BI: Penerbit Tak Wajib Ganti Saldo di Uang Elektronik yang Hilang

22 Mei 2019 8:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Bank Indonesia. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Bank Indonesia. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) menegaskan penerbit tidak wajib mengganti saldo di kartu uang elektronik yang hilang. Hal tersebut merespons sebuah petisi di change.org yang meminta bank sentral mengatur pengembalian saldo jika kartu uang elektronik hilang.
ADVERTISEMENT
Adapun aturan mengenai saldo uang elektronik terdapat di Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik.
Asisten Gubernur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih Hendarta, menjelaskan untuk uang elektronik tidak terdaftar (unregistered), penerbit tak wajib mengganti saldo jika kartu tersebut hilang.
Adapun contoh uang elektronik unregistered atau berbasis chip (chip base) saat ini adalah e-money, flazz, tap-cash, dan lainnya. Menurut dia, penerbit hanya bisa mengganti saldo di uang elektronik terdaftar (registered).
Untuk saat ini, kebanyakan uang elektronik registered di Indonesia baru berbasis server atau server base. Contohnya adalah dompet digital seperti OVO, Go-Pay, Sakuku, Dana, dan sebagainya.
"Penerbit tidak wajib mengganti saldo uang elektronik unregistered yang hilang," kata Fili kepada kumparan, Rabu (22/5).
ADVERTISEMENT
Ada beberapa alasan mengapa BI tak mewajibkan penerbit mengganti saldo jika uang elektronik unregistered tersebut hilang. Alasannya, penerbit sulit memastikan data pemilik uang elektronik tersebut.
"Pada uang elektronik unregistered, data identitas pengguna tidak terdaftar/tidak tercatat pada penerbit (Pasal 3 PBI Uang Elektronik), sehingga sulit dipastikan apakah pihak yang mengajukan klaim adalah pemilik asli dari uang elektronik tersebut," jelasnya.
Selain itu, bank sentral tak mengizinkan pengembalian saldo di uang elektronik unregistered adalah mencegah adanya transaksi pencucian uang dan kegiatan terorisme atau Anti Money Laundering (AML) and Countering the Financing of Terrorism (CFT).
"Karena itu, fitur transfer dana dan tarik tunai tidak diperkenankan untuk dilekatkan pada tipe uang elektronik unregistered (Pasal 43 PBI Uang Elektronik)," tutur Fili.
ADVERTISEMENT
Fili juga memaparkan, karena beberapa faktor tersebut, BI juga membatasi maksimal saldo yang ada di uang elektronik unregistered hanya Rp 2 juta.
"Tujuannya salah satunya untuk membatasi eksposure risiko konsumen apabila uang elektroniknya hilang atau dicuri. Potensi kerugian konsumen dibatasi melalui saldo maksimal yang hanya Rp 2 juta," tambahnya.
Petisi berjudul 'Selamatkan Saldo Kartu Electronic Money jika Kartu Hilang' ini dibuat oleh Luthfiana Koesmartono. Hingga saat ini sudah 118 orang dari target 200 orang yang mendukung petisi tersebut.
Kartu Uang Elektronik atau e-Money Foto: Dewi Rachmat Kusuma/kumparan
Dikutip laman change.org, Luthfiana meminta Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan perbankan penerbit uang elektronik agar dapat mengganti saldo dalam uang elektronik.
"Saya telah menghubungi beberapa Bank mengenai permasalahan ini, lalu jawaban mereka adalah “Ya Jika Kartu Hilang maka Saldonya juga ikut hangus atau hilang”. Hal yang sangat membuat saya heran, mengapa Pihak Bank sebagai Pengedar dengan ringan berbicara seperti itu? Terkesan Tidak bertanggung Jawab untuk keamanan dan kenyamanan Nasabah atau Pengguna?," tulisnya Luthfiana di laman change.org.
ADVERTISEMENT
Bahkan Luthfiana menyebut pengguna dirugikan dengan saldo di uang elektronik yang tak bisa kembali tersebut. Bahkan dia mengatakan perbankan mengambil keuntungan dari sistem tersebut.
"Jika Sistem Electronic Money masih seperti ini, bayangkan berapa banyak Uang yang tersimpan di dalam Sistem Bank dan akhirnya Kami sebagai Pengguna yang dirugikan bukan?, tentunya Pihak Bank yang mengambil kesempatan dari Corrupted System ini agar dapat mengambil keuntungan yang banyak!" tulisnya.