
Selain itu kendala lain yang membuat produksi dan lifting Pertamina turun adalah belum ditunjuknya Direktur Utama Pertamina definitif. Amien mengaku hal ini membuat Pertamina sulit mengambil keputusan di lapangan. Padahal, Pertamina tahun ini sudah diberikan 8 Wilayah Kerja (WK) terminasi oleh pemerintah. Kemudian masalah lainnya lebih kepada pengelolaan manajemen yang kurang bagus terutama di sektor hulu.
“Personel banyak masalah, jadi aspek manajerial ke bawah tidak sebagus perusahaan-perusahaan asing. Kalau di level perseroan, kami sudah diskusi tapi memang karena dirutnya masih Plt, jadi masih susah mengambil keputusan,” bebernya.
ADVERTISEMENT
Untuk membantu masalah yang membelit Pertamina, SKK Migas mengirimkan tim yang bertugas menganalisis permasalahan di lapangan. Dia berharap dengan keberadaan tim ini mampu membantu Pertamina meningkatkan produksi.
“Di level working team, tim SKK Migas sudah menangani Pertamina termasuk PHE khususnya misalnya Jatibarang ada VP (Vice President) yang bantu solusi di sana. Lalu ada VP lain yang bantu analisis PE (Pertamina Energy) secara keseluruhan. Jadi diharapkan seperti itu (lifting naik),” jelasnya.