Boikot Google, Trisula Donald Trump Menundukkan Huawei

21 Mei 2019 11:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perusahaan teknologi Google. Foto: Charles Platiau/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Perusahaan teknologi Google. Foto: Charles Platiau/Reuters
ADVERTISEMENT
Langkah Google memboikot Huawei dengan mencabut lisensi OS Android dari smartphone asal China, membuat para pengguna Huawei di dunia galau. “Terus (tanpa Android), bisanya akses apa dong?” tanya Mustafa, warga Jakarta yang baru sebulan menjajal Huawei P30 seharga Rp 13 jutaan.
ADVERTISEMENT
Kegalauan Mustafa, mewakili keresahan jutaan pengguna Huawei di dunia. Dan hampir semuanya menyodorkan kalimat tanya, tanpa bisa memunculkan opsi. “Apa ini saatnya meninggalkan Huawei?” Reuters mengutip sejumlah warga dunia pengguna Huawei.
Aksi boikot Google, membuat smartphone Huawei nantinya tidak akan lagi mendapatkan akses ke aplikasi-aplikasi inti Google, seperti Gmail, YouTube, hingga Google Play Store. Tindakan ini diambil Google, setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam yang dilarang bekerja sama dengan korporasi AS.
Isu soal hak cipta dan kekayaan intelektual di produk teknologi, menjadi salah satu pemicu awal Trump mengobarkan perang dagang dengan China pada awal 2018.
Bukannya mereda, perang dagang makin tajam setelah Trump menaikkan tarif impor produk-produk China dari 10 persen jadi 25 persen. Termasuk seruan memboikot perusahaan teknologi Negeri Panda, Huawei. Sikap Trump itu pun diamini Google.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Foto: REUTERS/Joshua Roberts
Seruan Trump itu seperti trisula, senjata bermata tiga. Sekali tikam, tiga luka menganga. Pertama, mengamankan hak cipta dan kekayaan intelektual produk teknologi AS, yang menurut Trump kerap dicuri industri China. Kedua, meningkatkan pengamanan internal AS dari aksi penyadapan dan intelijen oleh perusahaan teknologi China.
ADVERTISEMENT
Huawei, yang juga merupakan pemimpin global dalam peralatan jaringan telekomunikasi, terlibat dalam pertikaian yang sudah berjalan lama dengan Amerika Serikat mengenai keamanan sistem dan perangkatnya.
Pemerintah AS mengatakan peralatan Huawei dapat digunakan oleh China untuk spionase. Washington juga telah mendesak sekutunya untuk menggunakan pemasok lain. Tapi Huawei menyangkal tudingan AS.
Ilustrasi ponsel Huawei. Foto: Reuters/Marko Djurica
Ketiga yang tak kalah penting, terkait aspek bisnis. Trump ingin menahbiskan Apple yang merupakan produk teknologi milik Amerika, sebagai yang lebih laku di pasar global ketimbang Huawei.
Mengutip International Data Corporation (IDC), hingga kuartal I tahun 2018, pangsa pasar Apple masih berada pada posisi tiga besar di dunia, di bawah Huawei yang ada di posisi kedua. Sementara posisi teratas masih dikuasai Samsung.
ADVERTISEMENT
Setelahnya, Huawei sukses mengangkangi Apple dan membuatnya bertukar posisi dalam penguasaan pangsa pasar. Pada kuartal II tahun 2018 pangsa pasar Huawei ada di posisi kedua, dan Apple dikunci di posisi ketiga. Tapi ini tak bertahan lama. Seperti Trump dan Xi Jinping, presiden dua negara kekuatan ekonomi dunia yang kerap berseteru, begitu pula Apple dan Huawei.
Keduanya saling menyalip dalam penguasaan pasar di kuartal-kuartal berikutnya. Pada kuartal penutup 2018, Apple kembali di posisi kedua mengungguli Huawei. Kondisi kembali berbalik pada kuartal I tahun 2019, Huawei di posisi kedua mengalahkan Apple.
Huawei boleh saja berulang kali mengangkangi pangsa pasar Apple di dunia. Tapi Google datang menolong Apple, untuk memulihkan supremasinya di para pengguna gadget.
ADVERTISEMENT
Seperti kata Mustafa, apa gunanya sebuah ponsel pintar tanpa aplikasi canggih yang selama ini didominasi produk-produk Google? Sehingga tanpa OS Android, hampir dipastikan Huawei akan ditinggal penggunanya.
Kecuali Huawei bisa segera merilis ‘Hongmeng’, sistem operasi buatan sendiri yang bisa menggantikan Android.
Sebelum Google mengumumkan aksi boikot, pendiri dan kepala eksekutif Huawei, Ren Zhengfei, mengatakan bahwa pertumbuhan raksasa teknologi China, "Mungkin melambat, tetapi hanya sedikit," katanya dikutip Reuters.