Bisnis Makanan Pedas, dari Recehan Jadi Miliaran

27 Juli 2018 11:47 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Empat usaha makanan pedas. (Foto: kumparan, instagram @ngehe_id)
zoom-in-whitePerbesar
Empat usaha makanan pedas. (Foto: kumparan, instagram @ngehe_id)
ADVERTISEMENT
Antrean driver ojek online terlihat di gerai Makaroni Ngehe cabang Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa lalu. Para pegawai sibuk mondar-mandir melayani pesanan. Padahal, hari itu masih pagi betul, baru jam 09.00 WIB.
ADVERTISEMENT
Makaroni Ngehe kini memang jadi camilan warga Ibu Kota. Di kantor, rasa kantuk bisa hilang dengan keriuk makaroni yang rasanya pedas, bahkan ada level rasa yang paling pedas. Bisa bikin mata melek dan segar membuat makanan ini digandrungi, terutama mereka kaum milenial.
Salah seorang driver ojek online, Adi, mengaku setiap hari ada saja orderan untuk membeli Makaroni Ngehe. Apalagi kalau menjelang sore hari, gawai milik driver kerap bunyi tanda ada order dari pelanggan.
“Ini pelanggan saya beli lima bungkus,” kata Adi.
Bisnis makanan pedas seperti Makaroni Ngehe mungkin sebelumnya dipandang sebelah mata, hanya menghasilkan recehan semata. Tapi tunggu dulu, ini bisnis benar-benar menjanjikan, pasarnya anak muda milenial yang terkenal royal.
Keripik Maicih di minimarket. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Keripik Maicih di minimarket. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Pada masa awal berdiri di tahun 2013, Makaroni Ngehe hanya punya satu gerai di dekat kampus Binus Anggrek, Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang omzetnya tidak seberapa. Sekarang, Makaroni ini punya puluhan gerai dengan omzet mencapai miliaran rupiah setiap bulan.
ADVERTISEMENT
Jualan makanan pedas sebenarnya sudah ada sejak lama. Tapi mulai menjelma menjadi bisnis gurih setelah dikemas dengan sedemikian rupa. Pengemasan yang menarik, sampai pola pemasaran yang kekinian dengan memanfaatkan teknologi.
Adalah Maicih, yang pertama kali mengubah nasib makanan pedas dari awalnya dijual di pinggiran jalan, kini dijajakan di waralaba modern. Maicih pertama lahir pada 2010, dengan menjual keripik dari level 1 yang pedasnya biasa saja, sampai level 10 yang pedasnya paling ‘seu hah’.
Penggemarnya banyak. Lokasi penjualan yang berpindah-pindah dengan memberikan informasi melalui Twitter, membuat Maicih bikin penasaran. Pada 2011 di Jalan Braga Bandung, antrean sempat mengular hanya untuk membeli keripik yang logonya gambar nenek-nenek ini.
Sambal khas "Bu Rudy". (Foto:  Nuryatin Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sambal khas "Bu Rudy". (Foto: Nuryatin Phaksy Sukowati/kumparan)
Kini, Maicih bisa dengan mudah ditemui di gerai waralaba. Misalnya di gerai Alfamart Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Menurut salah seorang penjaga, produk keripik Maicih tak pernah lama bertengger di rak barang. Pembelinya dari mulai anak-anak hingga kalangan dewasa.
ADVERTISEMENT
“Tiap hari pasti minimal dua bungkus laris terjual,” kata Erni salah seorang penjaga gerai Alfamart di Pasar Minggu.
Pantas saja, saat pertama kali berdiri, omzet keripik Maicih hanya ratusan juta, kemudian naik signifikan pada 2011 menjadi sekitar Rp 3 miliar. Dan saat ini, omzet keripik yang diprakarsai Reza Nurhilman alias Axl ini mencapai puluhan miliar.
Makanan pedas lainnya yang sedang digandrungi saat ini juga ada Ayam Penyet Everest dan pelengkap makan sambal Bu Rudy. Ayam geprek Everest ini tak pernah sepi dari pembeli. Saban hari sampai malam, penggemar Ayam penyet pedas datang silih berganti.
Sementara sambal Bu Rudy, kini menjelma jadi oleh-oleh khas Surabaya. Outletnya selalu penuh dari pembeli, dari dalam dan luar kota. Beragam jenis sambal dijajakan, dari mulai sambal bawang sampai sambal udang. Semuanya laris manis.
ADVERTISEMENT