Biodiesel Indonesia Dikenakan Bea Masuk hingga 18 Persen ke Uni Eropa

25 Juli 2019 16:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bahan bakar Biodiesel B30 yang diuji coba di Kementerian ESDM, Kamis (13/6). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bahan bakar Biodiesel B30 yang diuji coba di Kementerian ESDM, Kamis (13/6). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Produk biodiesel asal Indonesia telah resmi dikenakan bea masuk sebesar 8-18 persen oleh Uni Eropa.
ADVERTISEMENT
Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Pradnyawati mengatakan, kebijakan ini akan berlaku pada tanggal 6 September 2019 dan akan ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.
"Bea masuk tersebut adalah bea masuk antisubsidi sementara. Saat ini Biodiesel Indonesia sedang dalam proses penyelidikan antisubsidi oleh EU," katanya kepada kumparan, Kamis (25/7).
Dia mengatakan, saat ini pemerintah dan para eksportir tengah berjuang untuk membebaskan diri dari pengenaan bea masuk antisubsidi tadi.
Bahan bakar Biodiesel B30 yang diuji coba di Kementerian ESDM, Kamis (13/6). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dikutip Reuters, kebijakan bea masuk ini berlaku untuk produk biodiesel produksi Ciliandra Perkasa sebesar 8 persen, Wilmar Group 15,7 persen, Musim Mas Group 16,3 persen, dan Permata Group sebesar 18 persen.
"Kami masih terus berjuang untuk membuktikan bahwa tidak ada subsidi yang dituduhkan kepada perusahaan. Belum ada lobi sejauh ini. Karena kalau di bisnis trade remedy, ini agak sulit melobi karena instrumen ini legal secara WTO," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sejak Desember 2018, Komisi Eropa telah melakukan penyelidikan antisubsidi terhadap biodiesel asal Indonesia, setelah mendapatkan masukan dari Badan Biodiesel Eropa (European Biodiesel Board).
Dari hasil penyelidikan itu, otoritas UE mengklaim telah menemukan bukti bahwa produsen biodiesel asal Indonesia mendapatkan bantuan subsidi dari pemerintah, berupa pendanaan ekspor serta insentif pajak yang berlebihan untuk ekspor CPO dan produk turunannya.