BI Akui Sentimen AS hingga Turki Masih Tekan Kinerja Rupiah

29 Maret 2019 15:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) mengakui sentimen global sempat membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tertekan. Adapun sentimen tersebut berasal dari Amerika Serikat (AS), Jerman, hingga Turki.
ADVERTISEMENT
Perlambatan ekonomi AS dan kurva imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang terbalik mengindikasikan Negara Paman Sam ini akan mengalami resesi dalam kurun waktu satu hingga dua tahun ke depan.
Akibat hal tersebut, investor beralih ke negara yang dianggap lebih aman, seperti Jerman. Sehingga pada awal pekan ini, untuk pertama kalinya dalam 2,5 tahun terakhir yield obligasi Jerman bertenor sepuluh tahun turun di bawah level 0 persen, yakni -0,02 persen.
Sementara sentimen Turki, selama delapan bulan terakhir, berupa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang telah memberlakukan kontrol harga, memaksa para pemberi pinjaman untuk menjaga kredit mengalir, serta melarang penggunaan dolar AS dalam sebagian besar kontrak.
Pekan ini, Erdogan mengincar bankir-bankir asing, dengan tujuan untuk melakukan investigasi terhadap JPMorgan Chase & Co karena memprediksi penurunan mata uang lira dalam laporan yang diterbitkan pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan, selama seminggu terakhir ini rupiah mengalami penurunan hingga 0,5 persen. Namun demikian, sejak awal tahun hingga saat ini rupiah masih terapresiasi 0,9 persen.
"Rupiah sendiri mengalami depresiasi selama minggu terakhir sebesar 0,5 persen, meskipun kalau dilihat year-to-date masih di positif apresiasi 0,9 persen," ujar Dody di lingkungan masjid Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (29/3).
Uang dolar dan rupiah di salah satu tempat penukaran mata uang asing/money changer. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Namun bank sentral menegaskan, pelemahan mata uang akibat sentimen global tersebut tak hanya terjadi di Indonesia, melainkan di sejumlah negara berkembang lainnya.
"Kita tahu beberapa negara emerging, kayak Argentina juga alami tekanan, currency peso. Turki juga demikian, statement dari presiden buat lira tertekan, secara global buat pasar keuangan ke emerging dampaknya terasa," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun yang pasti, kata Dody, investor tetap memberikan pandangan yang positif pada perekonomian Indonesia. Ini terlihat dari derasnya aliran modal asing (capital inflow) ke Indonesia.
Sejak awal tahun ini hingga pekan lalu, dana asing yang masuk ke Indonesia mencapai Rp 90 triliun, baik ke saham, Surat Berharga Negara (SBN), maupun Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
"Minggu lalu kita posisinya net surplus dan net inflow sekitar Rp 15-16 triliun. Kalau year-to-date, mendekati Rp 90 triliun dari Januari sampai posisi minggu kemarin," kata Dody.
Derasnya aliran asing tersebut diharapkan akan terus berlanjut. BI juga melihat sepanjang tahun ini rupiah akan lebih stabil dibandingkan tahun lalu.
"Tentunya kita bisa melihat sentimen masih cukup baik kepada kita, dari sisi penempatan dana di Indonesia. Itu buat kita melihat 2019 mata uang bisa lebih stabil dengan perkembangan tadi," tambahnya.
ADVERTISEMENT