Bisakah Pariwisata Pegunungan Arfak Bersanding dengan Raja Ampat?

20 Oktober 2018 18:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pegunungan Arfak di Papua yang Terlupakan. (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pegunungan Arfak di Papua yang Terlupakan. (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Provinsi Papua Barat digadang-gadang bakal memiliki destinasi ekowisata andalan lain di samping Raja Ampat. Ialah Pegunungan Arfak (Pegaf) yang rencananya akan ditonjolkan sebagai ekowisata pegunungan dengan keindahan memukau bukit berkabut yang diapit dua danau yang menawan, yaitu Danau Anggi Gida (Danau Perempuan) dan Danau Anggi Giji (Danau Laki-laki).
ADVERTISEMENT
Meski tak bisa dipungkiri keindahan panoramanya, Pegaf memang belum banyak terdengar bagi sebagian besar orang. Sementara, Raja Ampat namanya telah melanglangbuana dikenal sebagai tujuan destinasi dambaan para wisatawan lokal hingga mancanegara. Singkatnya, Raja Ampat telah masyhur ternama.
Lantas, bisakah pariwisata Pegaf bersanding dengan Raja Ampat?
Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Pemasaran dan Kerjasama Pariwisata Kementerian Pariwisata, I Gede Pitana, mengatakan upaya menjadikan Pegaf sementereng Raja Ampat memang bukan hal gampang. Pasalnya, sekarang saja kawasan Pegaf katanya belum terdengar di peta pariwisata yang menjadi garapan pihaknya.
"Sepanjang yang saya tahu, itu masih sangat minimum. Tapi yang selama ini kami lihat dari Papua Barat itu hanya di Raja Ampat. Karena kita selalu mengadakan festival Raja Ampat setiap tahun," ujar Gede ketika dihubungi kumparan, Sabtu (20/10).
ADVERTISEMENT
Ia pun tak ingin menafikan, jika atraksi dalam hal ini potensi wisata yang bagus pada Pegaf belum diimbangi dengan kriteria lain agar Pegaf bisa diterima sebagai kawasan ekowisata. Seperti, aksesibilitas, amenitas atau kondisi nyaman yang mendukung, hingga komitmen pembangunan.
"Jadi kita tidak ingin ayo-ayo aja, kita di pemerintah ada plan, kita harus realistis. Artinya apa, ketika kita membangun sebuah destinasi itu paling tidak infrastruktur dasar itu memang harus disiapkan kemudian kita promosikan," katanya.
Gede juga menyebutkan menjadikan Pegaf sebagai ekowisata yang ciamik seperti halnya Raja Ampat adalah pekerjaan besar dan tak bisa sebentar. Bukan seperti menanam jagung yang enam bulan bisa panen, Gede mengibaratkan membangun Pegaf seperti menanam pohon karet yang membutuhkan waktu relatif lama hingga bisa dirasakan manis hasilnya.
ADVERTISEMENT
"Jangka panjang, paling tidak kita butuh waktu 5 tahun. Yang sudah bagus misalnya, Raja Ampat itu sudah hampir 8 tahun dibangun sampai sekarang. Yang awal harus disiapkan adalah infrastruktur dasar. Yaitu paling tidak ada jalan, listrik, air dan fasilitas dasar yang dibutuhkan untuk menginap di sana. Simpel kan. Pada saat yang bersamaan kita harus mempromosikan daerah itu," imbuhnya.
Tak hanya itu, Ia menegaskan juga dibutuhkan komitmen dan kerja sama semua pihak untuk saling bahu membahu mewujudkan Pegaf ekowisata pegunungan yang memiliki kesiapan matang.
"Jangan kita mengulangi kesalahan-kesalahan pada daerah lain. Misalnya, katakanlah di beberapa daerah tak bisa saya sebutkan namanya, itu perencanaan, tiba-tiba turis datang, hal kecil parkir enggak ada, kemudian kalau terjadi kebakaran mobil tidak bisa masuk itu kan kurang bagus," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ke depan, Gede menjamin pihaknya bakal siap mengambil perannya dalam membangun Pegaf jika memang sudah ada komitmen dan kesiapan telah pula digalakkan.
"Menteri pariwisata tidak punya kewenangan, tetapi mempunyai influences untuk mempengaruhi, mengarahkan, atau meminta kementerian terkait membangun sesuai dengan sisi pariwisata," ucapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Koordinator Wilayah Timur, Andi Rukman Nurdin, yang menyatakan pembangunan Pegaf masih menjadi agenda besar pariwisata yang perlu serius dan tekun digarap.
Kondisi Jalan dan Masyarakat Kawasan Pegunungan Arfak Papua Barat. (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Jalan dan Masyarakat Kawasan Pegunungan Arfak Papua Barat. (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
"Supaya Papua Barat ini menjadi pariwisata selain Raja Ampat memang banyak hal yang mesti kita lakukan. Supaya pemerintah lebih konsen untuk menyiapkan infrastruktur jalan terutama dari Manokwari ke Pegaf. Disiapkan MCK yang baik, tempat-tempat yang jual makanan," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ia membeberkan soal Raja Ampat mengapa bisa begitu cepat dalam pengembangan sebagai pariwisata katanya karena tak lepas dari tekad progresif dan inisiatif yang dijalankan utamanya dalam aksesibilitas dan promosi baik offline ataupun online.
"Itu sangat terbantu Raja Ampat juga karena ada bandaranya, dulu kan belum ada bandara. Jadi sekarang kemudian kita menggenjot penyeberangan. Dulu hanya pakai speed yang 2x500 pk, sekarang sudah ada feri. Jadi turis itu dengan 1,5 jam menyeberang sudah sampai pulau-pulau. Garuda sudah masuk di Sorong, dulu hanya 1 kali penerbangan itu pun lewat Ambon. Nah karena infrastukturnya baik, bandara sudah ada di Sorong. Dulu di Rendani sekarang di Sorong, ada lagi di Raja Ampat jadi terbuka. Dan sekarang bule-bule itu mau ke sana ngantri, bahkan 2 bulan 3 bulan book baru dapat," terang Andi.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, Pegaf juga kata Andi kudu menyiapkan target pembangunan akses yang giat jika ingin seperti Raja Ampat. Semisal, membuka bandar udaranya terlebih dahulu. Di samping tentunya, jalan untuk darat dari Manokwari ke Pegaf yang juga perlu segera dibenahi agar perjalanan wisatawan nantinya dapat dijangkau lebih mudah.
"Minimal pakai Susi Air atau pesawat Cooper yang landasan pacu 1,2 kilometer itu bisa masuk. Jadi dari Bintuni bisa dari Sorong Pegaf atau kalau sudah bagus kita bikin direct Jakarta Pegaf," ucapnya.
Untuk membangun itu semua menurut Andi sebetulnya tak dibutuhkan waktu lama. Bahkan Ia berani menjamin hanya butuh waktu 1,5 tahun untuk pembangunan bandara. Adapun yang bisa jadi cukup sulit ialah menyiapkan estimasi anggarannya. Dikarenakan mesti disiapkan dana di awal sekitar Rp 300 miliar dan Rp 1,5 triliun untuk dana total hingga pengembangannya nanti.
ADVERTISEMENT
"Yang susah kalau enggak ada duit. Kalau sudah ada bandaranya pasti ada investasi masuk. Kita bangun hotel di situ," timpalnya.
Tak kalah penting, selain menyiapkan hal fisik menurutnya pemerintah Pegaf juga perlu dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai pada masyarakat setempat. Utamanya kaitannya dengan pendidikan dan kesiapan dalam menyambut sebagai 'tuan rumah' pariwisata.
"Kalau itu sudah jadi ya kami bisa mengundang investor membuka hotel, restoran di sana. Nah, yang harus diperhatikan juga pendidikan masyarakat atas hadirnya investasi di sana. Itu dulu jadi betul-betul Pemda Pegaf memberikan pemahaman kepada masyarakatnya bahwa ini akan dijadikan destinasi wisata dunia, seperti itu," imbuhya.
Namun, Andi tak ingin juga mengawang-awang dalam realisasi pembangunan Pegaf. Mengingat, kondisi Pegaf lebih kompleks dan butuh penanganan khusus dibandingkan Raja Ampat meski ada di satu wilayah Provinsi Papua Barat.
ADVERTISEMENT
"Beda, kalau Raja Ampat dulu bukan pemekaran, langsung jadi ada bupatinya. Sudah ada APBD nya mereka, jadi bisa langsung start dengan APBD nya. Pegaf ini kan masih pemekaran," tegasnya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Papua Barat, Yosak Wabiya, mengatakan pihaknya kini tengah membangun komitmen menjadikan Pegaf sebagai ekowisata pegunungan sementara Raja Ampat dalam bahari.
"Kalau pegaf ini, pemerintah daerah serius kalau saya paling lama itu membutuhkan waktu 10 tahun, paling cepat 5 tahun. Tergantung komitmen dan kesiapan anggaran," kata Yosak.
Yosak menjelaskan membangun Pegaf semestinya memang tugas banyak pihak secara terpadu. Ia mengestimasikan pembangunan Pegaf membutuhkan dana setidaknya Rp 500 miliar pada tahap awal.
"Pembangunan jalan Rp 200 atau Rp 250 miliar itu tugasnya PU, pembangunan perumahan oleh dinas perumahan, pembangunan penerangan dan lain-lain ditangani oleh PLN. Jembatan ditangani oleh dinas perhubungan, pembangunan agrowisata jelas pertanian. Dana-dana itu dibagi jadi tidak berat. Paling-paling Dinas Pariwisata tangani Rp 10-20 miliar saja. Itu untuk promosi. Karena pariwisata membangun yang skalanya kecil saja," ucapnya.
Kondisi Jalan dan Masyarakat Kawasan Pegunungan Arfak Papua Barat. (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Jalan dan Masyarakat Kawasan Pegunungan Arfak Papua Barat. (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
Sementara, Bupati Pegunungan Arfak, Yosias Saroy, juga menyatakan sikap yang tak main-main dalam pembangunan Pegaf meski dalam kondisi serba keterbatasan. Perlahan namun pasti, Yosias mengatakan pihaknya terus melakukan koordinasi terkait penyusunan rencana pariwisata Pegaf.
ADVERTISEMENT
"Memang kami sudah punya rencana pariwisata sudah ada, namun nanti kami akan revisi kami belum akomodir masuk. Kami mau siap-siap mau revisi. Awal tahun depan. Pak gubernur bilang siap untuk membantu," tutupnya.