BI: Gejolak Rupiah Tetap Terjaga hingga Akhir Tahun

18 September 2018 16:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi logo Bank Indonesia. (Foto: AFP/Romeo Gacad)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi logo Bank Indonesia. (Foto: AFP/Romeo Gacad)
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) menilai gejolak naik turunnya (volatilitas) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih akan terjaga hingga akhir tahun, meskipun tekanan terhadap mata uang Garuda masih akan terjadi.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Aida S Budiman mengatakan, tekanan kurs yang terjadi pada awal bulan ini disebabkan oleh perekonomian AS yang lebih kuat, siklus normalisasi suku bunga acuan The Fed, dan perang dagang yang masih memanas.
“Tapi pelemahan ini masih akan terjaga dengan volatilitas yang masih cukup baik, dalam tingkat depresiasi yang rendah,” ujar Aida di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (18/9).
Petugas menghitung uang pecahan Dolar Amerika Serikat di tempat penukarang uang di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (5/9/2018).  (Foto: ANTARA FOTO/Akbar Tado)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menghitung uang pecahan Dolar Amerika Serikat di tempat penukarang uang di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (5/9/2018). (Foto: ANTARA FOTO/Akbar Tado)
Berdasarkan data perdagangan Reuters, kurs dolar AS sore ini sebesar Rp 14.860, mulai menguat dibandingkan siang tadi yang mencapai Rp 14.930 per dolar AS.
Presiden AS Donald Trump hari ini mengumumkan untuk memberlakukan tarif impor baru terhadap 6.000 item produk China. Tarif yang dimaksud, yaitu sebesar 10 persen yang berlaku 24 September mendatang dan meningkat menjadi 25 persen di awal tahun depan. Sementara itu, Federal Open Market Committee (FOMC) juga dilakukan bulan ini untuk memutuskan kebijakan moneter bank sentral AS. Kedua hal ini tentu mempengaruhi pasar keuangan dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Namun, Aida menegaskan, BI akan tetap melalukan intervensi secara terukur. Adapun depresiasi nilai tukar rupiah sejak awal tahun hingga saat ini sekitar 8 persen, dianggap masih cukup baik dibandingkan mata uang negara lainnya.
“Tingkat depresiasi Indonesia masih lebih rendah dari India yang 11 persen," katanya.