Berisiko Besar, Jadi Alasan Fintech Terapkan Bunga Pinjaman Tinggi

5 Maret 2018 11:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Pelaku usaha Financial Technology (Fintech) dengan layanan peer to peer (p2p) atau platform pinjaman langsung tunai beralasan menerapkan bunga pinjaman di atas rata-rata karena berisiko tinggi.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut menanggapi pernyataan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso yang mengibaratkan fintech p2p seperti rentenir karena menerapkan bunga tinggi. Bahkan, OJK juga meminta masyarakat berhati-hati dalam mengkases layanan tersebut.
"Patut diperhatikan juga bahwa segmen fintech adalah underbanked. Jadi risikonya lebih besar, sehingga perlu diimbangi dengan bunga yang lebih besar," kata Aji saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Senin (5/3).
Saat ini, bunga pinjaman dari p2p sekitar 22% atau di atas rata-rata 19%. Namun menurut dia, pengenaan bunga yang cukup tinggi merupakan hal yang wajar karena pinjaman melalui layanan p2p memiliki risiko yang cukup tinggi.
Aji mengatakan kehadiran fintech justru bisa memberikan pinjaman bagi Usaha Kecil Menengah (UKM). Sebab, selama ini UKM kesulitan mengakses pinjaman dari perbankan karena terhambat aturan yang memerlukan adanya jaminan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan catatan asosiasi, hingga Desember 2017 fintech lending telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp 2,56 triliun. Terdiri dari 100.000 lender (pemberi pinjaman) ke 250.000 borrower (peminjam) dengan rasio kredit bermasalah atau Non performing loan (NPL) 0,99%.
"Intinya keberadaan fintech dan regulasinya yang harus dilihat dari segi inklusi keuangan. Fintech lahir untuk mengisi gap pembiayaan UKM yang sangat tinggi di Indonesia yang belum bisa diisi oleh lembaga keuangan lain yang ada," jelasnya.