Berkat Pembangkit Listrik Tenaga Bambu, Konsumsi Solar PLN Berkurang

17 September 2019 20:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) Berbahan Bakar Bambu di Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) Berbahan Bakar Bambu di Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) berbahan bakar bambu dengan kapasitas 700 kW di Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. PLTBm itu dapat melistriki 1.233 pelanggan di 3 desa di Kepulauan Mentawai.
ADVERTISEMENT
PLTBm itu merupakan proyek hibah MCC Amerika Serikat yang‎ dikerjakan oleh PT Charta Putra Indonesia (CPI). Seusai pembangunan, PT CPI melakukan serah terima pekerjaan ke Bappenas yang selanjutnya diserahkan ke BUMD Mentawai, Perusda Kemakmuran Hijau.
Lantas, apa alasan pemerintah memakai bambu‎ sebagai bahan bakar pembangkit listrik?
Petuga menyiapkan bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) Berbahan Bakar Bambu di Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
Menurut ‎Direktur Utama Perusda Kemakmuran Hijau, Kamser Sitanggang, daerah kepulauan terpencil seperti Mentawai biasanya menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sebagai sumber listrik.
Namun karena biaya produksi listrik PLTD dinilai mahal, maka diperlukan sumber energi alternatif. Dibanding bahan bakar lain yang ada, pembangkit listrik bebahan bakar bambu dinilai paling murah.
"Untuk Solar itu biaya pokoknya Rp 3.900 per kWh, sedangkan dengan bambu itu Rp 3.100 per kWh," paparnya saat ditemui di PLTBm Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Selasa (17/9‎).
Petuga menyiapkan bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) Berbahan Bakar Bambu di Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
Sementara mengenai bambu yang dipilih sebagai bahan bakar, alasannya karena ‎bambu mudah ditemui di Pulau Siberut. Nantinya bambu yang akan digunakan perusahaannya diambil dari warga setempat sehingga warga mendapat pendapatan tambahan untuk membayar listrik.
ADVERTISEMENT
"Sekarang ini listriknya baru bisa dioperasikan 12 jam, nanti mungkin baru bisa 24 jam di tahun 2021," beber Kamser.
Dia pun menjelaskan, cara kerja PLTBm ini yaitu biomassa seperti bambu yang memiliki kandungan gas, dibakar di mesin yang disediakan agar tercipta gas. Kemudian gas itu disaring untuk menjadi bahan bakar pengerak mesin yang menghasilkan listrik.
"Listrik ini ada kontrak kerja sama dibeli PLN sekitar Rp 2.000 per kWh untuk didistribusikan ke masyarakat. ‎Karena mereka ini pelanggan 450 VA, sisa biaya produksinya itu disubsidi pemerintah," katanya.