Bisa Pakai Nama Samaran, Bagaimana Melacak Kejahatan Bitcoin di RI?

13 Januari 2018 16:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bitcoin. (Foto: Dewi Rachmat K/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bitcoin. (Foto: Dewi Rachmat K/kumparan)
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) baru saja mengumumkan bahwa mata uang virtual, seperti Bitcoin, tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Tak hanya itu, bank sentral juga meminta seluruh jasa sistem pembayaran dan penyelenggara FinTech, baik bank atau nonbank, untuk tidak memproses transaksi pembayaran menggunakan mata uang virtual.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, hal itu juga dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Selain itu juga untuk mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Sebagai informasi, transaksi Bitcoin bisa menggunakan nama samaran. Artinya, pemilik Bitcoin tak harus menyertakan identitas asli untuk melakukan transaksi.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, pihaknya memiliki cara tersendiri untuk mengungkap kejahatan melalui transaksi digital, termasuk Bitcoin. Apalagi, data identitas tersebut masih menggunakan nama samaran.
"PPATK punya cara sendiri mengungkap kejahatan melalui mata uang digital. Kami masih bisa lacak kalau terjadi tindak pidana pencucian uang, kami telusuri," ujar Kiagus kepada kumparan (kumparan.com), Sabtu (13/1).
ADVERTISEMENT
ATM Bitcoin (Foto: AFP/Jack Guez)
zoom-in-whitePerbesar
ATM Bitcoin (Foto: AFP/Jack Guez)
Meskipun saat ini seluruh penyedia jasa sistem pembayaran, bank, ataupun nonbank dilarang untuk memproses transaksi Bitcoin, namun Kiagus memastikan bahwa aliran transaksi kejahatan tersebut masih bisa terendus PPATK, sekalipun Bitcoin tersebut ditukar dalam bentuk mata uang bukan rupiah.
"Selama transaksi pembelian awal dan penukaran Bitcoin ke dalam rupiah, kami bisa lacak. Kalaupun misalnya dia pakai dolar, atau mata uang lain, pasti otoritas sana akan melacak. Ibaratnya PPATK di negara itu pasti lapor ke kami juga," jelasnya.
Berdasarkan kajian IMF mengenai mata uang virtual, ada beberapa alasan mengapa lembaga tersebut sangat mengkhawatirkan Bitcoin.
Salah satunya adalah Bitcoin sangat mungkin digunakan untuk transaksi ilegal. Sebab, sesorang yang memiliki Bitcoin bisa memakai nama samaran yang tidak diketahui orang lain.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Bitcoin juga rawan digunakan untuk menghindari pajak. Hal ini karena transaki Bitcoin tidak memerlukan identitas asli dan dapat dilakukan lintas batas. Sehingga sangat memungkinkan sesorang bisa menginvestasikan dananya pada Bitcoin untuk menghindari pajak.