BI: Ekspor Turun, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Melambat
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ADVERTISEMENT
“Terutama dipengaruhi penurunan ekspor neto. Meskipun konsumsi tetap baik, daya beli terjaga, adanya belanja terkait pemilu serta keyakinan konsumen yang tetap tinggi. Investasi pun masih tumbuh cukup tinggi,” ungkap Mirza di Gedung BI Thamrin, Jakarta, Selasa (23/10).
Menurut Mirza, investasi yang masih tumbuh cukup baik adalah investasi bangunan, seperti proyek infrastruktur dan properti. Perbaikan investasi juga terlihat pada nonbangunan.
Sedangkan pertumbuhan ekspor tersendat karena kinerja komoditas andalan, seperti pertanian dan pertambangan, yang tidak sekuat prakiraan. Di sisi lain, pertumbuhan impor justru tinggi karena adanya permintaan domestik.
“Kenaikan pertumbuhan ekspor tidak sekuat proyeksi, di tengah impor yang tumbuh tinggi,” ujarnya.
Meski demikian, menurut Mirza, pertumbuhan impor bulanan telah menunjukkan perlambatan. Selain itu, harga komoditas ekspor Indonesia tumbuh lebih lambat di tengah harga minyak dunia yang terus meningkat. Dengan adanya kondisi-kondisi tersebut, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2018 sebesar 5,0-5,4 persen.
ADVERTISEMENT
“Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2018 diprakirakan berada pada kisaran bawah 5,0-5,4 persen,” ujarnya.
Perkiraan tersebut juga mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi global yang lebih rendah dari proyeksi semula. Hal ini masih disebabkan oleh adanya ketidakpastian pasar keuangan global.
Ekonomi Amerika Serikat (AS) juga diperkirakan makin kuat. Hal ini didukung permintaan domestik yang meningkat sehingga ekspektasi inflasi AS tetap tinggi. Kondisi ini pun menurut Mirzha akan direspon oleh The Fed dengan tetap menaikkan suku bunga.
“Namun di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Eropa dan negara-negara emerging markets, termasuk China, diprakirakan lebih rendah dari proyeksi semula, yang pada gilirannya menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi secara global,” ujarnya.
Selain itu, penurunan proyeksi ekonomi dunia juga dipengaruhi oleh ketegangan hubungan dagang antara AS dan negara lain. Akibatnya volume perdagangan dunia juga ikut merosot.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi juga mendorong investor global menempatkan dananya di aset-aset yang dianggap aman, khususnya di AS.
“Berbagai perkembangan tersebut pada gilirannya mengakibatkan dolar AS terus menguat dan akhirnya membuat tren pelemahan banyak mata uang negara berkembang berlanjut sampai dengan pertengahan Oktober 2018,” tandasnya.