BI Sudah Kucurkan Rp 7,1 Triliun untuk Stabilkan Rupiah

4 September 2018 16:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bank Indonesia. (Foto: AFP/Adek Berry)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bank Indonesia. (Foto: AFP/Adek Berry)
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) memastikan terus melakukan intervensi pasar untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Berdasarkan data Reuters, hari ini rupiah kembali merosot hingga menyentuh Rp 14.930 per dolar AS.
ADVERTISEMENT
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bank sentral terus menaikkan volume intervensi, baik di pasar valas maupun di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Pada Jumat (31/8) dan Senin (3/9), bank sentral telah masuk ke pasar sekunder dan membeli SBN untuk menstabilkan rupiah sebesar Rp 7,1 triliun.
“Jumat kami beli SBN Rp 4,1 triliun yang dijual asing. Kemarin (Senin) kami beli dari pasar sekunder Rp 3 triliun,” kata Perry di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (4/9).
Selain itu, Perry mengatakan dalam jangka pendek bank sentral akan berfokus untuk stabilisasi rupiah. Suku bunga acuan yang naik menjadi 5,5 persen pada bulan lalu juga merupakan upaya BI untuk stabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Ilustrasi Mata Uang Dolar (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mata Uang Dolar (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
“Ini (kenaikkan suku bunga) agar imbal hasil aset-aset keuangan khususnya SBN tetapi menarik,” katanya. Dengan menaikkan suku bunga acuan, Perry menilai aliran modal asing mulai masuk pada periode Juli-Agustus.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengatakan bahwa tak hanya disebabkan faktor global dan domestik, pelemahan rupiah disebabkan oleh pembelian valas oleh korporasi untuk impor yang masih besar.
Selain itu, kata dia, tekanan terhadap rupiah ini utamanya dipicu oleh revisi data produk domestik bruto (PDB) AS kuartal II 2018, dari 4,1 persen menjadi 4,2 persen, langkah PBOC (People's Bank of China) memperlemah mata uang yuan di tengah negoisasi sengketa dagang AS dan China yang belum tercapai.
"Serta melemahnya mata uang peso Argentina dan lira Turki," katanya.